Kafe

5.2K 193 1
                                    





****

Michelle terlihat sibuk dengan buku yang ia letakkan di atas meja, selagi menunggu kedatangan Dev ia mengalihkan perhatiannya kesalah satu bait yang tertulis didalam buku tersebut.

Jika kalau hujan mencintai tetesannya mungkin ia terus merelakan jatuh bederai di permukaan bumi, andai pelangi dengan senang hati menawar diri untuk menggantikannya mungkin hujan tak akan terus merelakan. Karena kedatangan pelangi, tetesan hujan tak ingin mampir, andai semudah itu hujan akan melakukannya demi tetesannya.

Halaman kedua

Hawa yang dingin saja ikut serta turut membantu dalam perjalanan yang melelahkan ini, hujan sedih.. karena harapan nya pada pelangi tak kunjung datang.

Gadis itu terlihat seperti berfikir tentang hal yang tertulis di bait buku tersebut. Michelle merasa ada sebuah hal yang serupa di tulis itu dengan cinta yang ia rasakan ke kakaknya.

"Hayo... " suara tersebut mengejutkan Michelle yang tengah membaca bait selanjutnya. Michelle bisa melihat kakaknya itu duduk di depannya dan itu membuat Michelle tersenyum hangat kearahnya, tapi senyuman itu tidak bertahan lama saat matanya menangkap sosok wanita lain yang berada di samping kakaknya tersebut.

"Haii.. Chell" Michelle menelan salivanya susah payah, seakan tenggorokannya tidak bisa menelan apa pun deru nafasnya semakin memburu.

"H.Hai" sapa Michelle dengan cenggung, Michelle menundukan kepalanya.

Dirinya bisa merasakan jika matanya memanas, ia tidak mau jika Dev melihatnya menangis sama di seperti lima tahun silam dan itu membuatnya tidak mau lagi terlihat lemah di depan kakaknya dan dirinya tidak mau jika Dev akan mengetahui perasaan nya yang sebenarnya.

Michelle memberanikan diri untuk melihat wanita tersebut, Michelle tertegun melihat apa yang di depannya wanita dengan paras yang cantik, hidung mancung menghiasi wajahnya kelopak matanya begitu Indah, bibir tipis itu seakan menyempurnakan kesempurnaan wajahnya itu. Berbeda sekali dengan dirinya.

Michelle yang tepergok Dev saat tau adiknya itu  tengah menatap wanita di sampingnya dengan wajah yang begitu lucu ,menurutnya.

"Apa kau sedang terbuai dengan ciptaan tuhan yang begitu Indah? " goda Dev membuat Michelle gelagapan, mata hitamnya menatap Dev kesal tapi ia juga membenarkan apa yang di katakan Dev tadi. Dirinya sedang terbuai dengan kecantikan wanita tersebut.

Michelle merengut, lalu memberikan senyuman mengembang ke wanita itu. Michelle terlalu pandai memainkan mimik wajahnya, tetapi tidak pandai untuk menyembunyikan perasaanya.

"Kak Cici mau nggk temeni aku hari ini? " tanya Michele.

Dev memutar kedua bola matanya bosan bila adiknya itu selalu memanggil Celine dengan sebutan Cici.

"Chelle, kamu tau kan nama dia? Sudah lima tahun mengenal kenapa kau tetap memanggilnya Cici? Namanya tu... "

"Iya.. Iya.. Nama kak Cici adalah Celine Aliana dan aku harus memanggilnya sesuai namanya"jawab Michelle sedikit ogah-ogahan, sebenarnya Celine tidak keberatan dengan panggilan itu hanya saja Dev berlebihan.

"Heii.. Kenapa kalian berantam! Dev, kamu ini kenapa sih biarin kali Michelle manggil aku Cici.  Yang penting itu membuatnya nyaman" Celine melihat ke arah Michelle dan tersenyum lembut "mau ditemenin kemana nih? "

Michelle mengulurkan lidahnya kearah Dev dan kembali menatap Celine sumringah "temani aku ke butik yuk kak, soalnya aku ada rencana reunian dengan teman SMA." jelas Michelle dan itu berhasil membuat Dev menggeser duduknya agar lebih dekat dengan adiknya itu.

"Apa kamu akan bertemu Geo? " Michelle menatap kakaknya bingung.

"Huh.. Iya. Ya lah kak.. Kan dia juga temen aku lagian dia juga baru pulang dari Singapore dan aku ingin minta oleh-oleh. " jawab Michelle dengan senyum mengambang, entah kenapa Dev kurang menyukainya.

"Aku akan ikut" Michelle menatap kakaknya jengah, ia bukan anak umur lima tahun yang harus kesana kesini bersama kakaknya.

dirinya sudah berumur sembilangbelas tahun dan sebentar lagi ia akan menginjak Duapuluh  tahun kenapa kakaknya seakan posesif sekali dengannya.

"Please kak.. Aku itu bisa jaga diri, aku bukan lagi anak umur lima tahun yang harus kesana kesini selalu sama kakak"

Dev menatap Michelle dingin dan itu berhasil membuat gadis itu bungkam, jika kakaknya sudah menatapnya seperti itu maka ia tidak akan ada alasan sedikit pun yang di ucapkannya.

Dev berhasil membuat Michelle bungkam dia menarik dagu Michelle dan menatap kedua bola mata hitam itu jantung Michelle kembali berdegup tidak karuan mata coklat Dev berhasil menghipnotisnya.

Bola mata mereka saling memandang satu sama lain seakan mencari sebuah kenyamanan di sana, sedangkan Celine yang berada di sana hanya diam melihat sang tunangannya sedang menatap adiknya dengan begitu intens, rasa cemburu selalu ada tapi dirinya yakin jika mereka tidak memiliki perasaan yang lain.

Jika, itu iya maka mereka menantang hubungan persaudaraan mereka sendiri.

"Ehm" deheman Celine membuat mereka memutuskan pandangannya Michelle hanya menatap secangkir coklat panas yang ia pesan tadi, Michelle sedang mengontrol perasaannya yang sudah tidak karuan.

"Gimana apa kita jadi pergi? " tanya Celine dan Michelle hanya mengangguk pelan untuk menjawabnya.

"Yaudah sekarang aja gimana? " Michelle menatap kakaknya dan ia meminta persetujuan Dan Dev hanya membuang pandangannya kearah Celine dan itu berhasil membuat Michelle merasa sakit hati.

"Hmm.. Lagian acaranya lusa kok, jadi masih ada hari lain buat cari-cari baju. Kalo jadi aku miscall kakak aja"

"Oke"

"Kalau begitu aku pergi dulu ya, soalnya ada mata pelajaran lagi"

setelah permisi dengan Dev dan juga Celine, Michelle pergi menuju kampus yang tepat berada di dekat kafenya tadi.

awan mulai tampak gelap cahaya matahari sudah berganti menjadi awan gumpalan hitam Pekat. Michelle mendongak dan ia bisa merasakan tetesan demi tetesan mulai jatuh menerpa wajahnya. Michelle kembali teringat dengan isi buku yang sempat ia baca tadi.

"Mungkin benar aku hanya ingin menjadi hujan yang mencintai tetesannya tapi masih ada pelangi yang diharapkan hujan ."

Michelle tersadar jika ia lupa membawa buku yang ia baca tadi, ia menghembuskan nafasnya berat dan ia kembali memutarkan tubuhnya untuk kembali masuk kedalam kafe.

Sebelum Michelle malngkah mendekat ke arah meja tadi, ia bisa menangkap gerak-gerik Dev dengan Celine yang sedang tertawa dan itu membuat hati Michelle kembali terluka.

"Sesakit ini mencintai seseorang yang bukan di takdirkan untuk kita. " gumam Michelle.






Terlalu bodoh mencintai orang yang sama, yang tidak di takdirkan bersama.

##

Vote dan komen makasih

Love my brother Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang