Mulai (lagi)

20.9K 1.8K 14
                                    

"Yah, ini udah dua tahun puasa kok anak kita masih betah sendiri aja sih. Anak kita normal kan Yah?"

Aku memutar bola mataku ke arah Ibu yang baru saja selesai berbicara, bukan apa-apa hanya saja aku merasa tersindir dengan ucapannya itu.

"Ya normal lha Bu. Gai, kamu menstruasi kan?" tanya Ayah dengan gelak tawanya dan diikuti oleh Ibu.

Aku hanya berdeham, lalu melahap rakus makanan yang berada di piringku. Selain lapar karena telah berpuasa seharian, nampaknya aku juga baper dengan percakapan ibu dan ayahku malam ini.

"Gayatri Hutami!" Ibu berkata dengan nada bicara yang meninggi sementara aku masih sibuk dengan piringku.

"Harusnya ibu tuh ngelahirin kamu di Solo ya, biar kerasa gitu wanitanya, anggunnya. Ngga kaya gini, makan aja masih berantakan pantes jodohnya jauh."

Pantes jodohnya jauh.

Pantes j     o      d     o     h nya jauh.

Gitu Bu? ↑

Ya Allah, rasanya aku mau nangis aja tapi malu sama nasiku. Akhirnya aku hanya diam, karena kalau ibu sudah mengomel beehh ngga ada yang bisa nandingin deh, sirup marjan kalah pokoknya.

"Assalamualaikum."

Tiba-tiba omelan ibu yang berbuntut panjang itu terhenti saat kami mendengar ucapan salam yang berasal dari pintu depan. Palingan juga Bang Lian berserta istri dan anak-anaknya mampir atau yang lebih bagusnya lagi adalah membawakan kami makanan, mungkin?

Aku dan Ayah saling bertatapan, memberi kode-kode untuk membuka pintu namun akhirnya ibuku pahlawanku lah yang membukakan pintu.

"Ini, klapertartnya ibu masukin kulkas dulu ya."

Tuh kan, maha besar Allah dengan segala firmannya.

Habis diomeli ibu eh dapat kue kesukaan. Kalau udah begini, nikmat Tuhan mana yang kau dustai?

He he.

"Gaia habis puasa atau kerja rodi?" Bang Lian yang duduk di sebelahku langsung melemparkan sebuah pertanyaan saat ia melihat piringku.

"Ada yang lebih menguras tenaga dari itu Bang." kataku yang kembali mengambil potongan ayam kecap itu.

"Apaan?" bang Lian bertanya, aku bisa melihat wajahnya yang sedikit heran itu.

"Diomeli ibu salah satunya."

Kembali, gelak tawa memenuhi meja makan ini bahkan sesekali aku melihat Mbak Risa mengelap air matanya karena tertawa.

Dan aku?

Jangan tanya, aku masih sibuk dengan piringku.

Sementara ibu yang kembali datang ke meja makan, dengan sekejap langsung menghentikan segala tawa yang ada.

"Yan, kasih tahu tuh adikmu supaya cepat-cepat menikah, tinggal sama suaminya biar beras di rumah ibu ngga cepat abis gara-gara dimakan dia."

Ini beneran deh, kalau aku ngga tahu malu mungkin aku udah benar-benar nangis. Ibuku memang seperti ini orangnya, omongannya suka lebih pedas dari embel-embel setan di cabai terlebih jika itu ada sangkut pautnya dengan keberlangsungan hidupku. Ibartanya sebelum aku dimanis-manisin orang aku udah tahu pahit-pahitnya duluan dari Ibu.

"Gai, nikah gih." kata Bang Lian. "Ngga, ngga itu kurang greget." lanjutnya sendiri.

"Gai, kapan nikah? Nah ini yang benar." Bang Lian berucap sambil menahan tawanya.

Aku benar-benar sudah kenyang, makan nasi ataupun makan hati.

Aku bangkit dari duduk.

"Pokoknya kalau kalian masih nanyain itu. Gayatri mau puasa besok!" kataku.

Ayah, Ibu, Bang Lian dan Mbak Risa tertawa yang membuatku sedikit bingung. Tapi, tunggu, tadi aku bilang apa?

Mau puasa besok?

Bukankah memang seharusnya begitu sampai lebaran nanti?

Ah, bodohnya aku.

••

Hai, aku balik.
Btw, mau ngucapin selamat menjalankan ibadah puasa ya bagi yang menjalankannya😄

Aku tau, aku tau. Harusnya aku nyelesain Kedua Kali, April To September dan otewe sequel Jatukrama. Tapi aku lagi stress bgt hihi;( hingga membuat ini sebagai selingkuhan eh tapi malah ide ini yang paling banyak muncul makannya aku publish biar ngga ilang gitu idenya.

Makasi ya, udah dengerin bawelan aku.

Kasih vote, komen dan jangan lupa saran dan kritiknya yah😁😁

Oh iya, cerita ini edisi ramadhan jadi aku bakalan publish setiap hari, yeeeay😆

Udah ah, dadah.

Minds.

High HopesWhere stories live. Discover now