[21]Jadi Begini Rasanya

552 37 11
                                    

Dua hari kemudian

"Oya, gue denger nyokap lo di rumah sakit. Sakit apa?" Setelah bel istirahat lima detik yang lalu, Oya yang masih berada di mejanya itu tengah membereskan buku-bukunya gundah.

"Kanker. Udahlah jangan dibahas, Nyokap gue udah sembuh, kok."

"Oh, oke. Kantin, yuk."

Sekarang Oya berkacak pinggang, alisnya agak menyatu menatap gadis di hadapannya itu heran. "Tumben, nggak ke ruangan voli?"

Erin menggeleng. "Mager, ah. Gue juga udah lama nggak ke kantin bareng lo lagi. Seminggu kayaknya."

"Kangen nih ceritanya?" goda Oya. Memang sudah seminggu--lebih malah--cewek itu tak pernah istirahat bareng dengannya.

Erin memutar bola matanya lengah. "Apa kata lo, dah. Kuy." Lantas ia menarik lengan Oya keluar kelas. Dan selama di perjalanan menuju kantin, keduanya banyak tertawa--terlebih Oya yang sangat lepas tertawanya. Kendatipun dia masih terbayang ucapan Vito di rumah sakit waktu itu, setidaknya Erin dapat sedikit mengurangi stresnya dengan memberi candaan ringan seperti saat ini.

"An-jir." Erin meringis. Seseorang telah menabraknya entah sengaja atau tidak, tapi yang jelas karena hal itu akibatnya tangannya ketumpahan kuah panas bakso yang kebetulan dibawa orang yang menabraknya itu. Refleks, tangannya diayun ke udara.

"Eh, sori-sori." Ares, pelaku yang menabraknya langsung meminta maaf, mengatakan kalau dirinya tak sengaja. Lalu sebagai gantinya, cowok itu meraih tisu meja kantin untuk membersihkan tangan Erin yang ketumpahan kuah bakso miliknya.

Seketika gadis itu melongo. Ini berlebihan, pikirnya. Apalagi ketika cowok itu malah meniup-niup telapak tangannya. Perlu diketahui tangannya jadi adem.

"Ekhem." Oya berdeham cukup keras, membuat keduanya kembali berdiri tegak. Sama-sama mengelus tengkuknya salting.

"Ares, tumben lo sendiri?"

"Eh, Oya. Iya nih gue sendiri, buru-buru juga." Ares membetulkan kacamatanya, mendadak canggung.

"Oh, kenapa buru-buru?"

"Ada urusan mendadak," balas Ares. "By the way, tangannya udah nggak kenapa-napa, kan?" Kini, pandangannya kembali mengarah kepada Erin yang lagi-lagi mengerjapkan matanya, masih salah tingkah.

Dengan ragu, gadis itu mengangguk.

"Oke, kalo gitu gue pergi dulu. Oya, gue duluan." Sejurus kemudian, Ares benar-benar pergi dari kantin.

Sejenak Oya mengerutkan keningnya bingung menatap punggung Ares yang berjalan menjauh. Ada yang berbeda nggak sih sama Ares?

"Gue jadi pengen bakso kayak cowok itu, siapa namanya?" tanya Erin.

"Ares."

"Iya itu, ayo beli." Untuk kedua kalinya Erin menariknya dengan sesuka hati menuju kedai bakso bertuliskan nama 'Mas Bandot' di plang berbahan posternya.

"Berantemnya kurang greget ya, kalo gue jadi kakak kelas itu gue nggak bakal bonyok, tuh." Oya yang baru saja duduk, tak sengaja mendengar bisikkan orang-orang tukang gosip di sebelahnya. Ia segera menatap Erin yang juga tengah menatapnya. Oh, rupanya Erin juga mendengarnya.

"Siapa yang berantem, eh?" tanya Erin kepada mereka yang masih bergosip. Oya tersenyum bangga, ini untungnya punya teman yang memiliki penyakit kepo. Otomatis dirinya jadi nggak perlu susah-susah nanya, bukan?

"Vito sama anak kelas 12."

Uhuuk.

"Siapa?" Kini Oya yang bertanya. Jiwa penasarannya ikut kambuh kalau yang dibicarakan sudah bersangkutan dengan Vi-- ya, pokoknya cowok itulah.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 25, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Mischievous Sister [SLOW UPDATE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang