Other to Other Romance Comedy host Wuri Dewi Ningsih

701 13 0
                                    

"Kau adalah segalanya. Potongan roti dari roti lainnya yang melengkapiku.."
Segera Fany memasang earphone ke telinga. Tidak berminat mendengar lanjutan puisi norak Adit. Adit berhenti melantunkan puisinya dan bersiap menggoda Fany dengan cara lain. Sekuntum mawar dan sebatang cokelat Adit berikan ke Fany. Gadis itu menolak. Dan bersiap untuk keluar dari kelas.
"Fan.. Fany.."
"Mau kemana, Fan?" Adit meraih tangan Fany, berusaha mencegah gadis itu supaya tidak pergi.
"Lepas, Dit. Apa-apaan sih." Fany menyentak tangannya hingga terlepas dari tangan Adit.
"Terimalah persembahan dariku, wahai puja...," puisi jayus Adit terhenti, karena Fany sudah berjalan pergi menjauh darinya.
Fany terus menggerutu sepanjang langkahnya menuju kantin.
Fany berjalan menuju kelas. Di depan ruang guru ,Alea menyapanya.

"Hai Fan.. Gimana hubungan kamu sama Adit?"
Fany hanya menatapnya dengan tatapan sinis dan pergi tanpa berkata apapun.
Fanny tidak menghiraukan panggilan itu. Walau dalam hari tersanjung dengan langkah berani Adit, ia berusaha untuk tidak tersenyum.
'Najis, ah. Kek gak ada cowok lain aja?,' batin Fanny yang tidak rela ditembak cowok terbadung di kelas.

Ketika membuka pintu kelas, suara gegap gempita mengejutkannya. Fanny menjerit kaget. Lebih kaget lagi membaca tulisan acak-acakan di kertas gambar yang ia yakin ditulis banyak orang dengan terburu-buru.
'Ciye', 'Fanny', 'Jadian', 'Sama', 'Adit'.
Fanny menoleh ke belakang. Adit nyengir kuda.
"Sory, Fan. Aku gak bisa biarin kamu lari gitu aja. Aku gak bakalan berani gini kalau gak serius sama kamu."

Grrr!
Sobekan kertas itu beterbangan di depan muka Adit.
"Setelah kamu ejek aku sebagai cewek ndeso, bau menyan, rambut ijuk?!"
"Kemarin itu, aku..."
"Woy, Cowok sarap! Denger, ya... biarpun Dewa Enggong turun ke bumi, aku nggak bakal sudi jadi cewekmu!"
"Tapi, Fan... kamu nggak pengin, pacaran sama cowok yang sering disalahpahami sebagai Lee Min Ho? Nggak pengin menikmati fasilitas-fasilitas yang aku punya sebagai calon CEO Fairytale Group?"
Fanny langsung mendecih. Puih. Puih. Amit-amit. Jajik ping.
"Aku akan mencintaimu seperti Rama mencintai Sinta..." rayu Adit.
Alih-alih mendatangkan balasan manis, Fanny spontan melotot dan melayangkan tabokan maut.
"Maksudmu, kamu mau aku bakar diri untuk membuktikan kejujuranku???"
.
"Lee Min Ho gundulmu! Mas bro kalau mimpi jangan ketinggian, tar jatuhnya nyungsep!"
"I love Luwak white cofee." Wajahnya tersenyum manis dengan gaya ala-ala iklan. "Bener kan? Sebelas dua belas ama Aa Min Ho bukan?"
"Apaaa?!!" Fanny berteriak sambil membelalak lebar. Teman-teman sekelas mendekatkan kamera. Bahkan mengatur zoom in zoom out agar penampilan Fanny menjadi ala-ala sinetron. Tak ketinggalan mereka menyodorkan air mineral gelas. Fanny dengan sukses mereka ulang adegan khas drama Korea.
Tapi Aa Min Ho KW3 malah mengibaskan rambut serupa model shampoo. "Apapun kulakukan demi kamu Sayang."
"Ishh!!!" Fanny melotot.

Adit tidak bisa untuk tidak terkejut dengan ucapan Fany. Bahkan tabokannyapun terasa sangat menyakitkan hati ketimbang pipinya yang menjadi korban. Adit menunduk dengan wajah pucat, dan bingung hendak melakukan apa lagi.
Fany berbalik dan berjalan menuju bangkunya saat terdengar ucapan Adit, "Wahai Bidadariku. Maafkan aku akan semua sebutan konyol itu padamu. Kau adalah gadis sempurna untukku. Jangan pergi, jangan tinggalkan aku."
Sontak seluruh anak di kelas hening, tapi dengan menahan tawa karena ucapan melakolis Adit yang terdengar norak itu.
Adit menatap Fany dengan tatapan permohonan dan senyum manis ala Lee Min Ho. Ia semakin senang saat Fany mendekat ke arahnya. 'Ternyata jurus menyebut Lee Min Ho mempan juga buat bikin Fany balik," gumam Adit dalam hati. Berharap.
"Ngomong sama tembok," ucap Fany keras seraya mengangkat tangannya menunjuk tembok kelas.

Adit menatap tembok yang ditunjuk Fany. Lalu ia menggaruk-garuk kepalanya dengan memasang tampang dongo.
"Masa aku harus ngomong sama tembok, sih? Kan aku mau jadi pujaan hatimu, bukannya pujaan tembok."
Fany mengabaikan ucapan Adit. Lalu duduk di bangkunya pura-pura membaca buku. Tiba-tiba Adit berlari keluar kelas.
Fany pun mengembuskan napas lega, "Akhirnya si kunyuk itu minggat juga."
Tak lama Adit kembali dengan membawa kembang suji yang berakar, memberikannya kepada Fany. Cewek itu pun mendelik.
"SIAPA YANG MENCABUT TANAMAN DI POT?!" Adit menoleh ke sumber suara, menatap Bapak berkumis itu ngeri.

"Fany, Pak," Adit menjawab, agak terbata-bata. Matanya mengikuti Pak Tarno yang masuk kelas dan mematikan keramaian yang barusan masih riuh. Lengannya yang memegang bunga suji gemetar; dia sadar Fany mulai memelototinya. Namun sebelum sempat melanjutkan, Pak Tarno menyela.
"Apa itu benar, Fany?"
Fany mengertakkan gigi, memendam umpatannya untuk Adit. Sedetik kemudian, dia tersenyum dan menjelaskan, "Benar, Pak." Senyumnya mengembang saat wajah Adit berubah semringah. "Saya ke Adit udah kayak bunga ini. Awalnya mekar dan baik-baik aja, terus ilfil berat sehabis dia ngomong macem-macem sama saya!"

"Memangnya kamu ngomong apa, Adit?" tanya Pak Tarno seraya memegang kumisnya.
Adit gelagapan. "S--saya cuma bilang ... emh ... itu lho, Fany cantik."
Pak Tarno melirik Fany yang menatap Adit sebal. "Kamu memang cantik, Fany. Seperti bidadari yang turun dari langit. Mengalahkan kecantikan Mbak Pur, penjaga kantin. Will you marrry me?"
Fany menatap Pak Tarno ngeri. Dia menggeleng kuat-kuat.
"Fany, dibanding Pak Tarno, aku lebih muda," kata Adit tak mau kalah.
Fany memegang kedua kepalanya dan berlari sambil berteriak.
"Fan? Fany? Bangun, Sayang, nanti kamu terlambat sekolah."

" Fan... fanny...." seperti ada suara dari dunia lain memanggilnya
Fanny sibuk sendiri mengenang mimpinya semalam. Dia benar-benar bersyukur itu cuma mimpi, tapi seandainya mimpi itu jadi nyata ah terlalu indah. Kecuali di bagian pak Tarno, apalagi beliau sudah berdiri di depan Fanny dengan wajah yang susah dilukiskan. Memandang tajam ke arah Fanny.
"Eh iya pak?"
" Berapa cosinus 60 derajat, Fan? Dari tadi ditanyain ngelamun melulu"
Seluruh kelas menoleh ke belakang, menatap Fanny. Tak terkecuali Adit yang duduk di depan.
"Eh ... eng... "
"Ter-se-rah", jawab adit tanpa suara tapi gerak bibirnya terbaca oleh Fanny.
"Terserah, pak" jawab Fanny lantang
"Huakakakakakaka" spontan seluruh kelas tertawa
"Eh maksud saya setengah, pak" Fanny tersadar dan mengoreksi
Fanny menatap ke arah Adit, dan dia nyengir kuda.

Saat jam pulang sekolah, Adit dan Fanny pulang bersama. Fanny tadi sebal dengan jawaban yang diberikan oleh Adit. Masa bilang terserah? Itulah pikiran Fanny sekarang.
"Dit. Kau tahu gak sih kalau kau itu ngasal-asalan? Kau mau mempermainkan temanmu ini?"
"Iya, deh. Sebenarnya aku tuh ingin menjahilimu. Maaf deh kalau begitu."
"Hiks. Aku tuh tadi di kelas malu, tau. Ditertawain teman-teman, sama Pak Tarno juga. Malu ah, malu."
Adit malah semakin tersenyum dengan Fanny. "Ih, jangan ngambek gitulah. Aku minta maaf."
Fanny menyilangkan tangannya sambil cemberut. "Baiklah. Aku akan memaafkanmu, tapi ada hukumannya."
"Hukuman apa? Jangan sampai hukumannya mengerjakan PR-mu. Ih tak mau, ah!"
"Tidak susah, kok. Kau hanya perlu mentraktirku makan. Aku tadi makan Martabak Mini 5 biji tapi tak menampung perutku. Kau 'kan punya banyak uang, jadi traktir saja aku. Oke?"
Adit sejenak berpikir dan langsung memutuskan. "Aku sih awalnya keberatan, tapi tak apalah. Aku traktir. Makan di restoran Ayam Kentaki yang selalu kita kunjungi?"
"Oke."
Mereka melakukan high-five (tos tangan) dan Fanny kembali ceria setelah tadi cemberut. Mungkin karena kelaparan ingin makan Ayam? Yang jelas Fanny kembali tersenyum karena itu.

Fanny dan Adit tiba di tempat makan Kentaki.
"Penuh," ucap Adit pada Fanny.
"Iya. Aku bisa lihat kok, kan punya mata." Jawab Fanny membuat Adit memutar bola matanya.
"Eh, itu ada yang pergi, ayok!" Ajak Adit pada Fanny yang sedang ngupil. "Fanny! Jijik!" Bentaknya.
"Eh iya iya, hehe."
"Kamu mau makan apa?"
"Samain aja kayak kamu, akumah apa atuh kan cuma di tlaktir."
"Yaudah."
Pesanan mereka pun datang setelah menunggu satu jam. Cacing-cacing di perut Fanny rasanya sudah disko minta diberi jatah, supaya bobot tubuhnya bertambah.
"Fan, bentar," ucap Adit disela-sela makan. Dia tiba-tiba mengulurkan tangannya ke dekat bibir Fanny, membuat Fanny salah tingkah. "Upil kamu Fan, gede banget. Nih lihat! Jijik! Ada di atas bibir kamu!" Lanjut Adit sambil meringis geli.

Tapi tiba-tiba Lee Min Hoo datang dan merusak momen indah mereka. Mau tidak mau Fany ditarik paksa Min-Hoo masuk ke dalam mobil meninggalkan tempat makan kentaki. Dan Adit hanya bisa menatap kepergian Fany bersama Ayam yang belum sempat ia makan. THE END.

Kontributor:

Sulis Tyowati, 

Icha Youngest, 

Hanny Dewanti, 

Putu Felisia, 

Catz Link Tristan, 

Inasni Dyah R, 

Rohmah Wahyunie Plur, 

Hilda Afidawati, 

Yessie L Rismar, 

Lana Raritzdan, 

Ari Usman, 

SitiRokayah

Cerita PilihanWhere stories live. Discover now