24

47.8K 5.6K 656
                                    

Al terbangun dengan bingung. Dia dimana? Ruangan itu sepi dan tidak ia kenali. Itu bukan rumahnya, rumah keluarga, rumah keluarga Anna, atau rumah sakit. Tempat ini.. asing. Dia berusaha mendudukkan diri. Melihat sekeliling dan tidak menemukan apa-apa.

Ia berusaha berdiri dan membuka pintu kamar. Rumah itu kosong. Ia kembali ke dalam kamar dalam keadaan pusing dan bingung. Kepalanya seolah dipelintir dan dadanya seolah ditekan. Ia sendirian, kesakitan, dan bingung.

Memikirkan kemungkinan perasaan ini, atau lebih buruk, yang dirasakan Anna malam ketika ia memutuskan mengiris nadinya membuat Al hampir menangis. Ia benar-benar jahat pada istrinya. Ia mengerti mengapa ibu mertuanya tidak mengizinkan ia masuk ke dalam rumah itu dan bertemu Anna serta Vin. Tapi ia rindu.. ia setengah mati rindu.. Ia benar-benar ingin menyentuh istrinya.. menyentuh anaknya..

Pintu rumah terbuka, ia baru saja mau melihat siapa yang datang dan bertanya ia dimana ketika ia melihat satu wajah yang sudah setengah mati ia coba temui di sana, dengan wajah khawatir: Anna.

***

Hujan hanya sisa rintik ketika Anna akhirnya bersiap pulang. Dari matanya, Vin sudah terlihat sangat mengantuk. Ia merapikan barang bawaannya dan pamit pada semua kru Foodie sebelum naik ke mobil.

Ia baru saja sampai di rumah dan pintu depan belum terbuka sepenuhnya saat sepasang suami istri tua yang tinggal dua rumah dari rumah ibunya datang menemuinya. Ia meminta Rini membawa Vin masuk dan menghampir pasangan itu.

"Kenapa Bu? Pak?" tanya Anna ketika melihat suami istri itu datang dengan wajah penuh khawatir.

"Itu suami kamu sakit.. tadi pingsan di depan rumah pas hujan besar.. digendong masuk sama warga.."

Kepala Anna rasanya pusing sekali mendengar kabar itu.

***

Anna tahu beberapa waktu ini suaminya datang menemuinya. Satu dua kali ia mengintip dari balik jendela, persis anak yang dipingit. Ibunya melarang Anna bertemu Al. Anna kadang iba juga dan mau membukakan pintu, tapi omongan ibunya dan getir di dadanya membuat ia akhirnya tidak bisa melakukan itu.

Ia baru saja masuk ke rumah tetangganya ketika ia melihat wajah suaminya. Anna nggak akan bohong, dia kangen berat pada laki-laki itu. Tapi melihat laki-laki itu sekarang.. pikirannya jadi ramai. Tidak ada tenang yang muncul. Ia ingin menangis, memukul, berteriak.. melakukan banyak hal.. terlalu banyak lebih dari yang tubuhnya mampu.

Ia meneguk ludahnya, mengumpulkan kekuatan, lalu mengajak, "Al ayo."

"Saya pamit dulu Pak, Bu.. maaf ngerepotin.."

"Ngga apa Nak Anna.. istirahat aja suaminya ya.. lemes banget.."

Anna mengangguk. Al berjalan mengikuti istrinya dengan pandangan kosong. Tubuhnya benar-benar lemas dan badannya panas. Ia harusnya istirahat sekarang, makan bubur jagung, dan dipeluk. Tapi ia tahu ia tidak akan dapat itu.

Mereka duduk di ruang tamu. Anna melihat Al dengan pandangan campur aduk. Ia marah, kecewa, dan kelelahan.

"Vin dimana?" tanya Al.

"Tidur."

Jawaban itu pendek dan dingin. Al merasa benar-benar tidak tau apa yang akan terjadi di depannya dalam bermenit-menit kemudian. Tapi ia menyiapkan diri.

"Al," Anna memanggil laki-laki itu, hatinya serasa dipotong-potong karena suaminya terlihat benar-benar lemas dan pucat, "aku ngomong ini sama kamu ya. Kamu dengerin aku. Gak usah motong." Anna menarik napas, "aku rasa kita nggak perlu ketemu dulu, Al. Kamu nggak usah datang. Bawa bunga juga nggak usah."

"Anna," Al berusaha menyela.

"I need time. Itu setidaknya yang kamu harus kasih ke aku. Berapa lama? Aku nggak tahu. Mungkin bakal terlalu lama. Aku nggak akan minta kamu nunggu aku Al," suara Anna dari marah mulai berganti jadi getar, "aku nggak akan minta kamu nunggu aku membaik. Karena mungkin hari itu nggak akan ada. Tawaran aku masih sama, mungkin kita harus cerai."

"Anna, aku sumpah nggak ada niat menceraikan kamu. Aku mana bisa mikir kayak gitu.!" Suara Al meninggi. Dia ikut terbawa emosi.

"Tapi Al, coba pikir dari sudut pandang aku. Dengan semua yang kamu lakuin, dengan semua trauma yang aku dapat, apa aku mau bertahan sama kamu. Aku mungkin nawarin kamu, tapi kalau aku ngerasa siap sendiri, mungkin aku Al yang akan ngegugat kamu."

"Anna kamu ngga mikirin Vin?"

"Tanya diri kamu sendiri Al. Kamu mikirin dia nggak selama ini?"

Dada Anna terhimpit. Nyerinya benar-benar semakin tidak tertahan. Semuanya jadi emosi yang terlalu banyak.. terlalu banyak.. "tiap lihat kamu aja aku nggak kuat, Al," Anna mulai menangis. "Aku benci nangis kayak gini. Tapi aku nggak bisa ngontrol.. aku benar-benar nggak kuat.."

Tubuh Anna bergerak dengan tidak jelas, ia benar-benar tercampur dengan semua emosi, "Al, please pergi. Dan jangan pernah kembali, Al. Jangan dateng lagi. Aku nggak mau liat kamu. Liat kamu aja bikin aku kesakitan.."

Emosi di wajah Anna menggambarkan semua itu. Al menyerah, dengan wajah yang lemas dan tubuh yang panas, ia keluar.

Sux MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang