Chapter 5

326 25 3
                                    

Sophie’s POV

“Come again!” aku tersenyum ke arah pelanggan yang melambaikan tangan selagi berjalan keluar toko. Satu orang lagi membayar, dan satu orang lagi, dan satu lagi. Setelah selesai, aku membunuh kebosananku dengan mengatur ulang uang, memastikan jumlahnya tepat.

“June! JUNE!” bosku memanggil dari gudang. Aku memutar mata.

“June tidak ada, sir. Ini Sophie.” Ujarku saat aku cukup dekat untuk terdengar.

“Yah... Sofia—“

“Sophie.”

“Sophie,” bosku mengangguk-angguk tidak sabar. “Beberapa judul buku baru saja datang. So work your lazy bones dan susun di depan!” dia memerintah.

Aku hanya bisa mengangguk dan tanpa memprotes mulai meletakkan buku-buku yang ditunjukkannya ke rak pendek dari besi beroda yang biasa kami pakai untuk mendorong-dorong buku-buku kesana kemari. Work, work, work.

Baru saja 8 menit bekerja, seseorang menarik ikatan rambutku pelan. Aku menengadah dengan kaget.

“Hai, Soph.”

Dia berjongkok di sebelahku, tangannya dilipat di atas lututnya dimana jeansnya sengaja disobek. “Buku baru?”

Aku tidak menjawab.

Ingatan-ingatan membanjiri pikiranku. Malam itu, bagaimana Ashton memetik senar gitar dengan jari-jarinya yang panjang. Penjaga studio menatap kami dan tersenyum miring, menanyakan apakah kami bersenang-senang. Lagu yang diputar keras-keras dan kaca jendela yang diturunkan selama perjalanan pulang. Bagaimana dia menatapku tepat sebelum aku keluar dari mobil. Kecurigaan dan interogasi June setelahnya.

Dan sekarang dia disini, wangi parfumnya mengelitik hidungku dengan cara yang membuatku ingin memeluknya seharian. Aku mengerjap kaget dalam pikiran itu, sadar bahwa dia sudah menunggu jawaban setidaknya 45 detik. Tidak ada ekspresi di wajahnya, hanya mata hazelnya terfokus pada wajahku. Aku berdeham sebelum wajahku memerah.

“Um, iya. Mau bantu aku menumpuknya?”

“Oke. Ngomong-ngomong, bosmu sepertinya pergi. Tidak ada orang di depan.”

Kami bekerja sama, dia mengambil buku dari tumpukkan dan menyerahkannya ke tanganku, dan aku akan menaruhnya di atas buku lain. Aku dan Ashton menemukan satu buku yang bungkus plastiknya sudah terbuka. Dengan cepat pekerjaan menumpuk buku selesai dan kami duduk di lantai, kepalaku bersandar di bahunya selagi kami membaca. Aku begitu tenggelam dalam kata-katanya sehingga tidak satupun dari kami mendengar seseorang memasuki toko.

“Hello? Love birds?”

Aku kaget sekali sampai terlompat menjauhi Ashton, and he does the same. Cewek yang memanggil kami berdiri disana dengan ekspresi menyesal.

“Maaf menganggu kalian, di depan tidak ada orang, jadi—“

“Hey, tidak apa-apa. Maaf aku tidak mendengarmu tadi,” aku menepuk-nepuk belakang celanaku dan merapikan kemeja dengan canggung. “Ada yang bisa aku bantu?”

Bukannya menjawab, cewek itu malah menelengkan kepalanya, menatapku dari puncak kepala sampai kaki, lalu kembali lagi sampai tatapan tajamnya berhenti di wajahku.

“Kamu kan…” dia memulai. Aku baru sadar siapa dia. Sebelum aku bisa menyahut, dia bicara lagi. “Kita di kelas menulis yang sama! Aku tidak tahu kau bekerja di toko buku! I mean, it’s awesome! Aku selalu ingin bekerja di tempat seperti ini! Tapi…” dia mengetukkan jari di atas buku yang dia pegang. “aku tidak tahu namamu.”

Ashton meletakkan buku tadi di rak. Aku tersenyum lalu membuka mulut. “It’s Sophie.”

“Adriane,” katanya. Meskipun aku sudah tahu namanya. Dia lalu menunjuk Ashton. “And you are…?”

Replayed [UNDER SERIOUS EDITING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang