26

52.3K 5.6K 487
                                    

Anna berdiri dengan gemetar di depan kaca. Jantungnya berdebar tidak karuan dan keringat dingin mengucur dengan deras.

Hari ini ia akan bertemu salah satu orang yang ia sudah lama hindari: ibu mertuanya.

Sudah beberapa minggu ibu mertuanya mengirim pesan: bertanya kabar Anna, ibunya, dan Vin, berbasa-basi tentang sehari-hari, dan yang paling mengganggu Anna: ajakan bertemu. Sewaktu awal-awal mereka berbicara, Anna tidak tahu apakah ibu mertuanya sudah tahu atau belum tentang apa yang terjadi. Ia tidak pernah bilang apa-apa dan ia tidak yakin Al akan bilang sesuatu. Sampai tiga minggu lalu lalu ketika Anna berkali-kali menolak telepon dengan berbagai alasan dan akhirnya Ibu mertuanya datang dengan sebuah pesan, "Anna maaf kalau ini terasa ikut campur. Tapi Al sudah cerita semuanya. Mama sangat minta maaf sama kamu. Makanya Mama ajak ketemu. Kalau kamu belum siap nggak apa. Kabarin Mama kapanpun ya, sayang."

Tiga minggu Anna menghabiskan harinya ketakutan memikirkan apa yang mungkin dipikirkan mertuanya tentang mereka, tentang hubungan pernikahan yang ia jalani, tentang diri Anna sendiri. Apa mertuanya akan menyalahkan Anna kalau mengetahui semuanya? Apa Mama akan bicara yang aneh-aneh tentang Anna?

Memang Mertuanya masih mengirim pesan dengan baik dan sopan seolah tidak ada yang berubah. Tapi bagaimana jika itu semua hanya topeng untuk menjebak Anna bertemu?

Lebih buruk lagi, Anna berpikir: apa Al benar-benar mengatakan yang sebenarnya? Atau bisa saja laki-laki itu berbohong untuk memperbaiki dirinya? Supaya Anna dicap gila atau apa? Toh setelah kemarin itu, pasti tidak sulit membuat Anna terlihat seperti itu di depan mertunya. Kepala Anna pusing memikirkan spekulasi yang ia buat sendiri.

Semalam ia berpikir panjang sekali sampai tidak bisa tidur, ia kemudian memutuskan kalau ia harus dan akan menemui mertuanya. Pesan itu dikirim pukul setengah tiga pagi, dengan jantung berdebar, dan kepala pusing. Anna meminta mertuanya datang ke Foodie pagi ini sebelum Vin pulang sekolah. Ia meminta Al tidak usah diajak. Pukul enam pagi, pesan itu dijawab. Mertuanya berjanji datang pukul sembilan. Anna baru bisa tidur setelah mendapat pesan itu. Hanya dua jam.

Vin biasanya pergi dengan berpamitan, dicium oleh Ibunya. Pagi itu, ketika ia melihat ibunya tertidur, Vin memutuskan pergi tanpa membuat bunyi. Ia hanya ditemani pengasuhnya. Neneknya melihat dengan terluka, kenapa cucunya yang masih kecil harus mengerti permasalahan orang dewasa?

--

Sejak awal menantunya masuk rumah sakit, ia tau ada yang tidak beres. Tapi ia tidak tau apa dan tidak bisa berasumsi apa-apa. Apapun yang terjadi, ia janji akan mempercayai Anna. Ketika Al datang waktu itu, mengaku jujur padanya dan suaminya, lebih dari amarah ia merasa sakit hati dan benar-benar malu. Bagaimana ia bisa menemui menantu dan besannya setelah semua ini? Ia paham, tampar yang ia berikan pada Al tidak akan pernah sepadan dengan apa yang Anna rasakan. Menantunya itu merasa terlalu banyak.

Pagi ini ia bangun dengan sebuah pesan mengajak bertemu. Sudah beberapa hari ini menantunya itu menghindari pesannya. Ia benar-benar sukacita ketika tau menantunya sepakat bertemu. Pesan itu masuk pada jam yang luar biasa tidak wajar, ia tau Anna pasti mengirimnya tidak dalam keadaan baik-baik saja. Pemikiran itu benar-benar mengganggunya.

Nggak usah ajak Al ya, Ma.

Pesan itu dikirim paling akhir. Anaknya memang sedang bertugas sehingga tidak mungkin diajak tapi pesan itu saja sudah mengandung banyak arti. Anna bahkan tidak sudi bertemu dengan suaminya. Dan ia mengerti. Ia mengerti. Semuanya pasti sangat berat.

--

Foodie masih sepi. Hanya ada beberapa pegawai sedang bongkar bahan makanan yang baru datang. Tidak perlu pengecekan, hampir semua pegawai mengenali mertua Anna. Anna sudah tiba ketika mama Al sampai. Ia sedang mengamati pekerjaan pegawainya dan sesekali bantu memilih bahan. Ketika melihat mertuanya sampai, Anna tetap berusaha menahan diri meski rasanya benar-benar limbung. Ia membuatkan teh hangat dan duduk berhadapan dengan mertuanya di salah satu bangku restoran dekat kolam ikan.

Anna sengaja mengundang ke Foodie. Memang akan beresiko kalau sampai ia dipermalukan makan semua karyawannya akan tau, tapi ia merasa akan lebih baik berada di ruangan dengan banyak orang yang ia kenali untuk menghindari kemungkinan-kemungkinan buruk.

"Kamu apa kabar?" Mama Al yang pertama membuka percakapan.

"Ya gini-gini aja Ma," sahut Anna setelah sepersekian detik sebelumnya meneguk ludahnya sendiri. Ia bahkan tidak menjawab 'baik' atau 'sehat' karena memang ia tidak baik-baik saja. Ia sudah berbulan-bulan terapi kejiwaan dan semuanya masih berat. Seolah ia berada dalam lubang tanpa ujung dan setiap hari, setiap usahanya cuma sia-sia saja. Enggak ada gunanya.

"Mama minta maaf.."

Kemana percakapan ini akan mengarah?

"Mama nggak akan nyalahin kamu.. Mama nggak akan belain Al.."

Kemana percakapan ini akan mengarah?

"Anna kenapa.. mau bilang sesuatu? Kamu pucet banget.."

Kepala Anna tidak bisa berpikir. Ia benar-benar sudah basah dari keringat dingin. Ia benar-benar pusing. Memikirkan ada orang lain yang tau kenyataan buruk tentang hidupnya saja sudah membuat kepalanya berputar. Memikirkan orang yang dekat dengan Al saja sudah membuatnya merasa tidak karuan.. ia benar-benar merasa mau jatuh meskipun sedang duduk.

"Mama.."

"Iya sayang.. minum teh angetnya.. minum.." melihat menantunya yang benar-benar sudah seputih kertas, Mama Al berusaha untuk mengingatkan Anna pada teh hangat yang ia siapkan sendiri. Patuh, Anna meminum tehnya pelan-pelan. Rasanya sedikit lebih baik. Cuma sedikit karena kepalanya masih pusing luar biasa dan benar-benar ketakutan.

Mama Al menatap menantunya dengan iba dan mencatat dalam hati untuk memarahi anaknya langsung ketika Al pulang selanjutnya.

"Mama.."

"Ya, An.."

Mengucapkan panggilan itu saja sudah terlalu berat. Rasanya asing. Rasanya benar-benar asing dan canggung.

"Maafin Anna ya.." Tangis Anna pecah. Ia tidak tahu kenapa ia meminta maaf tapi ada rasa bersalah besar yang duduk di bahu, menekannya keras-keras, dan seolah menguliti. Ia merasa benar-benar harus meminta maaf.

"Nggak sayang kamu nggak salah.. Maafin mama ya.. Mama nggak tau.. Mama harusnya tau lebih cepat.. Maafin mama ya.." tidak cukup meminta maaf, perempuan itu berdiri dan memeluk menantunya. Anna menangis dalam pelukan mertuanya, menahan sakit di kepala dan sesak di dadanya.

Lama sekali seperti itu, sampai napas Anna semakin sesak dan ia berhenti menangis. Sekali lagi, mereka kembali bertatapan, Anna menatap ibunya dengan mata sembab habis menangis dan kepala yang masih pusing luar biasa, ragu, ia bertanya, "Mama.."

"Iya, An?"

"Kalau Anna sama Al pisah, Mama nggak apa?"

Meski tau pilihan itu memang selalu akan ada, kedua perempuan yang berhadapan itu tau semuanya nggak akan mudah. Tapi sesuai dengan janjinya, Mama Al menyahut, "Mama akan dukung apapun yang kamu mau An.. Mama janji akan dukung kamu selalu."


Sux MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang