"Kau itu seorang pria sederhana. Menangis bukanlah pilihan terbaik dalam masalahmu, kecuali kau merasakan bagaimana itu sakit hati. Kau mungkin hebat dalam banyak hal, tapi kau tidak pernah hebat atau bahkan bisa dalam mengatur dan memercayai apa ya...
Tepat lagi. Sesuai dugaanku bahwa dia adalah pemilik jiwa yang berkharisma dibalik kedataran wajahnya, yang sebenarnya bermata tajam.
"Baiklah. Sesi perkenalan sudah berakhir. Oh ya, jika kamu menanyakan dimana yang lain, sebelum itu aku akan menjawabnya. Mereka masih memiliki kesibukan lain selain berkumpul dengan kami."
Jun Myeon merangkul bahuku. Mengajakku berkeliling mengelilingi tempat ini. Dia menjelaskan banyak hal, yang cukup membuatku kagum.
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
*
"Jadi, sekali dalam seminggu kami selalu mengumpulkan hasil potret dari setiap kamera polaroid atau instax yang kami miliki. Entah itu apa. Lalu, kami bergantian mengganti foto yang tergantung, dan foto yang tergantung akan ditempatkan pada buku album milik masing-masing. Karena agenda itu masih terpikirkan seminggu yang lalu, kami pun juga masih melakukan itu sejak seminggu yang lalu,"
Jun Myeon tampak senang menjelaskan segalanya. Hingga aku merasa dia tidak melewatkan sedikitpun tentang tempat ini, agenda mereka dan hal lain.
"Dan yang menarik, di atas sana, terdapat penginapan. Sebagian dari kami menginap di sana dan memiliki kamar tersendiri. Ada sekitar lima belas kamar. Meskipun tidak terlalu luas, setidaknya menyenangkan. Tempat ini bagaikan rumah untukku dan yang lain. Bagaimana? Kamu tertarik untuk menginap pula? Kamu bisa pulang kapanpun. Tapi setiap anggota memang memiliki kamar sendiri. Entah untuk apapun, asal itu tidak berbahaya. Hahaha."
Satu kata untuk Jun Myeon dariku. Menyenangkan.
"Sekarang akan aku tunjukkan pemilik setiap kamar serta kamar milikmu." Dia mengarahkanku menaiki tangga. Dan tepat saat mengginjak tangga terakhir. Aku masih dibuat terkejut sekaligus terkesan.
"Ini dia. Kamar laki-laki disebelah kiri, dan para gadis di kanan. Dari luar memang tampak sempit, tapi saat kamu memasukinya, maka akan sangat menyenangkan. Ini kamarmu, kamu bisa menamainya pada pintu. Ada papan nama kecil di sana. Aku akan ke bawah. Silahkan menikmati kamarmu, dan menatanya sebaik mungkin. Karena kami juga mengadakan kontes kamar terbaik. Oh ya, satu lagi, kuharap kamu tidak macam-macam dengan kamar para gadis."
Jun Myeon menutup pintu kamar ini. Membiarkanku menikmati kamar ini sendirian. Dan apa yang dikatakannya memang benar adanya. Berada di kamar ini sangat menyenangkan. Tidak hanya fasilitas berupa ranjang, nakas, dan almari. Tapi, suasananya benar-benar nyaman. Kamar ini memiliki jendela yang menghadap langsung ke arah sungai yang di belakangi oleh tempat ini. Dan mungkin, kamar para wanita dihadapkan pada jalanan di depan tempat ini. Ranjangnya memang tidak sebesar milikku di rumah, tapi ranjangnya sangat bersih dan ditata rapi, dengan bantal dan selimut menggenapinya. Almari dengan dua pintu ini masih kosong. Menanti pemiliknya mengisinya. Dan nakas kecil di samping almari berisi beberapa buku album yang masih kosong pula.
Aku mungkin perlu melakukan banyak hal pada kamar ini. Seperti yang lain. Aku pun memutuskan meletakkan kamera polaroidku di atas nakas. Dan tidak lupa menamai papan kecil di depan pintu dengan spidol hitam bertulisakan namaku. Aku telah selesai, membuatku berdecak kagum. Lalu aku kembali ke bawah terlebih dahulu. Kurasa aku akan sangat betah berada di sini.
Aku menuruni tangga, membuat beberapa pasang mata menatapku sejenak lalu kembali pada aktivitas mereka.
Jun Myeon kembali menyambutku di bawah tangga. Merangkulkan kembali tangannya pada bahuku lalu tertawa renyah tanpa aku tau apa yang ditertawakannya.
"Bagaimana? Kamu suka?"
"Tentu saja, tempat ini sungguh memberikan kenyamanan. Tapi jujur saja aku masih merasa canggung pada kalian." Aku menggaruk tengkukku yang tidak gatal, lagi. Menunjukkan kecanggunganku.
"Santai saja Min Seok, nanti kamu juga akan terbiasa." Terdengar He Ra menyahut yang membuatku tersenyum padanya.
Aku dibawa Jun Myeon menuju sofa di depan proyektor. Ternyata di sana juga ada televisi yang awalnya tidak terlihat olehku.
Jun Myeon menyalakan televisi, dan menyuguhkan beberapa makanan padaku. Aku hanya mengangguk padanya.
"Sebenarnya, semua member dari komunitas ini sudah saling mengenal. Beberapa dari kami adalah teman dari kecil, atau baru bertemu saat kuliah. He Ra lah yang mengenal kami semua serta saling mengenalkan kami satu sama lain. Semenjak saat itu, kami berteman."
"Tunggu! Jadi aku adalah pendatang satu-satunya yang tidak dikenal siapapun?"
"Hahaha.. Benar sekali. Tapi tidak perlu merasa berkecil hati. Kami hanya bersembilan denganmu. Itu bahkan jumlah yang sedikit. Akan mudah bagimu membiasakan diri dengan kami. Aku yakin itu. Beberapa member mungkin tidak terlihat, mereka masih sibuk dengan pekerjaan atau urusan mereka di luar sana."
Aku mengangguk mengerti. Kini, aku mulai lega. Jun Myeon dengan senang hati menenangkanku. Dia kembali memakan makanannya, lalu kembali bicara.
"Sering-seringlah menjadi pembicara yang menyenangkan, maka semua tidak akan terasa canggung. Kami ini sudah seperti keluarga. Anggap saja, aku adalah kepala keluarganya. Dan He Ra pemegang keuangan." Jun Myeon melirik ke arah He Ra, lalu menaikkan alisnya padaku.
"Oh.. Jadi dugaanku benar. Kamu dekat dengan He Ra lebih dari teman?" Aku mulai membiasakan diriku padanya.
"Darimana kamu tau? Memang, kami sudah bertunangan kau tau. Kami adalah teman sejak kecil."
"Aku melihat kesamaan postingan kalian berdua pada akun kalian. Jadi, sebenarnya pun, sebelum kita saling mengenal, aku sudah mulai menduga-duga di dalam hati"
"Wah.. Pandai sekali kau, menjadi penguntit terlebih dahulu sebelum kemari"
Jun Myeon tertawa keras. Mungkin hampir membuat yang lain terganggu atau bertanya-tanya hal apa yang ditertawakannya. Tapi, semua memilih acuh pada kami.
"Tidak begitu. Aku hanya ingin lebih mengetahui identitas kalian sebelum menemui kalian,"
Tanganku tergerak mengambil makanan yang ditawarkan oleh Jun Myeon. Bersikap sebiasa mungkin dengannya tanpa kecanggungan.
"Baiklah. Aku hargai usahamu itu."
Aku dan Jun Myeon terdiam cukup lama. Menikmati televisi yang menampilkan acara semacam show. Berada pada pikiran kami masing-masing. Hingga jam tangan yang ku kenakan membunyikan alarm. Aku segera melihatnya dan tersadar bahwa aku sudah berada pada batasanku.
"Jun Myeon. Kurasa aku harus pulang sekarang. Jika tidak ibu akan mengkhawatirkanku,"
Aku berdiri dari dudukku. Mengarahkan pandanganku pada Jun Myeon dan yang lain. Membuat He Ra dan Kyungsoo menghampiriku.
"Mengapa cepat sekali? Kamu tidak ingin menginap atau di sini lebih lama?"
"Aku rasa lain kali. Aku akan menanyakannya pada ibuku. Sekarang aku harus pulang. Takut ibuku khawatir padaku."
Aku menampakkan wajah ketakutanku. Membuat mereka memberiku sedikit jalan untuk keluar.
Dan sebelum aku menggapai pintu, aku berbalik.
"Tidak apa kan jika aku meninggalkan polaroidku di atas?" Aku menggigit bibir bawahku menanti jawaban mereka atau salah satu.
"Bukankah itu kamarmu? Kamu bisa meletakkan apapun di sana. Jangan khawatir asal kamu membawa kuncinya dengan baik." Eon Bi menjawabku dengan tidak sekeras sebelumnya.
"Tentu, baiklah aku pulang dulu. Selamat tinggal. Sampai jumpa!" Aku membuka pintu dan keluar dari tempat menyenangkan dan nyaman ini. Dan sebelum aku menutupnya rapat. Seseorang menarikku untuk menghadap padanya. Jun Myeon.
"Min Seok, jika kamu berkunjung lagi, tolong ingatkan aku untuk mengatakan sesuatu padamu."