Kata Erich Fromm

1.6K 78 6
                                    

*

*

*

Suasana perpustakaan. Setiap hidung bernafas tentu tau bagaimana syahdu nan sepinya aura perpustakaan yang penuh dengan banyak orang begitu tekun dengan bukunya. Tak ada bedanya jenis buku apa yang mereka baca, dari novel chicklit hingga buku tebal teori arkeologi berpuluh pasang mata itu tetap tak mau mengalihkan perhatian mereka dari rentetan baris dan paragraph yang membuat sebagian orang muak.

Jongin misalnya. Hari ini seharusnya ia berada di lapangan basket, mendribble bola kesana kemari dengan kerennya dan mencetak angka sebanyak mungkin hingga pesona nya mengalihkan perhatian semua orang yang berolah raga di taman kota.

Tapi naas. Seolah kenyataan sederhana itu adalah angan setinggi langit. Semua itu terhalang oleh kesediaannya pada sang kekasih yang meminta di temani membaca buku yang sudah lama ia incar di perpustakaan kota. Kadang Jongin bingung, kenapa ia begitu menurut pada Soojung bahkan tanpa dipaksa sedikitpun.

"Sayang, disini tertulis bahwa cinta adalah seni, yang mendapatkannya butuh pengetahuan dan usaha. Apa maksudnya?"
Jongin melongo, dalam hatinya berteriak keras kenapa harus di baca jika dihalaman pertama pun kau tak faham apa maksudnya.

"Itu artinya cinta bukan sembarangan istilah atau perbuatan spontanitas. Kau butuh memahami betul sebelum melakukannya" Katanya bijak. Ya, Jongin akui memang pintar dalam hal akademik, non akademik ataupun sastra. Entah apa yang membuatnya bodoh untuk mencintai sosok yang standart seperti Soojung.

"Jadi apa yang kau lakukan untuk mencintaiku?"

Skak mat. Jongin dibuat bungkam oleh pertanyaan Soojung dan tatapan serius dari kedua iris hazal nya.

"A-aku?"

Soojung mengangguk lucu. Meski tatapannya tetap menuntut sebuah jawaban yang memuaskan.

"Apa yang kulakukan ya?"
Jongin bingung, menggaruk tengkuk hambarnya dan berfikir keras tentang jawaban spesifik apa yang harus ia lontarkan pada kekasihnya. Soojung memang tak sepintar dirinya, tapi gadis amerika itu sangat kritis masalah tanya jawab.

"A-aku ..."

"Kita bertemu hingga berpacaran tanpa satu halangan, kau mendekatiku dan berhasil, itu sangat mudah jika di fikir. Dan kita sama sama gembira di awal rasa pendekatan hingga sekarang, bahkan perbedaan kecil pun kita maklumi asal tak ada pertengkaran di antara kita. Kata Erich Fromm, hal seperti itu hanya membuktikan seberapa jauh rasa kesepian kita sebelumnya dan perlahan pasti perasaan semacam itu akan pudar dan menghilang seolah tidak pernah ada"
Celoteh Soojung panjang lebar, dengan raut muka khawatir luar biasa hingga sesekali lupa menaikkan nada bicaranya. Ia menuntut Jongin dengan kegusaran yang ia pendam selama ini. Dan Jongin mulai mengerti kenapa ia harus menuruti naluri nya hari ini dan hari hari kemarin untuk selalu menuruti apa kata Soojung tanpa hati yang berbanding terbalik dengam kemauannya.

Jongin tersenyum, lalu mengusap pipi Soojung pelan. Tanpa ia suruh pun, nalurinya, raganya, keyakinannya dan hatinya sudah membuktikan bahwa inilah usahanya untuk selalu berada di dekat Soojung. Saat ia harus bermain basket dengan team nya tapi lebih memilih pergi bersama Soojung, kalian harus tau itu bukan karna terpaksa, hanya saja Jongin belum mengerti betapa besar cintanya pada Soojung dan ingin selalu menjadi yang dibutuhkan oleh gadis itu.

"Dan kau takut semua ini akan hilang?"

Soojung mengangguk pelan, masih dengan sorot mata yang tak tenang dan perasaan takut akan kehilangan. Ia memang merasa hanya kebahagiaan yang ia rasakan selama ini bersama Jongin tanpa ada kerikil kecil yang membuat mereka bertengkar, dan tanpa ia sadari, bukan kebahagiaan sebenarnya yang ia yakini bahwa hubungan mereka hanya sebatas bersenang senang dan karna adanya objek untuk mencintai, kebahagiaan itu yang selalu ada karna ia dan Jongin. Karna mereka satu.

"Dengar aku baik baik." Jongin menambah satu tangannya untuk menangkup kedua pipi Soojung. "Jika kau bertanya kenapa aku mencintaimu, aku tidak tau jawabannya. Dan jika kau bertanya apa yang aku lakukan untuk mencintaimu, aku tidak akan pernah menjawabnya"

Dahi Soojung mengerut, jawaban Jongin tidak cukup ia mengerti. "Wae?"

"Karna aku tidak bisa mengatakannya, yang aku sadari bahwa apa yang setiap aku lakukan itu karna aku mencintaimu. Aku tidak bisa berkata karna aku tidak mampu menepatinya, aku takut lupa dan menyakitimu. Cukup saling percaya, bahwa aku mencintaimu dan begitupun sebaliknya. Karna saling percaya pun sudah sangat sulit untuk sebuah hubungan. Jadi jangan pertanyakan sesuatu yang membuatmu takut tentang hubungan kita. Jika tetap tidak bisa, cukup diamlah, biarkan aku yang berusaha untuk membuatmu lebih yakin, bahwa hubungan ini tidak semudah itu untuk pudar bahkan menghilang. Kau percaya padaku kan?"

Soojung masih bungkam. Rentetan kalimat Jongin diam diam tengah membangun pondasi cintanya lebih kuat. Ia tak akan menunggu besok untuk menghapus rasa ragunya pada pria yang baru menjalin hubungan dengannya 2 bulan lalu itu, tanpa ia sadari hatinya telah bersumpah untuk selalu percaya pada Jonginnya dan pada hubungan ini.

"Soojung?"

"Kkaja, kita pergi"
Soojung berdiri menarik Jongin yang masih terkejut dengan perubahan raut wajah Soojung.

"Kemana?"

"Lapangan basket. Kau harus menarik perhatian banyak orang dengan permainanmu. Kkaja"

Dan cinta itu sederhana. Cukup menyadari apa yang membuatmu bahagia. Dan terus berusaha memperkokoh pondasinya.

:::

Sumpah ini GAJE.
Wkwkwkkwk.

My first time arcadians.
Please give me your apresiation.

Just comment what do you think about this story.

Thank you :)

Kaistal Drabble Oneshoot StoryWhere stories live. Discover now