Misteri Osk

48 5 7
                                    

Makan malam keluarga Lord Tigris selalu seperti perjamuan kerajaan. Di atas meja panjang yang ditempatkan di tengah-tengah ruangan disajikan beraneka macam masakan. Dari sup asparagus hingga kue cokelat yang menjadi favorit. Daging panggang kesukaan sang bangsawan menguarkan aroma yang menggugah selera. Tapi, tidak akan ada yang berani menyentuhnya lebih dulu sebelum Lord Tigris mengambil bagiannya. Sesekali, dalam momen-momen tertentu, Lord Tigris akan memberikan potongan pertama pada pada putranya yang berhasil mendapatkan prestasi atau kerjasama yang menguntungkan. Siapa pun yang akan mendapatkannya akan terus-terusan membanggakannya selama berhari-hari.

Denting sendok dan garpu beradu dengan suara obrolan dan gelak tawa yang seolah tak ada habisnya. Pria yang jarang tersenyum itu tidak terbiasa makan dalam keadaan sunyi senyap sejak memiliki sembilan putra yang memiliki tingkat kepatuhan yang berbeda. Belum lagi beberapa kerabat dekat dan sahabat yang selalu saja datang silih berganti. Mereka membawa cerita yang berbeda. Kabar-kabar dari berbagai tempat yang jauh. 

Lord Tigris lebih sering mendengarkan sambil menyimpan cerita-cerita mereka di dalam ingatannya. Kadang-kadang kisah mereka menginspirasi. Menumbuhkan ide baru untuk meluaskan jaringan bisnisnya. Pria yang kerap berpakaian serba hitam itu memiliki insting yang kuat. Jika dia memercayai sesuatu, dia akan melakukannya sampai mendapatkan hasil yang diinginkannya.

"Aku mulai tidak menyukai aturan yang mewajibkan kita makan malam. Kau tahu berapa banyak undangan yang kuterima?" Zac mengeluh sambil mengaduk-aduk makanannya dengan gerakan malas. "Ah, tentu saja kau tidak tahu. Kurasa kau tidak terlalu sering mendapatkan undangan makan malam."

Osk tidak menanggapi ocehan kakak ketujuhnya itu. Zac suka berpesta dan menjadi tamu kehormatan dari para bangsawan di kerajaan Somer. Bukan karena Osk iri padanya tapi Zac hanya butuh telinga untuk mendengarkan keluh kesahnya. 

"Kau sungguh-sungguh tidak berniat sesekali mangkir dari makan malam yang membosankan ini, Osk?"

Osk berhenti mengunyah. Tidak ada pilihan selain mendengarkan apa saja yang Zac katakan lalu menjawab setiap pertanyaannya.

"Pasti bohong kalau aku bilang tidak," jawab Osk tenang. "Aku dengar masakan koki di rumah keluarga Lord Button sangat enak."

Zac mendekat ke arah Osk lalu berbisik, "Kent pasti membenci kalau aku bilang ada koki lain yang masakannya lebih enak. Tapi itulah kenyataannya. Mungkin aku harus memberitahu Evan agar dia mengundangmu juga."

"Tidak perlu, Zac." Osk buru-buru. "Maksudku... Aku... Kau tahu, Evan agak pemilih soal teman. Aku tidak ingin acara makan malamnya akan menjadi canggung karena kehadiranku."

"Kau benar soal itu. Seingatku Evan hanya bisa mengobrol lebih banyak denganku atau Taj. Kurasa bocah itu akan terkurung di kastilnya jika tidak berteman denganku."

Osk mengangguk pelan. Evan bahkan tidak pernah bicara lebih panjang dari dua kalimat padanya. Osk yakin sahabat kakaknya itu memang tidak menyukainya seperti sebagian orang di Kerajaan Somer. Kalau saja ayahnya bukan Lord Tigris, pasti tidak ada tempat untuknya di kerajaan ini. 

Osk memandangi pantulan dirinya di gelas. Dia mengetahui dengan jelas alasan mereka diam-diam tidak menyukainya. 

"Mungkin aku harus segera menikah," cetus Zac membuat Osk menoleh.

"Kau? Menikah?" Osk menahan tawa. Dia tidak yakin pernikahan cocok untuk kakaknya itu.

"Aku tahu akan membuat banyak gadis patah hati. Tapi setidaknya aku punya alasan tidak makan malam bersama kalian. Seperti Sky," sambung Zac menyebut nama kakak tertua mereka yang telah menemukan ide brilian untuk melepaskan diri dari kewajiban sebagai anak Lord Tigris. 

"Tapi kau juga akan seperti Sky yang menjadikan makan malam keluarga sebagai alasan untuk tidak makan di rumahnya sendiri."

Zac mengguman tidak jelas. Kadang-kadang perkataan Osk membuatnya kesal karena bukan hal seperti itu yang ingin didengarnya. Tapi, Zac cukup senang karena meskipun mereka tidak sering bersama, Osk cukup memahami dirinya. 

"Aku mungkin tidak akan bisa menggunakan alasan menikah untuk menghindari kewajiban makan malam." Osk menghela napas. Wajahnya digelayuti mendung. "Tidak akan ada gadis yang mau kuajak menikah."

"Itu tidak benar, Osk. Kau hanya agak pemalu, jadi mereka..."

"Kau tahu bukan karena itu," putus Osk. 

Zac meletakkan sendoknya lalu menyadarkan punggungnya ke kursi. Dia terlihat tidak senang jika Osk mengungkit perbedaan di antara mereka. Bukan hanya karena dia ingin lupa bahwa separuh darah mereka berbeda tapi juga kisah-kisah yang mengiringi kehadiran adik bungsunya itu ke dunia. 

"Pasti akan ada seorang gadis untukmu, Osk. Percayalah."

Tapi Osk tidak bisa mempercayainya. Sejak bisa mengerti bahwa dirinya berbeda, Osk sudah mengetahui hidupnya tak akan pernah sama seperti saudara-saudaranya yang lain.

***

Ged masih melihat cahaya dari sela bawah pintu kamar tuannya. Petanda Osk belum lagi tidur. Dia menghela napas. Wajahnya tampak khawatir. Meskipun Osk tidak pernah mau bercerita tentang hal-hal yang bersifat pribadi tapi Ged yakin Osk menyembunyikan sesuatu yang membuatnya sering tercenung lama dan melupakan keadaan di sekelilingnya. Bahkan Lord Tigris pun menyadari perilaku putra bungsunya itu dan meminta Ged untuk mengawasinya. Sebuah tugas yang membuatnya senang sekaligus pening. 

Setelah meyakinkan diri, Ged mengetuk pintu kamar tuannya. Begitu mendengar suara Osk yang menyuruhnya masuk, Ged membuka pintu dan bergegas menghampiri tuannya.

"Kau belum tidur juga, ya?" Ged mencondongkan diri ke depan. Mencoba mengintip apa yang sedang Osk tuliskan di buku catatannya. Buku bersampul kulit itu bukan buku yang biasa digunakan Osk untuk mencatat pekerjaannya sehari-hari. Sayang, Osk bertindak lebih cepat dan menutupinya dengan buku yang lain.

"Aku baru selesai memeriksa semua jendela dan masih juga belum mengantuk. Apa kau mau aku pergi ke dapur mengambilkan susu atau..."

"Aku masih kenyang, Ged. Terima kasih."

Ged memutar otak untuk memancing obrolan dengan Osk tapi dia tidak bisa menemukannya. Terkadang Ged mengalami kesulitan menembus perisai yang dipasang pemuda itu di saat-saat tertentu. Seperti malam ini.

"Apa ada yang bisa kubantu?"

Osk mendongak. Sepasang matanya menyipitkan. Dia mencoba membaca ekspresi di wajah sahabatnya itu.

"Pergilah tidur, Ged. Besok kita punya banyak pekerjaan."

Ged mengangguk pelan. Tidak ada pilihan lain, dia harus menurut. Osk mungkin akan mencercanya dengan banyak pertanyaan jika dia memilih tetap tinggal tanpa alasan yang pasti.

Mungkin bukan malam ini, guman Ged lalu pamit meninggalkan Osk yang kembali tenggelam dalam keasikannya menyusun rencana yang sudah lama terpendam di dalam pikirannya.

*** bersambung ****

Akhirnya.... Kelar juga bab 7 setelah jeda waktunya lumayan lama.

Makasih sudah mau menunggu.... <3

Putri Penyepi dan Lelaki Dari Seberang SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang