15 # Death Without Fight

16.7K 2.5K 178
                                    

Draco melangkah dengan tegang, menyusuri lorong yang kosong ini. Dia menggenggam tongkatnya kuat-kuat, berjaga-jaga pada setiap kemungkinan yang akan terjadi. Dia berdiri di depan tembok besar itu dan memanggil Ruang Kebutuhan. Sebuah pintu besar pun muncul dan tangan Draco mulai dingin karena ketakutan yang ia rasakan. Pemuda itu memasukkan tangannya di saku jas miliknya dan merasakan suatu benda di dalamnya. Dia mengernyit, seingatnya, ia tidak memasukkan apapun ke sakunya. Tangannya menarik benda yang ada di saku tersebut.

Kalung berbandul albatross.

Itu milik Val, tidak diragukan lagi. Draco memegang tali kalung yang berwarna hitam itu dengan bingung. Untuk apa gadis itu memberinya ini? Bukankah Draco sudah kalah dalam taruhan mereka? Draco sudah mengakui bahwa dia tidak bisa membuat patronus. Draco menarik secarik kertas yang terdapat di sakunya juga.

Kau tidak bisa membuat patronus, jadi aku memberikanmu milikku.

-Valeria.

Draco tersenyum membaca catatan kecil dari Val. Dengan kalung yang merupakan portkey tersebut, Draco bisa saja pergi saat ini juga. Pemuda itu menggenggam kalung itu erat-erat. Tidak. Ia harus menghadapi takdirnya. Draco melilitkan kalung itu di pergelangan tangan kanannya. Dia sudah siap.

Draco masuk ke dalam Ruang Kebutuhan dan berjalan ke arah vanishing cabinet. Dia sudah berhasil memperbaikinya, berkat bantuan dari buku yang disembunyikan Val darinya itu. Draco menarik kain besar yang menutupi lemari tersebut dan menunggu. Seharusnya sekarang para pelahap maut sudah datang melalui cabinet ini. Tiba-tiba, bunyi patahan pun terdengar dan Draco tahu apa artinya itu. Pintu vanishing cabinet terbuka. Draco berlari keluar dari ruangan tersebut dan segera menuju Menara Astronomi. Para pelahap maut harus tahu, atau setidaknya melihat, bahwa Draco sudah menahan Dumbledore.

"...hide yourself below."

Suara Dumbledore terdengar. Draco melirik ke sisi kanannya dan melihat Harry yang ternyata sedang bersembunyi. Harry sedang mengawasinya. Draco tidak sebodoh itu. Dia berpura-pura tidak melihat Harry dan segera menaiki tangga menuju atas menara. Tongkatnya sudah teracung ke depan. Saat-saat yang ditakuti Draco pun tiba. Professor Dumbledore melihatnya dengan intens.

"Good evening, Draco,"sapa Professor Dumbledore. Draco merasakan nafasnya berdebu kencang. Dia tetap mengarahkan tongkatnya pada Professor Dumbledore. Apa yang terjadi setelah itu adalah bayangan kabur. Draco ketakutan. Bukan kepada Dumbledore atau Voldemort, tapi pada dirinya sendiri. Draco mendengar samar-samar apa yang Dumbledore katakan.

"Draco... Kau bukanlah seorang pembunuh..."ucap Professor Dumbledore dengan lembut.

"Bagaimana mungkin kau tahu siapa aku?! Aku telah melakukan banyak hal yang bisa mengejutkanmu!"seru Draco dengan marah. Ketakutan sudah melingkupi dirinya.

"Seperti memberikan kalung terkutuk itu dan berharap Katie Bell akan memberikannya padaku? Mengganti minuman dari Slughorn dengan sebotol racun?"ucap Professor Dumbledore dengan tenang. Draco sama sekali tidak kaget kalau Professor Dumbledore tahu tentang hal itu.

"Maafkan aku, Draco. Tapi menurutku itu adalah tindakan putus asa yang tidak dilakukan dengan sepenuh hati,"tutur Professor Dumbledore.

"Dia percaya padaku! Akulah yang terpilih!"seru Draco menarik lengan kemejanya dan menunjukkan dark mark yang tercetak di tangan kirinya. Professor Dumbledore memasang wajah tenang, seakan dia sama sekali tidak terkejut. Tetapi yang membuat Dumbledore tertarik adalah apa yang ada di pergelangan tangan kanan Draco. Dumbledore melihat bandul elang laut yang terpantul akan cahaya bulan.

"Valeria?"bisik Dumbledore tapi cukup jelas untuk didengar oleh Draco.

"Baiklah, biar aku mempermudahmu..."ucap Professor Dumbledore mengeluarkan tongkatnya.

Slytherin's ShadowOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz