Given That Time

486 89 3
                                        

"Kau baik-baik saja?"

"Iya." Eun Ji segera berdiri dengan tegak.

"Kau ceroboh sekali. Bagaimana kalau tadi kau jatuh dan kepalamu membentur itu?" tutur Sehun cemas sambil menunjuk ujung rak piring yang tajam.

"Kau tenang saja. Aku tidak apa-apa. Lebih baik sekarang kau mandi, sebelum Tae Hyung datang untuk menjemputmu. Aku akan menyiapkan sarapan. Handuknya ada di dalam lemari pakaianmu."

Tak menjawab, Sehun beranjak pergi ke kamar Eun Ji. Begitu masuk ke dalam kamar Eun Ji, ia menghentikan langkahnya. Matanya menyusuri tiap sisi dan sudut kamar yang tertata sangat rapih itu. Sehun baru menyadari, ada yang kurang dari kamar itu.

Ia ingat, terakhir kali melihat kamar Eun Ji, kamar itu dipenuhi barang-barang pemberiannya. Kemana semua barang itu? Dulu, bahkan foto mereka berdua dipajang rapih di dinding dan di meja buku milik Eun Ji, di ruang tamu juga ada sekitar 3 foto. Tapi ia baru sadar, kalau tak ada satu pun foto-foto itu yang masih dipajang.

Sehun berniat menanyakannya setelah mandi nanti. Masih dengan pikiran itu, ia membuka lemari yang Eun Ji maksud tadi dan mencari pakaian miliknya. Ternyata tubuhnya tak banyak berkembang, buktinya pakaian yang ada di lemari itu sepertinya masih pas dengannya.

Setelah selesai membersihkan tubuhnya, Sehun berjalan keluar kamar mandi sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk. Ia melangkah menuju dapur. Tapi belum sempat ia sampai dapur, Eun Ji tiba-tiba muncul. Wanita itu sedikit terkejut ketika berpapasan dengannya.

"Sudah selesai? Ayo sarapan," ujar Eun Ji seraya berbalik untuk kembali ke dapur. Sebelum Eun Ji melangkah, Sehun segera menahan tangannya.

Eun Ji kembali berbalik dan menatap Sehun bingung.

"Ada apa?" tanyanya. Ia memperhatikan wajah datar Sehun dengan rambut yang masih basah.

"Apa kau membuangnya?"

"Membuang apa?"

"Kau membuang semua barang-barang itu? Kau membuang fotoㅡ"

"Tidak. Aku tidak membuangnya," Eun Ji memotong ucapan Sehun sambil sedikit menundukkan kepalanya. Nada suaranya terdengar pelan dan datar.

Selama beberapa saat keduanya terdiam. Lalu Eun Ji melangkah ke kamar, Sehun mengikutinya.

Sehun memerhatikan Eun Ji yang terduduk di lantai dekat tempat tidurnya. Kemudian wanita itu mengeluarkan sebuah kardus dari bawah tempat tidurnya. Sehun mengerutkan keningnya bingung, lalu duduk di samping Eun Ji.

"Tak mungkin aku membuangnya." ucap Eun Ji sambil membuka kardus itu.

"Aku menyimpan barang-barang itu di sini, dan di lemari,"

Sehun menatap Eun Ji, lalu beralih pada isi kardus itu. Sehun mengambil salah satu foto yang dibingkai rapih. Ia memerhatikan foto itu beberapa saat, kemudian, "kenapa? Kenapa kau tak memajangnya seperti dulu? Kenapa disimpan?"

Eun Ji diam. Ia menoleh pada Sehun sekilas, lalu kembali menunduk.

"Maafkan aku. Aku menyimpannya agar aku bisa melupakanmu saat itu."

Sehun tertegun mendengar suara Eun Ji yang mulai bergetar.

"Maafkan aku. Sungguh, aku melakukannya karena terpaksa."

"Kenapa? Apa yang membuatmu terpaksa?"

"Kau pergi begitu saja. Seolah-olah menghilang dari dunia ini. Aku tak pernah tahu kabarmu, bahkan aku tak tahu kau berada di mana. Aku mencari dan menunggumu, tapi kau tak pernah kembali," ujar Eun Ji sambil menatap Sehun dengan air mata yang mulai mengalir di pipinya. Ia diam sejenak untuk mengusap air matanya.

"Saat itu aku tak tahu harus bagaimana. Aku terus memikirkanmu. Hampir semua aktivitas penting yang aku lakukan, aku selalu ingat padamu dan ingin kau kembali. Sampai akhirnya aku jatuh sakit." lanjut Eun Ji, berusaha menahan isaknya.

Sehun memegang bahu Eun Ji, merasa tak kuat melihat wanita di hadapannya ini menangis.

"Sakit yang ku alami semakin parah ketika aku bermimpi tentangmu. Aku ingin kau kembali. Sampai akhirnya Hyo Yeon sangat marah dan berusaha membuatku lupa padamu. Dia menyuruhku membuang atau menyingkirkan semua barang-barang atau apapun hal-hal yang berhubungan denganmu." cerita Eun Ji.

"Aku tak bisa begitu saja melakukan itu. Akhirnya aku menyingkirkan semua barang dan hal-hal yang berhubungan denganmu. Tak ada satu pun barang yang ku buang, aku menyimpannya. Sejak saat itu, hari terasa berlalu begitu cepat, sampai akhirnya aku bisa menjalani hidupku tanpa ada bayangan tentang dirimu, walau terkadang rasanya sedikit sesak jika tiba-tiba teringat padamu."

"Aku berusaha untuk melupakanmu. Dengar, melakukan itu bukanlah hal yang mudah."

"Aku berpikir mungkin melupakan seperti berhenti menyakiti, tapi tanpa sadar aku sedang menyakiti diriku sendiri." isakkan Eun Ji semakin bertambah. Kini ia menutup mulutnya dengan telapak tangan kanannnya untuk menghentikan isakkannya.

Sehun mengatup bibirnya, mengutuk dirinya sendiri atas kebodohan yang ia lakukan. Ia tak pernah berpikir Eun Ji akan seterpuruk itu. Ia hanya berpikir lebih baik ia pergi agar Eun Ji baik-baik saja karena tak tahu apa yang terjadi padanya. Tapi ia salah. Apa yang ia lakukan benar-benar salah. Karena yang ia lakukan malah menyiksa orang yang ia cintai.

Sehun menarik Eun Ji ke dalam pelukannya. Membiarkan wanita itu menangis dalam dekapannya. Biarlah Eun Ji merutuki kebodohan orang yang sedang memeluknya itu.

Meninggalkan memang mudah, tapi menerima kenyataan bahwa ditinggalkan itu sangat menyakitkan.

"Aku memang bodoh. Aku salah. Maafkan aku. Seharusnya aku tak meninggalkanmu. Tapi aku punya alasan kenapa aku melakukannya," ujar Sehun. Ia berusaha kuat walau rasanya ingin sekali menangis membayangkan bagaimana Eun Ji saat itu.

"Kau benar-benar jahat. Seharusnya kau katakan padaku apa yang terjadi padamu. Kau tidak perlu pergi begitu saja karena alasan itu." jawab Eun Ji sambil memukul-mukul dada Sehun.

"Maaf."

MemoryWhere stories live. Discover now