Chapter 4 - Adriall

467 29 1
                                    

[Kalo belom baca 30 Days of Niall sebaiknya baca dulu hehe]

***

Adriane's POV

Suara gitar mengalun.

“Baby I, I wanna know what you think when you're alone, is it me yeah? Are you thinking of me, yeah?”

“Okay Niall that’s sweet, but I’m getting tired of you singing that song over and over again.”

Niall seketika cemberut dan menjatuhkan gitarnya ke sofa. “Padahal aku baru saja datang. Terus kamu maunya apa, Princess Adriane?”

“Hmmm” aku pura-pura berpikir sambil membalik halaman majalah dengan dramatis. “Bagaimana kalau… Nando’s date?”

Wajahnya seketika menjadi cerah. “Yes! Okay! Baiklah!”

“Tapi, kamu yang bayar kan?”

Dia hanya memutar mata, dan aku pergi sambil tertawa ke arah kamarku untuk berganti baju.

*

Sudah dua bulan sejak aku tanpa disangka-sangka bertemu Niall lagi, di sebuah negara yang jauhnya sekitar setengah keliling bumi dari negara asalku, Indonesia. Ketika itu entah bagaimana dia bisa menemukanku dengan kertas dan pulpen di tangan, dan setelah beberapa kejadian dramatis dia menembakku di tempat.

Dia masih suka menyanyikan lagu yang dia pakai waktu itu sampai aku bosan.

Kami bisa dibilang pacaran sekarang.

Sort of.

Meskipun 5 tahun kami lost contact, Niall masih Niall yang mengajakku makan meskipun kami tidak kenal. Niall yang nekat membawaku piknik di Balai Kota, dan parahnya lagi dia tidak tahu bahwa itu Balai Kota. Niall yang tiba-tiba datang ke acara prom sekolahku meskipun technically dia tidak punya izin masuk.

Niall yang konyol tapi perhatian. Niall yang mau melakukan apapun untukku meskipun selalu bilang aku jelek.

“Hello? Aku disini sendirian atau apa?” cowok itu melambai-lambaikan tangannya di depan wajahku dan membuat suara-suara aneh.

Ya, Niall yang itu.

Aku mengerjap dan menggigit lagi ayamku. “Oke. Lanjutkan.” Kataku.

“Aku bahkan tidak sedang bercerita, idiot.”

“Oh.” Aku lalu tertawa dengan gayaku yang biasa. Untuk apa pura-pura anggun di depan dia kalau dia sudah tahu semua sisi memalukanku?

Niall cuma menatapku sambil tersenyum miring. “Kamu tahu, gak?”

“Apa?”

“Hari ini tanggal 5! Kita 2 bulanan! Happy anniv Ad!” katanya dengan nada bangga. Dia mengulurkan tinju yang kusambut dengan tinjuku sendiri.

2 bulan pacaran dan kami masih melakukan fist bump.

“Ya, memang. Kamu baru ingat?” Entah kenapa aku merasa awkward. Seperti kita bukan diciptakan untuk ini… date, anniv, romance stuff.

“Kenapa kamu tidak bilang sih?”

“Aku tidak tahu aku harus, and in case you were wondering, that’s why aku mengusulkan kita makan siang diluar. Kau ini bagaimana, sih?”

“Ya ya ya, terserah kau saja mau memperlakukanku seperti apa, cerewet.”

“Excuse you?!” aku menonjoknya dari seberang meja.

“Hey, hey… kalian ini sepasang kekasih atau anggota geng?”

Greyson (masih ingat dia? Ya, aku ceritakan tentang dia sebentar lagi) menghampiri meja kami. Aku bisa melihat dengan jelas jemarinya yang bertautan dengan jemari sahabatku, Sheila, yang telah bersamaku melewati asam garam kehidupan dari SMP. Ketika Sheila dan aku dapat beasiswa sebuah universitas di sini, Greyson langsung mengurus segala sesuatunya agar bisa pindah, dan, terus-terusan bersama Sheila. Mereka benar-benar tidak bisa dipisahkan sejak masuk SMA, dan itu membuatku ingin muntah. Untung saja Sheila berbagi apartemen denganku, bukan dengan Greyson.

Replayed [UNDER SERIOUS EDITING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang