Part 2

18.5K 1K 15
                                    

Anye terdiam saat duduk di tempat duduknya. Matanya terasa berat sama seperti kepalanya yang sudah naik turun karena tidak sanggup menahan ngantuk.

Sesekali dirinya menguap sampai matanya terasa basah.

Sepertinya dia terlalu cepat datang ke sekolah hari ini. Seharusnya dia masih bisa tidur beberapa menit lagi di rumah. Payah.

Gadis itu akhirnya menyerah lalu menyandarkan kepalanya pada meja dan memejamkan mata dengan pasrah.

Tidur sedikit mungkin akan membuatnya segar. Toh, sebentar lagi Ivy akan datang dan pasti akan membangunkannya. Pikirnya sehingga tidur nyenyak dan tidak memedulikan sekitarnya lagi.

Tidak menyadari jika Revan sudah duduk tepat di sampingnya dan malah menyuruh Ivy yang baru datang agar duduk di tempatnya.

Wajah cowo itu datar. Dan terus menatap Anye yang masih tertidur dengan kepala miring ke arahnya. Rambut sebahunya sedikit menutupi bagian wajah Anye yang terlihat pulas dan tidak menyadari kehadirannya.

Tangan Revan bergerak, menyingkap rambut Anye yang menutupi wajahnya lalu sedikit tertegun saat alis Anye mengerut karena merasa terganggu tapi tidak juga membuka mata.

Lucu.

Revan tersenyum tak kentara.

Dia bisa menghabiskan waktunya dengan begini saja setiap hari dan dirinya takkan protes.

Sekarang gantian Revan yang alisnya mengerut saat pikiran itu melintas di kepalanya. Cowo itu mendengus, lagi-lagi tak kentara.

"Selamat pagi semua." Sapaan itu membuat Revan memutuskan tatapannya pada Anye dan menoleh ke depan demi melihat gurunya yang sudah memasuki kelas dengan senyuman lebar.

Sampai gurunya duduk meja guru dan melihat Anye yang tidak bergerak dari posisinya.

"Keana?" Wanita itu memanggil Anya dengan pelan lalu saat panggilannya tidak disahuti, gurunya tersebut memanggil Anye dengan agak lantang, "Keana Rheanye?!"

Anye terbangun. Terkaget lalu langsung menoleh ke arah suara yang menurutnya horor. Gadis itu bengong di tempatnya. Sisa-sisa rasa ngantuknya masih tertinggal dan membuatnya agak lambat merespon.

"Dia sedang sakit, Bu." Suara maskulin dari sampingnya membuat Anye lagi-lagi tersentak. Sejak kapan suara Ivy menjadi semaskulin ini? Lali dia menoleh demi melihat cowo yang membuatnya susah tidur sedang duduk di sampingnya.

"Tidak enak badan," jelas cowo itu lagi. Anye terdiam masih menatap cowo itu dengan heran sampai gurunya menyuruh pria itu untuk mengantarnya ke uks.

Gadis itu menelan ludah lalu menatap gurunya dengan tidak percaya tapi tidak bisa menolak saat Revan meraih pundaknya lalu menuntunnya berdiri.

Di sela-sela kebingungannya, Anye masih bisa melihat Ivy, duduk di tempat Revan dan menatapnya juga dengan pandangan geli.

***

Anye mati kutu. Duduk dan bersandar di ranjang uks sekolahnya sambil meremas-remas tangannya dengan gemas. Sedangkan Revan duduk di kursi samping ranjangnya, menatapnya dengan dingin.

Suasan uks yang sepi karena si penjaga sedang keluar entah ke mana membuat Revan memutuskan untuk tinggal.

"Kau tidak tidur." Anye tidak menjawab. Lagipula Revan sepertinya lebih mengungkapkan pernyataannya pada Anye dibandingkan dengan pertanyaan.

"Aku tidak sakit," cicit Anye.

"Tapi kau mengantuk. Akan lebih baik kau tidur di sini dibandingkan tertidur di kelas lalu dimarahi guru." Itu kalimat terpanjang yang pernah Revan keluarkan saat berbicara dengan Anye.

Gadis itu tahu Revan adalah cowo yang dingin. Tapi cowo itu tidak irit bicara. Setidaknya saat bersama geng cowonya.

Revan baru irit bicara saat bersama dengan orang yang dia tak kenal atau saat berhadapan dengan seorang perempuan.

Mau dibilang sok keren kali? Anye tidak tahu. Dia tak mau peduli juga.

Anye mengangguk menyetujui lalu dengan tekad yang minim, mulai menatap Revan, "Kau bisa pergi kalau begitu. Aku bisa sendiri."

Revan tidak merespon. Tidak juga menuruti Anye yang masih membalas tatapannya.

"Tidur." Cowo itu memerintah.

Tidur? Disaat dirinya hanya berdua di ruangan tertutup ini dan dirinya ada di atas tempat tidur? Tidak akan.

"Aku akan tidur saat kau keluar." Anye membantah dengan keras kepala. Cowo ini tidak bisa memerintah dirinya begitu saja. Dirinya takkan membiarkan hal itu terjadi.

Anye pikir, saat pria itu bangkit dari duduknya, Revan sudah akan pergi. Tapi ternyata dia salah. Revan malah mendekat ke arahnya. Berhenti tepat di hadapannya lalu membungkuk di atasnya.

Tinggi sekali. Anye mendesah dalam hati saat dada bidang cowo itulah yang sekarang dilihatnya. Dia baru sadar jika tubuh Revan ternyata jauh di atasnya. Gadis itu bahkan harus mendongak untuk mentap wajah Revan yang menatapnya intens sekarang.

Tangan besar cowo itu bergerak dan mengkup pipinya membuat Anye berjengit lalu berusaha menjauh tapi cengkraman lembut cowo itu pada pipinya membuat Anye tertahan.

"Kau membenciku?" Ibu jarinya mengelus pipi atas Anye dengan lembut lalu beralih pada bibir Anye yang tertutup. Menarik bibir bawahnya hingga mulutnya terbuka.

Tubuh Anye bergetar. Ini salah, Anye tahu itu. Tapi dia tidak bisa bergerak bahkan untuk menggerakkan tangannya.

Tangan besar pria itu sudah beralih pada tengkuknya. Mencengkram lehernya dan menahan kepala Anye yang berniat untuk mundur saat wajah Revan mendekati wajahnya. Cowo itu bahkan memiringkan kepala dan matanya berubah sayup.

Anye kaku. Menahan nafas dan tidak bisa menutup mata saking shocknya.

Sampai terdengar suara pintu yang terbuka pelan dan juga umpatan pelan Revan yang langsung melepaskannya. Bergumam bahwa laki-laki itu akan kembali nanti dan bergegas pergi dari ruang UKS.

Apa Revan baru saja ingin menciumnya?!

Sialan.

***

TBC

*enjoy(y)

RevaNyeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang