16

8 0 0
                                    

Satu pekan berada di Tokyo membuat Naya tidak ingin meninggalkan kota itu beserta kenangannya. Kenangan bersama seseorang yang berhasil membuatnya nyaman, dan suasana musim gugur yang menyenangkan. Meskipun begitu ia harus tetap kembali ke Jakarta. Dan disinilah dia. Di sebuah kamar kost yang tak luas, lemari yang tertempel kertas- kertas mimpi, dan kasur yang biasa ia singgahi. Naya berjalan ke depan almari dan mencoret impiannya yang sudah terwujud. Lalu ia mengambil daun momiji, meletakkannya pada sebuah figura kecil dan memasangnya di dinding. Tak banyak oleh- oleh yang ia bawa dari Tokyo. Hanya beberapa untuk kedua sahabatnya, teman satu kelas, dan dirinya sendiri. Naya sudah membelikan sesuatu untuk kedua orang tuanya. Akan tetapi, karena keadaan, ia lebih memilih untuk menyimpannya terlebih dahulu.

Terdengar suara ketukan pintu. Tak lama kemudian, seseorang muncul dengan wajah sumringah. Shila berlari kecil memeluk Naya dengan erat membuat gadis itu merasa sesak nafas. Shila kemudian melepaskan tangannya dari Naya.

"Gimana Nay? Seru nggak?" tanya Shila yang sudah mulai penasaran.

"Seru dong. Rani mana? Nggak ikut?" Naya celingukan mencoba menemukan seseorang yang ia cari. Akan tetapi tetap tidak ada. Akhirnya Naya berjalan mengambil bingkisan dan menyerahkannya pada Shila. Bingkisan itu disambut dengan antusias yang tinggi dari Shila.

Naya berbaring di kasur dan menimang- nimang sesuatu dalam pikirannya. Ia memanggil Shila sebentar, setelah Shila menanggapi ia mulai membuka mulut. "Kamu ingat nggak sama teman fb yang pernah aku ceritain?"

Shila mengangguk dan mulai tertarik dengan topik ini.

"Orang yang selama ini aku panggil Esa ternyata Fero," lanjut Naya menggigit bibir bawah. Ia tidak ingin melihat ekspresi yang ditunjukkan temannya.

"Haaa? Yang bener Nay? Kok bisa?" Shila dengan segera menghampiri Naya, ia menggoyangkan tubuh Naya beberapa kali agar gadis itu bangun dan menjelaskan lebih lanjut tentang Esa atau Fero atau siapapun itu.

Naya bangkit dan menjelaskan semuanya secara runtut bahkan tidak ada satupun yang terlewat, akan tetapi ia meminta agar tidak memberitahukan masalah ini pada Rani. Naya takut jika nantinya Rani akan salah paham.

"Itu artinya Fero udah tau dong, kalau Naka itu kamu Nay. Berarti Fero--." Shila memberi jeda sebentar sebelum melanjutkan, sedangkan Naya menatap lekat mata Shila seakan menyuruh gadis itu melanjutkan. "Fero suka sama kamu Nay. Oh tidak."

"Ngaco ih. Dia nggak ngomong apa- apa kok. Chatingan kita juga biasa- biasa aja." Naya mencoba mengelak tuduhan Shila. Sebenarnya ia sendiri merasa Fero sangat ramah dengan dirinya, suka bercanda meskipun hanya lewat media sosial. Tapi Fero pasti melakukannya dengan semua orang, bukan hanya dengan dirinya saja.

"Kamu sendiri suka nggak sama Fero?" tanya Shila

Naya bingung dengan jawaban yang harus diberikan kepada temannya. "Enggak lah. Fero udah cocok banget sama Rani." Kata- kata yang keluar tidak sesuai dengan apa yang ada di dalam hatinya. Sebenarnya ia mulai memiliki sedikit perasaan pada Fero. Tapi cukuplah dirinya dan Tuhan saja yang tahu. Ia takut jika cintanya dengan Fero bisa merusak cintanya pada Tuhan.

Rani meminta ponsel Naya. Ia membuka personal chat Naya dengan Fero dan membacanya sebentar sebelum Naya mengambil alih benda tersebut.

"Eh, jangan diliatin dong. Kan malu." Naya mendekap ponselnya

"Heleh biasanya kamu juga buka- buka punyaku," balas Shila dengan nada sedikit kesal. Sedangkan Naya hanya tersenyum.

"Itu sih emang bener kalau Fero suka sama kamu. Kamunya aja yang nggak peka."

***

Virtual ImageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang