"Mingyu-ya ...."

"Hyung kenapa bertele-tele seperti ini? Ayo katakan apa yang kau dapatkan! Ayo cepat! Dan tunjukkan alamatnya padaku. Aku ingin bertemu dengan Wonwoo hari ini juga."

Lagi-lagi ia tidak mendapat jawaban. Justru tepukan di bahunya dengan pandangan yang sulit diartikan. Ia tertawa bingung. Tidak mengerti maksud laki-laki yang lebih tua darinya.

"Hyung, apa maksudnya? Ini bukan gayamu kalau kau mau tahu. Jadi Hyung sudah mendapatkan informasi tentang Wonwoo kan?"

"Justru itu yang membuat hyung menyesal Mingyu-ya."

0o0o0o0o0o0o0o0o0o0o

Mingyu berjalan memasuki rumahnya dalam diam. Mengabaikan sapaan seorang pelayan yang membukakan pintu untuknya. Terus berjalan dengan pandangan kosong.

"Kau sudah pulang, Nak? Bagaimana perjalananmu, hem? kemarilah! eomma baru saja membuatkan makanan kesukaanmu." Wanita berusia lima puluh tahun itu melunturkan senyumnya. Dahinya berkerut melihat sikap sang anak.

"Mingyu-ya, kau dengar eomma kan?" Ia berjalan menghampiri Mingyu yang berjalan lunglai. Tatapannya begitu kosong dan tanpa semangat. Namun Mingyu hanya melewatinya saja. Tanpa melihat ke arahnya apalagi menjawab pertanyaannya.

"Mingyu, ada apa denganmu? Kenapa kau tiba-tiba seperti ini? Apa terjadi sesuatu?" tanyanya khawatir. Lagi-lagi ia masih belum mendapat balasan.

Ia memegang lengan Mingyu. Mencegah pemuda berusia tujuh belas tahun itu meneruskan langkahnya. Namun hanya penolakan yang ia dapatkan. Tangannya dilepas perlahan dan Mingyu kembali berjalan.

"Yeobo, biarkan dia. Berikan Mingyu waktu. Sepertinya Mingyu membutuhkan waktu untuk sendiri."

Seorang laki-laki yang sedari tadi memerhatikan keduanya menegur sang istri. Membuat wanita itu terdiam di tempat memandangi punggung anak angkatnya. Meski wanita itu begitu khawatir, ia juga membenarkan perkataan sang suami. Mencoba menahannya untuk kebaikan sang anak.

"Sebenarnya apa yang terjadi, Hyukjae-ya?" tanyanya tanpa menoleh pada laki-laki lain di ruangan itu. Hanya menatap punggung Mingyu yang semakin menjauh.

"Ini mengenai Wonwoo, Imo."

Mingyu berhenti tepat di depan kamarnya. Tangannya bergetar saat menyentuh kenop pintu. Saat kamar itu terbuka, ia melangkah tertatih. Tidak memerhatikan perubahan kamarnya yang sudah ia tinggal selama hampir tujuh tahun. Semenjak diadopsi, ia hanya menempati kamar itu selama sebulan.

Ia bagai pelakon drama yang lupa dengan skenario. Berdiri mematung tanpa tahu harus berbuat apa. Matanya bergerak cepat, namun tidak ada yang tertangkap retinanya. Tidak bisa berpikir walau hanya menyetujui atau menolak berita yang ia dengar.

"Ternyata Wonwoo diadopsi hanya untuk dimanfaatkan. Mereka membutuhkan jantungnya untuk menyelamatkan nyawa anak mereka yang mengidap kelainan jantung sejak kecil."

"Tujuh tahun yang lalu Wonwoo diculik. Polisi menyimpulkan dia dibunuh karena darah berceceran di lokasi kejadian."

Mingyu diam terpaku di kamarnya. Remaja tujuh belas tahun itu hanya diam tanpa tahu harus melakukan apa. Kalimat Hyukjae terus menari dipikirannya tiada henti. Terus menamparnya yang perlahan-lahan mulai menyadarkannya. Ia seolah baru mencerna maksud dari kalimat Hyukjae.

Ia paham. Ia tahu benar arti dari kalimat Hyukjae. Namun masih belum membuatnya bereaksi. Masih terdiam dengan pandangan kosong. Dengan langkah berat, ia berjalan ke ranjangnya. Duduk di atasnya masih dengan pandangan kosong.

CandleWhere stories live. Discover now