Kami bersama mencapai puncak. Jantungku berdegup hebat ketika dia memanggil namaku, dalam klimaksnya.

Aku terengah - engah. Begitu juga dirinya. Setengah sadar aku memeluk tubuh Sehun.

"Aku mencintaimu Yoona, selalu mencintaimu... sejak dulu." bisiknya.

*

Aku terbangun ketika merasakan sinar matahari menerobos penglihatanku.

Setengah mengantuk aku melirik ke sisi sebelahku. Sehun masih tertidur pulas. Senyum di wajahku mengembang. Dia memang benar - benar tampan.

Naluri ku sebagai seorang istri mulai timbul. Aku beranjak dari ranjang menuju kamar mandi dalam keadaan telanjang.

Setelahnya aku mengenakan kemeja yang dipakai Sehun semalam lalu berjalan menuju dapur.

Untung saja, Sehun memesan kamar hotel yang cukup besar. Hingga ada dapur di dalamnya. Aku melirik connection door yang menghubungkan kamarku dan Sehun.

Aku tahu dia sengaja memilih kamar seperti itu.

Menggeleng tidak peduli, aku mencari bahan makanan yang tersedia di dalam kulkas.

Ada beberapa sayuran dan buah - buahan.

Kurasa, aku akan membuat salad lagi kali ini.

*

"Yoona!"

Aku menghentikkan kegiatanku menyusun makanan di meja bar. Aku membalikkan tubuhku mendapati Sehun berlari dengan wajah paniknya menuju ke arahku.

"Sehun, ada ap-"

Ucapanku terhenti karna Sehun menubrukkan tubuhnya padaku. Memelukku erat.

"Aku bersumpah, ini terakhir kalinya aku terbangun tanpamu di sisiku." bisiknya terengah - engah. Dia menyembunyikan kepalanya diceruk leherku.

"Aku hanya membuat sarapan untuk kita." balasku sambil tertawa.

Sehun mengendurkan pelukannya lalu menundukkan kepalanya menatapku.

"Jangan lakukan itu lagi." dia mengecup bibirku singkat. "Aku lebih baik kelaparan dari pada harus terbangun dan panik karna mencarimu."

Aku terkekeh, lalu melepaskan pelukan kami.

"Jadi, kita akan sarapan salad lagi hari ini."

"Kurasa aku sudah jatuh cinta pada salad buatanmu."

*

Aku dan Sehun mengabiskan sisa waktu seharian kami berkeliling di sebuah pasar tradisional yang menjual berbagai macam makanan dan pernak - pernik khas Roma.

Terkadang dia melakukan hal konyol seperti memakai topi badut dan tertawa selebar - lebarnya, atau memakai wig Elsa dalam film frozen.

"Apa aku sudah seperti Elsa?" tanyanya.

Aku tertawa geli lalu menggeleng. "Kau bahkan lebih cantik dari dia."

Sehun mendengus geli. Lalu melepaskan semua atribut yang dia pakai.

Lalu dia melangkah kearahku dan menarikku ke dalam pelukannya.

"Apa aku membuatmu bahagia?" bisiknya.

Aku mengangguk malu di balik dadanya.

"Ayo, masih ada banyak tempat yang harus kita kunjungi."

*

Rute kami berhenti di sebuah pantai. Aku sangat menyukai pantai. Apakah Sehun juga mengetahui hal ini?

"Kenapa kita kesini?"

Sehun menoleh kearahku dan tersenyum. Tangannya meraih tanganku ke dalam genggamanya.

"Kita akan menyaksikan matahari terbenam, ayo!"

Dia menarikku untuk mengikuti langkahnya. Lalu kami berhenti di depan sebuah tikar yang sudah di gelar di bibir pantai. Lengkap dengan payung besar dan meja kecil yang sudah tersedia minuman.

Tanpa mengucapkan kata apapun dia menarikku untuk duduk menyandar di dadanya. Menghadap ke pantai, dimana matahari yang warnanya sudah berubah dan kini hanya terlihat tinggal setengah saja.

"Bagian ini yang paling kusukai sekarang." ucapnya.

Dia meletakkan kedua tangannya di atas perutku. Memelukku erat.

Tiba - tiba perasaan takut menjalar ke seluruh aliran darahku. Bayangan soal Yuri akan kembali membuatku takut.

Aku tahu aku sedang bermimpi sekarang. Keintiman dan romantisme yang diciptakan Sehun hanya semu belaka.

Tapi Tuhan, bolehkah sekali saja aku menikmati hal ini?

"Apa yang kau pikirkan dalam kepala cantikmu itu?"

Aku mendongak mendapatinya tengah menatapku. Sambil tersenyum aku menggeleng.

Sehun mendengus pelan. Tapi tetap menarikku lebih erat ke dalam pelukannya.

Jangan bangunkan aku sekarang, Tuhan.

*

Ketika langit menggelap, Sehun berdiri lalu mengulurkan tangannya kearahku.

"Mau kemana?" tanyaku.

Dia tersenyum. "Kurasa aku perlu mengisi tenaga, kau tau kan mulai malam ini aku punya pekerjaan tambahan."

Aku menunduk malu ketika merasakan wajahku memanas. Aku tahu dan mengerti yang dia maksud dengan pekerjaan tambaan itu.

Dia mengajakku makan malam di sebua restaurant di tepi pantai. Dahiku mengert ketika melihat tulisan reserved atas nama Mr. Dan Mrs. Oh. Wajahku kembali memanas.

Sehun menarik sebuah kursi untukku. Aku lagi - lagi hanya bisa bersemu malu.

"Kau semakin cantik ketika wajahmu memerah, Yoona."

Kenapa dia jadi suka menggombal sih?

"Aku masih merasa kau bukan Sehun yang kukenal." gumamku.

Sehun tertawa.

"Aku tidak peduli kau menganggapku sebagai apa, Yoona. Tapi aku nyata, aku bukan mimpi atau ilusi."

Aku hanya diam, tidak tahu mau menanggapi seperti apa.

*

Kami terpaksa harus kembali ke Korea keesokan harinya. Sehun melupakan soal rapat penting dengan salah satu pemegang saham di perusahaannya.

Aku berusaha untuk tidak kecewa tapi pria itu bersikap seolah begitu mengenalnya. Beberapa kali bahkan pria itu menariknya ke dalam pelukan dan mengatakan kata maaf dan menyesal.

Berlebihan menurutku, maksudku hei, ini hanya masalah perjalanan bukan?

Aku hanya berharap ini bukan momen indah kami yang terakhir, sekali lagi aku memohon.

Tuhan, jangan bangunkan aku sekarang.

Aku menoleh ketika merasakan tangannya menyentuh tangankj lembut.

"Aku bersumpah aku menyesal, Yoona."

Aku mengangguk paham. "Itu tidak masalah, Sehun. Ini hanya masalah perjalanan kan? Maksudku, kita bisa kesini lain kali bukan?"

Kali ini dia yang terdiam. Aku berharap diamnya bukan berarti sesuatu, hanya kebisuan karna tak tahu harus menanggapi seperti apa.

Ya, aku berharap itu hanya kebisuan.

Cut!

Cinta dan Rahasia (Complete)Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz