Chapter 5

3.6K 600 185
                                    

Tujuh tahun kemudian ....

Di tengah hiruk pikuk bandara, seorang pemuda tampan berjalan santai. Netra kembar di balik kaca mata hitamnya memerhatikan sekitar. Kaki jenjang yang dibalut celana denim melangkah dengan pasti.

Tidak ada yang berlebihan dengan penampilannya. Hanya mengenakan kaos tanpa lengan warna putih yang dipadukan kemeja berwarna biru. Dan jaket berwarna navy, masih tidak bisa menyembunyikan tubuh proporsional miliknya.

Tangannya terangkat untuk melepas kaca mata hitamnya saat seseorang menyerukan namanya. Membuat wajah tampan tanpa cela miliknya terpampang dengan jelas.

"Tuan muda, Anda mau kemana? Nyonya besar meminta Anda untuk segera sampai di rumah."

Pemuda tampan itu menghela nafas. Memutar tubuhnya dan memandang laki-laki berpakaian formal itu dengan malas.

"Aku dan eomma baru saja berpisah seminggu yang lalu. Jadi tidak masalahkan aku menunda kepulanganku beberapa menit dengan pergi ke toilet?"

Laki-laki berpakaian formal di depannya meringis. Menggaruk tengkuknya saat sang tuan muda melanjutkan langkahnya.

Beberapa menit kemudian, pemuda yang baru saja menyelesaikan sekolahnya keluar dari toilet. Diikuti laki-laki berusia lebih tua yang membawa beberapa barangnya.

"Akhirnya ... aku bisa menghirup udara ini lagi," batinnya sambil tersenyum.

Ia memandang sekitar dengan seksama. Menghentikan langkahnya tepat di sebuah mobil berwarna hitam. Pemandangan yang tertangkap retinanya tampak begitu asing. Sangat berbeda dibandingkan beberapa tahun yang lalu.

"Sudah sembilan tahun berlalu ya?" gumamnya.

"Tuan Muda mengatakan sesuatu?" ia hanya menggeleng. Masuk ke dalam mobil yang memang sudah menunggu kedatangannya.

Di kursi penumpang, ia tersenyum memandangi kota Seoul dari balik kaca jendela mobil. Rasanya sudah sangat lama tidak memandang suasana di tanah kelahirannya.

"Apa aku sangat terlambat? Kau masih menunggu kan?" Senyumnya semakin melebar. Membayangkan wajah yang ada dalam benaknya, membuat dirinya tidak mampu menutupi kebahagiaan itu.

"Kau seperti apa sekarang? Aku benar-benar ingin melihatmu. Sembilan tahun itu waktu yang cukup untuk mengubah semuanya. Tapi aku berharap kau tidak berubah."

Bunga yang bermekaran di musim semi itu tidak menarik perhatiannya. Ia justru terlarut membayangkan seseorang yang tersenyum hangat padanya. Ia tidak sabar untuk melihat senyum itu lagi. Bukan hanya sekedar senyuman dalam bayangannya saja.

Sesampainya di rumah mewah berlantai dua, ia langsung berlari di halaman rumahnya. Meninggalkan barang-barangnya yang langsung diurus orang kepercayaan keluarganya.

"Hyukjae Hyung." Langkahnya semakin dipercepat melihat seseorang berdiri di depan rumahnya. Mengenakan pakaian formal tanpa jas.

"Hyung, bagaimana?" tanyanya antusias. Alisnya bertaut karena tidak mendapat respon. Dua wanita yang berdiri di belakang Hyukjae juga melakukan hal yang sama. Justru menunduk seolah menolak melakukan kontak mata dengannya.

"Jadi bagaimana, Hyung? Jangan membuatku penasaran. Hyung tahu aku sudah menantikan ini bertahun-tahun kan?"

Yang ditanya justru menatapnya sendu. Tidak sanggup hanya sekedar mengeluarkan sepatah kata. Tanpa diingatkan, ia sangat ingat bagaimana pemuda di depannya menjalani hari-harinya. Menghitung setiap jam yang terlewati. Dan langsung tersenyum saat satu hari telat terganti. Selama tujuh tahun, hanya menghitung waktu yang dilakukan remaja di hadapannya.

CandleOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz