bagian dua.

1.4K 141 1
                                    

***

Hari kedua pasca pernikahan.

Pagi mereka diawali dengan suatu keributan yang mengerikan. Ya, keduanya bangun kesiangan, ralat bukan keduanya lebih tepatnya Irene. Pukul 10:00, itu siang bagi Irene, namun bagi Sehun? Itu terlalu awal baginya untuk bangun. Namun, yang membuat pagi mereka riuh adalah teriakan meriah milik Irene.

"Ya! Oh Sehun, bagaimana ini?" Sontak hal ini membuat Sehun dengan sigap duduk, dengan mata masih tertutup.

"Kau kan harus mulai bekerja hari ini. Lihatlah sudah pukul berapa ini, ah bagaimana ini?" Irene kalang kabut sambil memegangi kepalanya, mengacak rambutnya tak karuan.

Perlahan kelopak mata Sehun terbuka, menyipit untuk menyesuaikan cahaya yang masuk lewat celah jendela kamar.

"Ah sungguh berisik Irene." Ujar Sehun dengan nada kesal.

"Sudah pukul 10:00 Sehun, bukankah kemarin bilang mau mulai bekerja?"

"Lalu?" Sehun menoleh kearah Irene yang memandang kaca meja rias dengan pandangan kosong.

"Astaga. Demi tuhan, bagaimana bisa aku tidak mendengar alarm." Irene tak henti merutuki kebodohannya.

Sehun berteriak dalam hati. Berhasil. Ya, upayanya berhasil membuat Irene tidak bangun pagi hari ini. Semalam dengan lancangnya Sehun mengotak-atik ponsel Irene, mengganti mode alarm -ah bukan, bukan mengganti. Lebih tepatnya, mematikan.

Karena memang dia berniat mengundur waktu masuknya satu hari lagi. Ingin berlama-lama dengan Irene? Termasuk salah satu alasannya.

"Tak apa, aku bisa mengundur waktu kerjaku-"

"Tidak Sehun, berangkatlah sekarang. Aku akan menyiapkan air hangat untukmu mandi."

Sehun mendesah kesal.

"Ada apa sih? Kenapa senang sekali saat akan kutinggal. Oh Irene ayolah, apakah ada sesuatu yang kau sembunyikan? Jangan-jangan kamu akan mengajak pacar-"

"Sehun."

"Baik, baiklah aku akan mandi. Nanti saat aku bekerja, jangan merindukanku ya."

"Tidak akan." Ujar Irene sambil mendorong tubuh Sehun menuju kamar mandi.

***

Dua buah piring berisi sphagetti telah tersaji manis diatas meja makan. Irene mengelap peluh yang membasahi dahinya. Cukup melelahkan. Mulai dari membersihkan kasur yang tadi mereka tiduri, menyiapkan baju yang akan dikenakan Sehun bekerja, dan tentunya sibuk mencari menu yang pas untuk sarapan mereka di pagi menuju siang ini.

"Ehem." Sehun berdehem sambil menuruni anak tangga. Sibuk dengan dasi yang melilit rapi dikerah bajunya. Sebenarnya pria ini cukup pro dengan dasi mengingat sudah lama hidupnya hanya berkutat dengan pekerjaan.

Irene tersenyum melihat sang 'suami' yang kini telah siap dimeja makan, melihat Sehun mulai menyendokkan sesuap sphagetti buatannya.

"Segeralah. Jangan terlambat terlalu lama Tuan Oh." Irene ikut duduk dihadapan Sehun.

Sehun hanya menatap kesal pada wanita yang telah sah menjadi istrinya itu.

"Apa?" Irene merasa aneh dengan tatapan itu berusaha mengalihkan pandangannya.

"Kesal saja." Sehun berbicara tanpa melihat kearah Irene sedikitpun. Cukup mengerti dengan situasi yang ada, Irene mencoba menetralkan suasana.

Ya sepertinya dirinya akan mengalah kali ini.

LUVTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang