1

78 2 0
                                    

Sulam satu : Kawan abadi.

Kenang segala intan yang kuberi...

Dekap setiap embun yang berjelaga...

Gengam segenap rasa yang mengada...

Dan bangkitlah dari lelapmu, karena semua cinta telah terlihat tandus...

Cinta.

Aku terpana pada pundak telukmu...

Riuhmu bersiul diantara buih yang mendidih...

Kilatmu menerpa segala rasa yang kurasa...

Daku mengaku, dan engkaulah pasti!

Pamanukan, subang...

Gadis berwajah cantik itu tak henti-hentinya menari diatas kasur busa tempat ia biasanya tertidur pulas. Dengan segenggam sapu injuk dilengan kanannya, ia bernyanyi ria tanpa usik bak seorang gitaris handal yang sedang konser.

Speaker warisan dari abangnya yang sedang kuliah dikota kembang, ia nyalakan dengan volume fantastis.

"saya pergi tamasya... berkeliling-keling kota... hendak melihat-lihat... keramaian yang ada... saya panggilkan becak, kereta tak berkuda... Becak. Becak. Tolong bawa saya...," teriak Nadia dengan suara yang begitu pas-pasan. Sama sekali tak nyambung dengan nada musiknya.

Ya. Dia adalah Nadia. Seorang wanita keturunan Indo-Belanda. Yang terlahir di Amsterdam enam belas tahun lalu. Nadia adalah sala satu gadis unggulan didesa yang saat ini ia tinggali. Bagaimana tidak, wajahnya yang begitu merona : kulit putih, rambut hitam dan lembut dengan terurai rapih, serta garis wajahnya yang tercucurkan dari ketampanan serta kecantikan kedua orang tuanya. Sehingga bukan hal janggal lagi, jika banyak pemuda yang berbondong-bondong datang saat hari-hari besar. Bukan sekedar mengharapkan ampau, namun lebih mantapnya, untuk menatap kencantikan Nadia dari jarak dekat.

Nadia sanggat terkenal dengan sifatnya yang riang gembira, dan selalu ceria tanpa pandang kiri kanan. Maupun, atas bawah. Tak heran saat teman wanita sebangkunya sedang PMS. Ialah yang selalu disalahkan, karena tinggkah lakunya yang begitu hiperaktif. Sehingga mengundang sensasi dari segala penjuru.

Gagang pintu kamarnya bergerak. Sharleni, ibunya Nadia. Membukakan pintu. Dengan wajah dilumuri masker bangkoang dan kipas tanggan yang berukuran besar dilengan kanannya─tiada hentinya mengipasi wajah. Serta baju logor seperti kelalawar berwarna pink cerah, dan sebuah celana legging berwarna ungu muda dengan totol-totol hitam, ia kenakan. Membuatnya sangat pas untuk dijuluki 'mama kost'.

Masuk dan berkata, "kecilin suaranya! Barusan tante Risa datang kerumah, katanya berisik! Dede bayinya, lagi tidur."

Halis Nadia mengerut, "apa-an sih! Ganggu terus, orang lagi konser," timbal Nadia.

Sharleni melangkah mengampiri speaker, sebelum akhirnya volume suara dikecilkan.

Raut wajah Nadia terlihat marah. "APA-AN SIH! Anak lagi sumbringah, malah diganggu," teriak Nadia, protes.

Sharleni melotot, bola matanya seketika membesar. Ia tidak terima Nadia memprotesnya. "kamu ini, kasian anaknya tante risa, lagi tidur. Lagian kamu tuh, anak siapa sih? Umur udah gede, tapi lagunya masih kanak-kanak. Abang tukan baso, lah. Naik-naik kepuncak gunung, lah. Mojang priagan... Aneh! Kaya mama dong, lagunya itu Nicki Minaj-Annaconda. My annaconda don't...," ucapnya sambil menyanyikan lagu anaconda.

"bagus, dong! Itu tandanya. Aku masih peduli sama budaya bangsa. Gak kaya mama. Aneh. So kebaratan," ketus Nadia

"ya keren, lah."

Cinta dan Tugas KimiaWhere stories live. Discover now