Keajaiban Cinta

49 4 4
                                    

Kristal-kristal bening perlahan jatuh mengalir menyentuh permukaan kulit wajahku

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Kristal-kristal bening perlahan jatuh mengalir menyentuh permukaan kulit wajahku. Dan tanganku masih menggenggam erat bendah pipih berwarna putih. Badanku gemetar, dadaku terasa sesak, kemudian terkulai lemas di samping ranjang. Aku memukul dada berkali-kali untuk menghilangkan sesak yang begitu menyiksa.

Tidak! Ini hanya mimpi, buat apa aku menangisi dia? Tapi ... seandainya ini kenyataan, apakah waktu akan berpihak padaku?

Dengan tergesa-gesa aku mengambil kunci motor kemudian bergegas ke tempat dia berada. Hanya membuhtukan waktu empat puluh menit, hingga saat ini kakiku sudah berada di depan ruangan ini. Perlahan aku membuka pintu, dan sejenak aku terperangah. Lagi-lagi udara di sekitarku terasa kosong.

Aku mendekat, mendekat ke arahnya. Air mata sudah tak bisa kubendung lagi, aku menutup mulutku dengan dua tangan, menahan isakan yang terdengar sangat menyiksa. Di mana wajah arrogant-nya? Di mana tangan-tangan kuat dulu? Di mana mulut yang ....

Oh tidak ... ini bukan dirinya. Ingin kurengkuh tubuh itu, tapi tidak mungkin. Ini hukuman yang ia dapat. Tapi otak dan hatiku bertolak belakang. Aku tertawa, tertawa akan takdir ini. Aku tidak pernah membencinya, aku hanya marah pada keadaan.

Lima tahun lalu ....

"Dasar anak durhaka!"

"Ma ... maksud Mama apa? Aku gak ngerti." jawabku pelan.

"Sudalah. Gak usah banyak omong. Saya sudah tau, kamu menjelek-jelekkan saya karena lelaki pilihan saya. Memangnya kenapa kalau saya ingin bersama pria itu?"

"Aku gak masalah mama mau sama siapa aja, tapi please ... jangan kayak gini. Ma ... aku udah besar, adek-adek juga gitu. Kasihan mereka melihat Mama seperti ini," ucapku pelan.

"Memangnya seperti apa?"

"Mama dan pria itu. Itu sama sekali gak baik. Apa kata orang nanti. Kalau mama mau, silahkan nikah baik-baik. Jangan kayak ...."

"Kayak apa? Lagian hal semacan itu bukan lagi hal yang tabuh. Banyak kok pasangan yang seperti itu. Gak usah banyak protes."

"Ma. Apa baiknya lelaki itu? Dia gak pernah mau nanya keadaan anak Mama. Apa dia hanya mencintai Mama? Trus bagaimana dengan anak-anak Mama?"

"Diam kamu! Dari dulu sampai sekarang selalu menyusahkan saya. Memang anak tidak tahu diuntung, kamu memang gak pernah berguna."

"Dari dulu? Kapan? Kapan aku menyusahkan Mama? Iya aku akui Mama yang sudah mengandung dan melahirkanku, tapi ... apa Mama lupa siapa yang merawat dan membesarkanku?" air mata yang kusimpan sejak tadi pun tumpah. "Apa Mama tau bagaimana tumbuh besar tanpa kehadiran seorang ibu? Apa Mama tau gimana perasaanku menjadi bahan olok-olokkan teman sekolah, karena gak punya ibu? Apa Mama tau perasaanku setiap ada yang bertanya di mana mamaku? Apa Mama tau bagaimana rasanya aku melawan kerasnya pergaulan remaja tanpa seorang ibu? Enggak, Ma. Mama gak pernah tau itu." lirihku.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: May 19, 2017 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Kumpulan Cerita HatiWhere stories live. Discover now