Maerd In 2

18 2 0
                                    

Vin sudah kehabisan akal. Ia tak tau apa yang akan ia lakukan lagi. Ia hanya bisa terduduk sambil melihat wajah mengerikan wanita di depannya. Ia juga merasa bersalah karena harus membangunkan kak Cell dari tidurnya.

Kak Cell lari kearah Vin dan memeluk Vin sambil membawa Vin ke luar apartemen. Kak Cell berlari bersama Vin ke lantai 1 menuju lobby.

Melaporkan apa yang terjadi kepada petugas keamanan. Dan beberapa menit kemudian polisi beserta ambulans pun datang. Gedung Apartemen mereka pun langsung ramai oleh bunyi sirine-sirine.

Setelah mengolah TKP. Pihak berwajib meminta keterangan dari Kak Cell dan Vin. Vin memberikan keterangan sambil diikuti isak tangis. Vin takut melihat mayat apalagi dengan mata melotot seperti itu.

Pihak berwajib berjanji akan menyelesaikan kasus ini dengan segera. Dan untuk sementara waktu, Vin dan Kak Cell pindah kerumah paman Afkar.

Di dalam mobil menuju Paman Afkar. Suasana sangat hening. Vin masih berfikir tentang apa yang terjadi dan ia sangat takut, sedangkan, Kak Cell fokus kearah jalan walaupun raut mukanya memperlihatkan kegelisahan.

"Nkel!" Teriak Vin sambil berlari kearah Paman Afkar. Paman Afkar sudah menunggu mereka di depan pintu sedari tadi. Ia melihat kedua keponakannnya dan menyuruh masuk ke dalam rumahnya.

Selama semalam, Paman Afkar hanya mencoba menghibur keduanya agar tak trauma atas kejadian tadi. Kemudian saat keduanya telah terlelap, Paman Afkar mengunci semua pintu dan ikut tertidur di kamarnya.

————————

Sehari setelah pembunuhan

"Vinn...!" Teriak Paman Afkar.
Setelah beberapa menit, Vin pun datang ke meja makan. Dengan sigap ia melahap makanan yang telah dihidangkan oleh Kak Cell. Ia sangat nafsu makan mungkin karena kejadian tadi malam, walaupun dimatanya masih terlihat raut ketakutan.

Setelah selesai makan, Vin bergegas dan diantar oleh Kak Cell yang akan pergi ke campusnya sedangkan Paman Afkar pergi ke kantornya untuk kembali bertugas.

Seharian Vin tidak fokus terhadap pelajaran. Ia masih membayangkan wanita yang kemaren malam berada di hadapannya. Ia tak pernah menyanfka akan melihat hal itu. Ia takut melihat wajah itu lagi. Ia tak tau siapa yang berbiat sedemikian rupa kepada wanita itu, dan polisi meminta Vin dan Kak Cell agar selalu berjaga-jaga jika kondisi seperti ini terjadi lagi. Tetapi ada suatu hal yang ganjil menurut Vin. Saat ia melihat wanita itu, jari-jarinya tak sempurna lagi. Ada beberapa yang diputus dan mengeluarkan darah yang banyak. Dan ia melihat jari-jari yang diputus itu diletak sedemikian rupa di atas meja, sepertinya ada suatu gambar atau kode yang dibuat oleh jari-jemari itu. Tapi Vin tak sempat melihatnya karena wajah wanita itu melotot ke arahnya.

Saat pulang sekolah Vin dijemput Kak Cell. Kak Cell membawa Vin kerumah, ia membuatkan masakan kesukaan Vin. Sup daging. Walaupun sederhana tetapi menurut Vin itu sangat istimewa terlebih lagi jika masih hangat.

Vin tiba dirumah dan langsung mengganti bajunya dan menyantap sup buatan Kak Cell dengan nikmat. Ia bahagia masih bisa merasakan sup enak buatan Kak Cell.

———————
Seminggu setelah pembunuhan.

Kak Cell dan Vin masih tinggal di rumah Paman Afkar. Mereka tak berniat untuk datang ke apartementnya dulu. Mereka masih ingin tinggal bersama Paman Afkar selama tidak merepotkan pamannya.

Paman Afkar pergi ke kantor sore hari karena ada piket malam yang harus ia kerjakan. Ia pergi sebelum Vin dan Kak Cell pulang. Ia mengunci pintu dan melangkah kearah mobil. Ia menghidupkan mobil dan memasang sabuk pengaman lalu ia melihat kearah kiri. Ia merasakan hal yang ganjil. Ada sesuatu yang aneh menurutnya. Di bangku penumpang sebelah kiri tak ada apapun. Ia heran sepertinya ia melupakan sesuatu. Ia ingat ada hal yang harus ia bawa dan tertinggal di dalam rumah. Ia kembali masuk kerumah dan mencari-cari barang yang tertinggal. Ia melirik suatu tas berwarna hitam di meja makan yang terletak dibagian belakang rumah. Ia mengambilnya dan itulah barang yang ia lupakan. Ia mendongak keatas, cahaya lampu ruangan bersinar.

"Tagihan bulanan listrik bisa mahal kalo gak dihemat" Ucapnya berbicara sendiri dan mematikan lampu. Lalu melangkah keluar rumah dan menghidupkan mobil kembali. Dan meninggalkan rumah menuju kantornya.

Vin dan Kak Cell yang sedang di jalan pun berpaspasan dengan Paman Afkar. Paman Afkar hanya meng-klakson sembari tersenyum dan melanjutkan perjalannanya. Kak Cell pun membalas klakson dengan senyuman.

"Paman yang satu itu kayak bujangan ya kak, gak ada mikir terhadap adek-adeknya ini. Masak cuman diklakson!" Komat-kamit mulut Vin.

Kak Cell hanya meladeni Vin dengan tawa renyahnya. Ia senang memiliki adek yanv talkaktive seperti ini, walaupun terkadang menyusahkan harus mendengarkan suara cempreng adeknya ini.

Saat Vin dan Kak Cell sampai di rumah Paman Afkar. Rumah itu sangat gelap, hanya ada lampu pagar yang hidup secara otomatis. Kak Cell memasukkan kunci ke dalam lobangnya dan membuka pintu. Vin masuk dan menghidupkan lampu ruang tamu.

"Vin, ganti bajumu sekarang" Perintah Kak Cell

"Urusan itu gak perlu diingatkan kak, aku dah gede!" Gerutu Vin. Kak Cell masih menganggap Vin sebagai anak kecil walaupun usianya sudah besar.

Vin berlari ke kamarnya dan Kak Cell duduk di ruang tamu melepas penat.
Setelah selesai mengganti baju, Vin melirik ke ruang tamu ada Kak Cell disana. Ia merasakan ada yang berbunyi.

"Kreeekkk..."

Vin kaget dan ia melihat ke arah bawah. Ia tau apa yang berbunyi. Hewan peliharaannya meminta makan.

Ia melangkah ke dapur. Dapur masih gelap, lampu belum dihidupkan karena sedari tadi Kak Cell hanya diruang tamu. Ia meraba-raba saklar lampu, namun Vin lupa dimana letaknya. Karena ia baru seminggu di rumah Paman Afkar. Lalu tangan Vin bersentuhan dengan gagang sebuah pintu, ia tidak tau itu pintu apa. Ia membuka pintu dan cahaya muncul dari dalam pintu tersebut. Cahaya yang sangat terang. Vin tersenyum karena sangat bahagia karena ia menukan pintu kulkas yang terdapat berbagai macam makanan di dalamnya. Ia memilih snack ringan dan sebotol susu putih untuk diberikan kepada cacing. Yap, cacing perutnya–hewan peliharaan Vin yang selalu meminta makan saat lapar.

Ia kemudian mencari kursi untuk duduk masih dalam keadaan gelap. Ia membuka tutup botol dengan hati-hati agar tidak tumpah. Lalu meneguknya perlahan. Ada suara langkah di belakang Vin lalu terdengar bunyi "Klikk..." Cahaya lampu hidup begitu saja. Lalu Vin meletakkan botol susu di depannya dan menglap pipinya yang terkena noda susu tanpa melihat sekelilingnya.

"AAAAAAaaaaa......" Kak Cell yang tadi dibelakang langsung teriak. Vin langsung melirik ke depan nya. Dan kembali lagi, ia melihat sosok yang pernah ia lihat seminggu yang lalu. Masih dengan luka yang sama. Mata melotot, mulut tercabik, jari-jari tangan yang pontong dan tersusun di atas meja. Vin berlari kebelakang memeluk Kak Cell. Kak Cell dan Vin langsung berlari keluar rumah. Saat Vin duduk tadi ia sempat melihat jari-jari pontong tersebut berjumlah empat buah. Kak Cell langsung menelfon Paman Afkar.

Beberapa menit kemudian Paman Afkar  datang bersama dengan polisi–rekan kerjanya. Paman Afkar langsing memeluk Vin dan Kak Cell. Kali ini Kak Cell terlihat menyedihkan, ia tak bisa menyembunyikan rasa takutnya lagi. Ia tak bisa bersikap sedatar mungkin. Setetes demi setetes Kak Cell mengeluarkan air mata nya. Berbeda dengan Vin, Vin tidak setakut dahulu namun ia sekarang pun juga tidak sedang berani. Ia melirik lurus ke depan rumah Paman Afkar. Pintunya terbuka namun tak dapat dimasuki sembarangan orang karena sedang dilakukan otopsi. Seminggu lalu ia melihat seseorang wanita namun kini yang ia lihat adalah seorang pria yang rambutnya bewarna putih bercampur darah bewarna merah. Wajah pria itu sama naas-nya dengan wajah wanita yang ia lihat. Seingatnya ada sebuah kacamata disamping jari pontong pria itu.

Kejadian seminggu dahulu belum selesai diperiksa dan ditemukan tersangkanya dan kini Vin harus mendapatkan kembali hal yang sama. Vin, Kak Cell dan Paman Afkar merasa dihantui oleh sosok yang tak dikenal dan tak ingin di kenal.

HappyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang