Chapter 19

20.6K 1.5K 199
                                    

Awalnya Kirana hanya ingin minum Iced Chocolate karena sudah dua hari ini cuaca Kota Solo lumayan terik. Entah mengapa, pada akhirnya acara minum cokelat dingin ini menjadi serius.

Di kafe yang terletak di Jl. Slamet Riyadi inilah Kirana duduk sambil menyesap minuman cokelat dingin. Minuman itu tidak hanya menyejukkan pikiran, tapi juga hati Kirana. Apalagi di depannya ada pemuda beralis tebal dengan wajah memesona dan senyum yang sempurna. Pemuda itu juga sedang menikmati minuman dingin, green tea latte.

"Kirana ...."

"Elang ...."

Keduanya terkejut karena membuka percakapan berbarengan. Mereka saling tatap, diam sesaat, lalu tertawa bersama.

"Kamu duluan, deh," Kirana masih tergelak.

"Ok, aku duluan yang ngomong, ya. Takut keburu lupa," Elang mengaduk green tea latte-nya.

Kirana menghela napas. Pertemuan-pertemuan seperti inilah yang membuatnya bahagia. Obrolannya mungkin jauh dari soal perasaan, tapi Kirana justru merasa memiliki Elang. Saat seperti ini rasanya Elang menjadi milik Kirana seorang.

"Kamu masih utang menggantikan batik yang dulu kamu rusakkan. Masih ingat?" kata-kata Elang pelan tapi Kirana merasa seperti sesuatu yang menghantam. Kalau pemuda itu cinta padanya, pasti tidak akan terus menuntut seperti itu.

Gadis itu mengangguk pelan.

"Kamu ...," pemuda itu menggantung kalimatnya, membuat jantung Kirana semakin berdebar keras. "Jadian sama Addo?"

Kirana tersengat. Ya ampun, Lang. Kamu benar-benar masih belum peka, ya? Kamu tahu nggak sih, kalau sedang berada di dekat Addo, aku nggak ngerasa apa-apa. Sementara, kalau di dekat kamu, aku seperti orang yang mau pingsan! Jantungku nggak pernah bisa berdetak secara normal, batin Kirana.

Gadis itu menggeleng cepat. Tiba-tiba Iced Chocolate-nya terasa hambar.

"Memangnya kenapa, Lang?"

Elang menyandarkan punggungnya di sandaran kursi. Dia menggosok-gosok hidungnya yang tidak gatal.

"Begini, Kirana."

Kirana berusaha tenang meskipun masih sulit menebak arah pembicaraan ini.

"Kamu jadi belajar bikin batik sama aku?" tanya Elang. Ekspresinya lebih serius.

"Jadi, dong. Kamu punya waktu untuk ngajarin?" Kirana balik bertanya.

"Pastinya. Tapi ada syaratnya," kali ini Elang memasang sorot mata jenaka.

"Lho? Apa? Kamu nggak minta ku ngerjain tugas bikin seribu kain batik dalam satu malam, kan?" Kirana tergelak. Iced chocolate di gelasnya sudah hampir habis. Dia mengaduk sisa-sisa whipped cream di gelas itu untuk menenangkan debar halus yang semakin lama semakin kencang.

"Hahaha ... nggak, nggak!"

Elang, tolong jangan tertawa seperti itu, nanti aku sulit menata hati, batin Kirana.

"Gini ya, Kiran," Elang pasang tampang serius lagi. Kali ini dia mengubah posisi duduknya. Tubuhnya dicondongkan ke depan dan kedua tangannya bertemu di atas meja.

Kirana jadi ikut pasang tampang serius.

"Aku pengen kita lebih dekat dan nggak ada cowok lain yang dekat sama kamu, termasuk Addo."

Kirana melongo. Dia menatap Elang, berusaha mencari nada bercanda pada wajahnya, tapi tidak ada.

"Kamu ... ," Kirana bingung memilih kata-kata.

"Iya, aku pengen kamu jadi pacarku."

BLAR!

Kirana merasa ada sesuatu yang menyambar. Elang nembak? Jadi, selama ini ....

Hampir saja Kirana bersorak kalau tidak ingat sedang berada di tempat umum.

"Aku selama ini susah payah meyakinkan diri sendiri bahwa kamu nggak pacarana sama Addo. Habisnya Addo nempel ke kamu terus, sih," barulah ada senyum lagi di bibir Elang.

"Memangnya aku kayak pacaran sama Addo? Memangnya selama ini kamu nggak nyadar aku ... aku ...," wajah Kirana merona. Dia masih belum mau kalau Elang tahu selama ini Kirana selalu mencari-cari perhatian.

"Perempuan itu berhak mengungkapkan perasaannya, Kiran, termasuk perasaan suka sama cowok."

Sejuk. Kirana merasakan kesejukan, seperti menyelam di danau yang jernih.

"Aku malu, Elang," sahut Kirana, cepat.

"Paling tidak, kamu kasih kode, laaah," kata Elang.

"Lho? Aku udah ngasih kode, kok. Banyak, malah," Kirana bersungut-sungut.

"Mana? Kapan?" mata Elang membulat.

"Kamu terlalu sibuk, sih. Yang ada di pikiran kamu kayaknya cuma batik, ya? Jadinya kamu nggak nyadar ada cewek manis yang ...."

"Suka sama aku? Huuuuu!"

Mereka tertawa bersama.

"Jadi, aku diterima nggak, nih?" Elang serius lagi.

"Nggg ..." Kirana pura-pura mengulur waktu.

Elang menahan napas. Ada harap dan cemas di air mukanya.

"Nggak," sahut Kirana.

Elang baru saja akan melotot tapi urung karena Kirana sudah lebih dulu melanjutkan kata-katanya, "Nggak salah!"

Tawa mereka pun berderai lagi.

Fluttering HeartsDonde viven las historias. Descúbrelo ahora