DUA BELAS

3.1K 230 2
                                    

"Apa Kakek akan menyukaiku? Seperti apa dia? Apa kau bisa menceritakan sedikit tentang dirinya? Supaya aku bisa menyesuaikan diriku saat bertemu dengannya nanti," ucap Anjani memiringkan tubuh untuk bisa menatap Ray di sebelahnya. Anjani sempat melirik ke arah Kenzo yang meliriknya dari kursi kemudi, tapi setelah itu perhatiannya kembali tertuju pada Ray yang masih diam tanpa menjawab apapun.

"Seperti apa gadis yang dia suka? Apa dia punya kriteria sendiri? Bukannya orang-orang seperti kalian mempunyai pilihan tersendiri untuk menerima orang asing masuk ke dalam keluarga kalian?"

Ray menoleh, menatap tajam Anjani yang kini membeku. "Jangan katakan apapun. Kau hanya perlu ikut bersamaku, duduk di sampingku, dan jangan menjawab apapun meskipun Kakek bertanya. Aku yang akan menjawab semuanya."

Anjani menelan ludah, membalas tatapan Ray dengan takut bersamaan dengan berhentinya mobil di sebuah halaman parkir salah satu restoran mewah yang biasa di datangi oleh orang-orang atas.

Di samping Anjani, Ray sudah keluar saat seseorang membukakan pintu mobilnya. Begitupun dengan Anjani yang menyusul saat seseorang juga datang membukakan pintu untuknya. Masih dengan jarak yang cukup jauh, terhalang oleh mobil sedan hitam milik Ray, Anjani terus menatap lelaki itu tanpa berpaling.

Lelaki yang tampak tenang tanpa sedikitpun keraguan ataupun ketakutan di wajahnya. Berbeda dengan Anjani yang takut setengah mati saat ini. Bagaimana tidak? Saat ini, ia tidak hanya berhubungan dengan keturunanan dari keluarga Ganendra. Namun, Anjani akan bertemu langsung dengan Hirawan Ganendra, yang terkenal dengan aset berlimpah serta salah satu penjual saham terbesar di kalangannya.

Anjani menarik napas dalam, ia memundurkan langkah perlahan saat Ray kini sudah bergerak, merapikan jasnya dan berjalan memutari mobil hingga menuju ke arah Anjani yang membeku. Tanpa izin, bahkan tanpa persetujuan apapun, Ray menarik tangan Anjani, menggenggamnya erat. Membuat gadis itu melebarkan mata terkejut.

"Kita harus terlihat benar-benar seperti pasangan di depan Kakek."

Anjani masih bergeming, bahkan saat Ray kini kembali mendekat tanpa menyisakan jarak di antara mereka, Anjani masih terdiam dengan napas tertahan.

"Kakek berbeda dengan orang-orang yang kau pikirkan itu. Dia tidak perlu mencari keturunan dari keluarga kaya untuk berhubungan dengan keluarganya. Kakek sangat menghormati orang lain, lebih dari dia menghormati dirinya sendiri. Kakek tidak pernah mencela siapapun, bahkan sampai saat ini aku tidak pernah melihatnya menyakiti siapapun. Kau ingin aku menceritakan tentang dia kan? Itulah Kakekku. Jadi, jangan khawatir. Kau tidak ingin Kakek menunggu lama kan? Dia sudah di dalam sekarang," ucap Ray terakhir kali sebelum ia benar-benar menarik Anjani untuk masuk dan menemui Kakek di dalam.

***

Ray menggeser pintu sebuah ruangan yang membawanya kepada Kakek di dalam sana. Masih dengan tangan yang saling menggenggam, Ray membawa Anjani tepat ke hadapan Kakek yang sudah duduk di kursi menunggu mereka.

Kakek mendongak, menatap Ray lalu beralih pada Anjani, gadis yang baru pertama kali ia lihat setelah beberapa waktu yang lalu Kakek pernah melihat foto Anjani di media bersama dengan Ray.

Kakek mengangguk dan mengisyaratkan pada Ray untuk membawa Anjani duduk di hadapannya. Ray segera berlalu menyetujui, menarik kursi untuk Anjani tepat di depan Kakek. Lalu, Ray menarik kursi yang lainnya untuk duduk di sebelah Anjani.

"Kakek sudah memesan beberapa makanan, termasuk makanan kesukaanmu. Apa kau mau memesan yang lain?" tanya Kakek menatap Anjani setelah ia beralih dari tatapan Ray.

Anjani menggeleng pelan. "Samakan saja Kek," jawabnya seraya tersenyum.

Kakek mendesah, lalu kembali mengangguk sembari menyandarkan tubuhnya dengan tenang. Cukup lama, sampai akhirnya ia berdehem saat Ray dan Anjani sama-sama terdiam tanpa mengatakan apapun.

MR. PHOBIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang