Ch 10 - Ini End

2.7K 247 54
                                    

Plakkkkkkkkkk

"Kau sadar apa yang baru saja kau katakan itu, jimin?!!"

"Kau tidak mengerti aku!!! Kau bahkan adalah orang yang menyebabkan semua ini terjadi padaku!!!"

"Tapi itu tidak berarti kau bisa berbuat seenaknya!!"

"Lalu apa yang bisa kulakukan selain membunuh anak ini."

Taemin tidak pernah sekalipun mengira akan seperti itu jawaban yang diberikan oleh jimin. Percuma saja jika dia memberikan nasihat yang pada akhirnya akhirnya akan memperburuk keadaan ini. Karena itu, diraihnya kedua tangan jimin. Meletakkannya dengan paksa diatas perutnya sendiri.

"Rasakan... Jimin... Gunakan hatimu untukmu merasakannya...  dan katakan padaku kalau kau akan membunuhnya dengan tanganmu sendiri.."

Tes.. Tes...

Jimin terdiam, hanya airmatanya yang kini berlomba-lomba membasahi kedua pipinya.

"Tahukah kau, jimin. Aku sangat iri padamu."

Jimin semakin menundukkan kepalanya. Sementara keluarga mereka masing-masing memutuskan untuk meninggalkan keduanya agar dapat bicara satu sama lain. Mereka pikir, sesama MBA akan saling mengerti masalah ini. Ya walaupun sebenarnya, tidak untuk konteks yang 'itu' bagi jimin. Tapi tetap saja namanya adalah pernikahan karena kecelakaan atau karena kesalahan teknis(?)

"Taehyung dan jungkook bertanggung jawab padamu, padahal mereka jelas tidak melakukannya. Tapi aku.. Minho hyung pergi dariku karena takut perkuliahannya terganggu.. Sementara mereka rela berhenti dari sekolah dan bekerja di tempat ayah dan ibumu.. Tapi kenapa kau tidak bisa melihat cinta yang mereka miliki?"

"Apanya yang cinta... Huks.. Mereka selalu saja menggangguku.. Huks.. Huks.. Sejak awal aku tidak pernah menyukai keduanya.."

"Benarkah? Lalu kenapa pada akhirnya kau bisa benar-benar hamil?"

"Itu.."

'Benar juga...'

Seketika, jimin merasa menjadi orang paling bodoh di dunia ini.

"Kalau kau benci, tidak mungkin kau akan membiarkan mereka menyentuhmu barang secuil pun. Dan kau tahu betul, anak tidak akan ada begitu saja, jimin.."

"Tapi itu karena kupikir aku sudah terlanjur rusak, jadi ya sudah sekalian sa-"

"Kalau kau memang berpikir seperti itu, apa bedanya yang sudah berlalu dengan yang sungguhan terjadi sekarang ini?"

"Aku-"

"Apa lagi ? Apa lagi alasanmu sekarang hum??"

"Aku menyukaimu, tae-"

"Sssstttt.. Aku sudah tahu."

"Bukan suka pada seorang teman."

"Aku tahu, jimin. Kau kan yang memasukkan surat cinta kedalam tas sekolahku setiap hari?"

Jimin menggangguk. Sewaktu SMP, tidak pernah sekalipun dia absen untuk menyelipkan ungkapan perasaan kagumnya pada taemin.

"Jimin, apa yang kau harapkan jika kita bisa bersama?"

"Kita akan bahagia bersama.."

"Bukan kita. Tidak kau atapun aku. Jimin.. kau hanya kagum padaku. Jika ini tentang aku yang menolongmu watu tawuran antar sekolah. Aku hanya menggendongmu sampai ke rumah sakit terdekat saja. Lagipula mana mungkin aku bisa melawan mereka tanpa luka-luka sedikit pun."

"Tapi kau-"

"Bukan, jimin. Aku mana mau menjadi siswa urakan. Begini saja.. Jika kau tidak percaya padaku, lihatlah bekas luka di pipi sebelah kiri jungkook. Dia yang terkena pisau lipat dari temannya sendiri hanya untuk melindungimu."

[End] LalatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang