PART 1

21.6K 875 72
                                    

"Kalian sudah tidak bersama lagi? Kenapa, Julie? Kau tahu bukan Mommy sangat membutuhkan Divo untuk kelangsungan restauran ini? Apa kau sudah gila?" ujar Clarinet Ashley, memarahi putrinya.

Saat ini di tangannya terdapat sepucuk surat pengunduran diri Agradivo Chaniago, dan hal tersebut membuat wanita empat puluh delapan tahun itu meradang seketika.

Ia tak habis pikir dengan penolakan yang Julie Ashley lontarkan di depan matanya kemarin malam, serta tidak habis pikir mengapa Divo bisa semudah itu meninggalkan Delicious La Fonte Resto.

"Aku tidak mencintainya, Mom. Tolong mengertilah dan jangan minta aku menerima ucapan cintanya, karena saat ini aku belum siap untuk menikah," sahut Julie tetap dengan posisi menatap layar ponselnya.

"Baiklah. Aku akan kembali ke Phoenix dan membuka kedai spaghetti saja di sana. Temui aku bila Delicious La Fonte Resto sudah terjual, karena aku menginginkan lima puluh persen dari uang yang kau dapatkan untuk restauran baruku. Lakukan seperti apa yang ayahmu perbuat kepadaku, karena memang aku hanyalah ibu tiri yang sama sekali tidak memiliki hak di sini!" lalu ia tertegun dengan bahasa yang keluar dari pita suara Clarinet.

Langkah kakinya bergerak untuk menyusul ibunya yang sudah lebih dulu berjalan ke arah pantry, "Oh, Anda datang juga. Ada yang ingin aku bicarakan sebentar, Miss. Ini tentang Divo yang--"

"Aku pergi, Jamie. Tolong jangan banyak berkeliaran di pantry untuk keperluan yang tidak jelas saat kau membuat pesanan pasta. Agar majikanmu ini tidak mengalami kerugian atas keteledoranmu! Aku tidak membawa serta seledri dan tomat yang ku tanam di dalam pot, jadi tolong rawat mereka seperti kau memberi makan Tom dan Katie," namun ocehan Jamie Delamano dan juga keputusan Agradivo Chaniago, membuat langkah kakinya terhenti.

Tak urung, pita suara Julie kembali menimbulkan bunyinya di sana, "Kita bisa bicara baik-baik, Divo. Aku menolak bukan berarti mengusirmu dari sini. Kau sangat paham bagaimana Delicious La Fonte Resto. Kau juga seorang pribadi yang kuat. Apakah terburu-buru sangat baik untukmu? Kita tidak terlalu baik untuk disandingkan secepat ini, Divo. Akan lebih baik jika kau memberiku waktu, karena aku bukan barang tetapi manusia yang punya perasaan. Jangan karena kita sering berkirim email, kau merasa aku adalah kekasihmu. Memangnya kapan kau pernah meminta aku untuk menjadi kekasihmu?"

"Terserah apa katamu. Aku sudah terlambat," dan wajah semerah Rasberry di musim panas, terlihat jelas di kedua bola mata Julie.

Menyikut Jamie Delamano dengan lengan kanannya, "Tak bisakah kau menyingkir dari sini? Kau ingin aku berbuat sesuatu atau tidak, hem?" Julie pun berusaha kembali bersikap manis dihadapan Divo.

"Kuharap kau bisa mengatasinya, Miss. Jangan berpikir tentang hal lain, dan cobalah sensasi yang ditawarkan oleh seorang chef seperti kami berdua ini," lalu Jamie berlalu setelah menggoda majikannya.

Ada satu tarikan napas yang terdengar di telinga Julie dan itu tentu saja bukan miliknya, "Apa yang ingin kau bicarakan lagi? Sudah kukatakan aku tak punya muka dengan Nyonya Clarinet, bukan? Lagi pula Jamie sudah banyak belajar dari mendiang ayahmu dan juga aku. Jadi--"

Cup!

"Bisakah kita mencobanya lebih dulu dari hal yang kebanyakan orang lakukan? Aku tidak bisa langsung terikat seperti ini. Kau marah padaku? Bukankah kita selalu berbalas email setiap hari? Kenapa kau terburu-buru seperti ini?"

"Julie, kau--"

"Apa, hem? Kau masih berniat untuk pergi dari sini?" dan sekali lagi Julie mampu membuat wajah chef tampan itu memerah, akibat kecupan kilat yang ia lakukan.

"Aku orang Indonesia, Julie. Walaupun bukan seorang Muslim, tapi aku tahu semua batasan-batasan itu dan tidak ingin melewatinya," sahut Divo sembari mencoba menetralisir kerja jantungnya, "Maka dari itu aku menawarkan sesuatu yang baik untukmu, tapi sebaiknya kau lupakan saja. Kau bisa mengandalkan Jamie, karena dia juga sudah menguasai beberapa resep dari mendiang ayahmu," lalu menatap ke arah pintu masuk restauran yang baru saja ditutup itu.

Julie yang sedang memainkan drama, dapat menduga jika saat ini wajahnya sudah pasti ikut memerah juga seperti wajah Divo, "Lalu apa yang akan kau lakukan nanti, Chef Agradivo Chaniago yang terhormat! Apa kau ingin aku dimiliki orang lain? Seorang pria sejati, tidak akan diam saja di saat pujaan hatinya menolak! Mereka akan berlomba-lomba merebut perhatian dan juga meyakinkan, tapi kau terus saja memaksa! Kau pecundang! Pergilah jika itu yang kau inginkan!" dan secepat kilat ia berlalu sembari menyeka air matanya.

Pemandangan tersebut, tentu saja mampu menghipnotis Divo untuk beberapa detik. Sebab ia sama sekali tak menyangka Julie akan mengeluarkan setitik air mata untuk dirinya.

Berbagai obrolan yang sering mereka lakukan di email, entah mengapa saat ini bermunculan satu persatu seperti sebuah slide pada microsoft power point yang sering ia gunakan saat masih menjadi seorang mahasiswa dulu.

"Oh, Tuhannn...! Aku bisa gila jika terus seperti ini! Ughhh... Tunggu kau, Julie! Akan kutunjukkan, bila itu yang kau inginkan!" batinnya kemudian.

Kembali menarik koper melewati meja dan kursi kayu yang ada di dalam Delicious La Fonte Resto, adalah pilihan selanjutnya yang ia lakukan.

"Hei, Brother! What's wrong? Dia memberimu keputusan baru? Congratulation! Aku sangat-- Auwww... Hi, what the fucking are you doing?! Kenapa kau memukulku?" kemudian terdengar teriakan Jamie dari pantry.

Julie yang baru akan bergerak menuju ke pavilliun, pun mengurungkan niatnya dan berbalik menuju ke pantry, "Ada apa lagi, Jam-- Kau! Kenapa masih di sini?" namun ia mendapati debaran jantungnya kembali berpacu dua kali lebih cepat, akibat wajah tampan Divo yang masih bisa dilihatnya.

Mengabaikan pertanyaan Julie, Divo pun segera menarik kopernya kembali, "Kau yang kenapa berjalan menuju ke arah pavilliun, Miss Julie. Bukankah kamarmu berada di lantai atas bersama Mrs. Clarinet? Menyingkirlah! Kau menghalangi jalanku!"

"Kau mau ke mana, Divo?"

"Jangan lupa periksa semuanya sebelum masuk kamar, Jamie! Aku tidak ingin terjadi sesuatu lagi seperti kemarin! Kita akan bangun pukul lima untuk menyiapkan pesanan dari wedding organizer itu. Kau ingatkan yang lain juga."

"Selamat, Miss Julie. Kau berhasil mempertahankannya," dan satu senyuman manis, pun menghiasi wajah Julie seketika.

Tak ingin berlama-lama berada di dekat Jamie, Julie berniat mengirimkan email untuk Divo, sebagai bentuk ucapan terima kasihnya.

Akan tetapi Jamie Delamano mengagetkannya, dengan berita tersebut, "Anda ingin ke mana, Miss? Dia masih belum begitu baik saat ini. Kirimkan saja pesan untuknya, karena dia sudah memakai handphone sekarang."

Keduanya pun masih saling berkomunikasi tentang Agradivo Chaniago, "Benarkah? Kenapa dia tidak memberitahuku? Dasar pria aneh! Cepat berikan nomor ponselnya, Jamie. Kau memilikinya, bukan?"

"Akan aku kirimkan ke nomormu, Miss. Tunggulah sebentar. Aku harus mengecek oven-oven itu lagi sebelum tidur. Aku tidak ingin berbuat teledor dengan mempercayai mereka sebelum mengecek kebenarannya, dan tidak ingin ditegur lagi oleh Divo."

"Baiklah. Kirimkan segera. Aku akan kembali ke kamar," lalu Julie pun berlalu menuju ke kamarnya.

💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜

To be continue...

SEATTLE, LOVE & FOOD [New Version]Where stories live. Discover now