"Dimana dia?" Suara Sean terdengar serak, menambah kesan mengintimidasi darinya.

Mikage yang berdiri satu langkah di berada Sean tersenyum miring ketika melihat wajah pria-pria gagah dengan otot-otot yang berlebihan kini ketakutan karena wajah Sean yang mengerikan. If Mikage wasn't his best bud, bet he would shit his pants too right now.

Setelah beberapa detik diselimuti keheningan, seorang pria Asia dengan tubuh tinggi dan kurus melangkah maju. Sekujur tubuhnya menyeruakkan bau rokok serta alkohol, dan Sean sangat terganggu dengannya. Ia selau menjauhi kedua benda itu juga dengan obat-obatan terlarang ketika sedang kesal ataupun marah, Sean takut dirinya akan lepas kendali, mengulangi hal-hal memuakkan yang pernah terjadi sebelumnya.

Pria yang kini berhadapan langsung dengan Sean itu entah kenapa tampak begitu percaya diri, meski terlihat jelas kalau ketakutan terpancar dari kedua matanya, ia tetap memberanikan diri untuk mengembangkan seutas senyum miring yang tampak begitu licik.

"Alfred ada di ruangan belakang, Bos."

Mereka berjalan menuju ruangan yang dimaksud oleh pria itu. Begitu pintu terbuka lebar, Sean disuguhi pemandangan akan seorang pria yang terantai di sebuah kursi kayu. Sekujur tubuhnya dipenuhi oleh luka dan memar, tak luput dari darah yang menitis dari kepala juga anggota tubuh lainnya.

Sean melirik pria itu yang tengah tersenyum bangga, seolah dirinya telah melakukan sesuatu yang layak dipuji. But little did he know, Sean is so so so gonna snap right now.

"Kau yang melakukan ini?" Sean menggeram tertahan.

"Tentu saja, Bos. Aku sudah mencoba untuk membuatnya berbicara, tapi bajingan ini terus berkata kalau dia tak tau apa-apa. Jadi—"

Pria itu tersungkur jauh, dan jika beruntung, hidungnya mungkin sudah patah karena satu hantaman dari tinju Mikage yang merupakan seorang atlet kickboxing profesional.

"Wow, aku menyukai sensasinya. Boleh sekali lagi?" Mikage melirik Sean yang kini tersenyum miring. Wajahnya tampak lebih segar sekarang, mungkin karena ia menikmati pemandangan seorang manusia bodoh tidak tau diri dihajar oleh Mikage. Penderitaan orang-orang seperti mereka memberikan kesenangan tersendiri pada Sean.

Sean tidak membalas pertanyaan Mikage dan terus melangkah mendekati pria malang yang kini bergetar ketakutan. Tangan Sean meraih segenggam rambutnya dan menarik pria itu agar setengah berdiri.

"Siapa yang menyuruhmu melakukannya?"
"T-tidak ada, Bos. Ma-maafkan aku, aku, aku kira kita bisa membuatnya—"

"Siapa namamu?" Sean memotong kata-katanya, menarik rambutnya lebih kuat agar ia berdiri tegak meski dengan kedua kakinya yang bergetar.

"Ch-Chao, Bos."

"Chao," Sean mendekatkan wajahnya pada pria itu. Tatapannya yang tajam membuat Chao menelan ludahnya ketakutan, dan kini ia sepenuhnya sadar bahwa Sean sangat membenci orang yang bertindak di luar perintahnya. Baiklah, mungkin Mikage adalah pengecualian karena Sean sudah terlalu malas untuk mempedulikan pria itu.

"Apa perintahku kemarin?"

"Perintahku, Sean, pe-rin-tah-ku. Aku yang menggerakkan mereka." Mikage mendengus dan mencibir kata-kata Sean, sedangkan pria yang satunya hanya memutar bola matanya malas dengan tingkah Mikage.

"Jawab, Chao. Apa perintahnya?"

"Tem-temukan dan tangkap Alfred, B-Bos—! Arghh!"

Satu tendangan mendarat tepat di diafragma Chao, dan Sean sama sekali tidak menahan diri ketika melakukannya. Pria malang itu kini jauh terjerembab di atas lantai sambil membatukkan darah.

Sexual HarassmentWhere stories live. Discover now