Sekarang, gadis cantik ini masih mengendap-endap di lantai dua rumah besar itu. Saat sudah ada di depan pintu bercat putih yang sangat biasa ia masuki, kakinya berhenti.
Tangannya bergerak untuk memutar gagangnya. Sangat pelan untuk membuka pintu itu agar tak ada suara. Ia tak mau membangunkan sang pemilik kamar.
Setelah melihat sang pemilik kamar yang sedang tertidur pulas diatas kasurnya, gadis itu menyeringai. Senyuman jahil mulai menghiasi bibirnya. Setelah membenarkan topi putih kesayangannya, kakinya mulai melangkah pelan.
"ALAN.." teriaknya untuk mengagetkan sang pemilik kamar.
"Alana, lo gila, ya? Lama-lama gue kalok digituin terus gak bakalan bangun lagi, langsung jantungan. Kalok gue mati lo mau sama siapa?" cercah pria bernama Alan itu, berusaha menggapai tubuh Alana yang terus mengelak dari jangkauan tangannya yang panjang.
Alana terus menjulurkan lidahnya. Ia sangat puas karena berhasil mengerjai sahabat kecilnya itu.
"Sini, lo. Gue gelitikin abis-abisan kalok ketangkep," Alan mulai bangkit dan mengejar Alana.
Saat sudah tertangkap, Alan langsung memburu Alana dengan seribu jurus gelitikannya yang membuat Alana langsung meronta dan menjerit kegelian diatas lantai.
"Udah, iya, ampun. Ampun, Lan. Iya, iya gue ngaku salah. Udah. Stop, please.." ucap Alana ditengah tawanya.
Karena cukup lelah, Alan menghentikan aksinya dan kembali ke atas ranjang.
"Abis lo rese' banget," ucap Alan sambil cemberut.
"Uulluhh.. Anak Mama Tari ngambek. Maapin Alana, ya. Alana gak gitu lagi, deh. Oke?!" bujuk Alana.
Alan langsung kembali tersenyum dan kembali berbaring di kasurnya. Alana mengikuti Alan di sampingnya.
"Lan"
"Hmm?"
"Kalok lo suka sama cewek, lo bakal gimana?"
"Gimana apanya?"
"Ya, gimana.. Sikap lo gimana? Sikap lo ke cewek itu gimana? Sikap lo ke temen-temen lo gimana? Sikap lo ke gue juga gimana? Lo bakal berubah gak ke gue?"
"Lo ngomong apaan sih? Kalaupun gue suka sama cewek, gue tetep prioritasin lo. Gak akan berubah. Kitakan udah sama-sama janji gak akan pisah seumur hidup. Kita dua tubuh satu nyawa. Kalok lo pergi gue cuman tinggal setengah nyawa doang dong," jawab Alan panjang lebar.
"Mm.. Kalok gue yang suka sama cowok?"
"Bakalan gue tebas langsung palanya," ucap Alam sarkatis.
"Dih kok serem?"
"Abis lo dari tadi nanya begituan buat apa, sih? Atau jangan-jangan lo lagi suka sama cowok, ya?" Alan memutar tubuhnya untuk menghadap Alana dan mengerling jahil.
"Gak. Gue gak lagi suka sama orang. Gue cuman nanya aja, suatu saat pasti kita bakalan kayak gitu, kan?"
"Alana gue udah gede.." Alan mengusap topi Alana kasar.
"Lan.."
"Apa lagi my twins?"
"Hehe.. Laper," mata Alana berkedip lucu. Alan sudah hafal betul maksud dari sahabatnya itu.
"Laper? Makan? Ambil sendiri sono.."
"Alan.." panggil Alana manja.
"Iya, iya gue ambilin.."
Alan langsung bangkit dan berjalan keluar kamarnya. Alana langsung tersenyum lebar
"Gue bener-bener bersyukur punya lo, Lan. Dan gue gak akan pernah berhenti bersyukur sama Tuhan yang udah jodohin kita buat jadi sahabat selama ini. Semoga gak ada satu hal pun yang bisa pisahin kita. Selamanya.." gumam Alana pada dirinya sendiri.
Alan dan Alana memang seumuran. Sifat mereka sama, tingkah mereka sama, wajah mereka sedikit mirip, bahkan tanggal dan tempat lahir mereka sama. Rumah mereka juga berdekatan. Tepatnya hanya bersebrangan. Orang tua mereka juga sahabat sejak lama. Tapi kesamaan mereka tak ada unsur kesengajaan sekecilpun dari orang tua mereka. Jadi semua itu memang benar-benar rencana Tuhan saja.
Sejak kecil Alan dan Alana juga tak pernah terpisahkan. Mereka selalu bermain bersama, pergi bersama, malah mereka pernah tidur bersama (tapi masih dalam batasan). Mereka benar-benar tak bisa terpisahkan.
Sebagian tetangga mereka malah menjodohkan mereka karena kedekatan mereka. Tapi kedua orang tua mereka tak pernah berfikir untuk menjodohkan Alan dan Alana. Mereka hanya percaya kepada Tuhan tentang jodoh keduanya kelak.
Tak lama Alan datang dengan sepiring nasi dan segelas air putih. Ia meletakkan air putih di nakas samping Alana dan menyerahkan sepiring nasi pada gadis itu.
"Lan, kok banyak banget? Ini yakin lo nyuruh gue makan segini banyak?"
Alan menoyor kepala Alana pelan lalu mengambil duduk di tempatnya tadi
"Itu buat gue juga. Gue juga laper"
"Owh.." tanpa babibu, Alana langsung melahap makanannya dengan lahap karena sudah sangat la lapar.
"Pelan-pelan. Jangan langsung diabisin, gue juga laper nih. Suapin dong.. Aaa.." Alan membuka mulutnya lebar-lebar meminta agar Alana menyuapinya.
"Oh, lo mau disuapin.. Bentar," Alana menyiapkan makanan yang akan ia berikan untuk Alan. "Buka mulut, ya.. Aaa.."
Hap..
Satu suapan berhasil masuk ke dalam mulut Alan. Keduaanya tersenyum. Alan mengunyah makanannya pelan. Sangat pelan.. Dan..
"ALANA.. SIALAN LO. INI PEDES BANGET GILA. AIR MANA AIR??" teriak Alan saat menyadari makanan yang ada dimulutnya hanya nasi dan sambal.
"Haahahahahahah... "Alana malah tertawa kencang melihat wajah Alan yang memerah karena kepedasan.
"Hahaha.. Khok..khok.. Khok... Aduh gua kes khok..selek khok.."
"Minum, sarap.."
Alana langsung meminum air putih yang ada di nakas samping tempatnya duduk. Setelah habis setengah, Alan langsung menarik gelas Alana dan langsung meneguknya hingga tandas.
"Kualat kan lo sama gua. Makanya jangan usil. Kena karma baru tahu rasa lu.." Alana hanya nyengir.
Setelah itu, mereka kembali memakan makanan mereka dengan tenang. Alana tak lagi menyuapi Alan dengan sambal.
Tok.. Tok.. Tok..
Keduanya langsung menengok kearah pintu. Terlihat Tari, mama Alan memunculkan kepalanya di balik pintu dengan senyum hangatnya.
"Hai.. Mama boleh gabung, gak?" tanya Tari lembut.
"Gak" jawab mereka bersamaan. Tari hanya cemberut. Ia tahu yang selanjutnya akan anak-anaknya ucapkan padanya. "Tapi boong"
Yap. Seperti biasa. Tari langsung masuk kedalam kamar anaknya itu dan duduk diujung kasur didepan Alan dan Alana. Sontak keduanya langsung menjejeri Tari di kanan kirinya.
"Kalian lagi pada makan?"
"Iya. Ini.." ucap Alana menunjukkan piringnya yang tinggal berisi setengah. Tari langsung mengambil alih piring itu dan mulai menyuapi anak-anaknya satu-persatu. Alan dan Alana duduk dibawah karpet. Alan mulai memencet remot untuk menonton tv.
"Acaranya udah mulai.." seru Alan saat melihat acara kesukaannya sudah mulai. Alana juga sangat antusias. Ia berdiri untuk mengambil dua bantal di atas kasur Alan. Satu untuknya dan satu untuk Alan. Bantal itu berfungsi untuk mereka peluk saat mereka menonton acara mereka itu.
"Masyallah.. Totonan kalian itu gak pernah berubah. Narutooooo terus.." ucap Tari menggelengkan kepala melihat tingkah Alan dan Alana yang tak berubah. Alan dan Alanan hanya tersenyum setelah mendengar penuturan Tari.
YOU ARE READING
A'LAN'A
Teen FictionSaat persahabatan kalah dengan masa lalu Alan dan Alana. Tanggal lahir sama. Tempat lahir sama. Sifat sama. Rumah depan-depanan. Tapi orang tua beda. Gak pernah pisah lebih dari 24 jam. Selalu bergantung satu sama lain. Manja satu sama lain. Gak per...
