[21] Si Bodoh dan Si Pintar

3.3K 147 8
                                    

Fajrin mengendari motornya dengan tidak memerhatikan jalam. Kalimat yang Raka lontarkan padanya, terus menghantui pikiran Fajrin.

Fajrin, gue cinta sama lo!

Dalam benaknya, Fajrin seperti dirajam oleh ratusan besi panas. Amarahnya menyatu membakar jiwa Fajrin. Ia tidak akan pernah memaafkan Raka. Tidak akan pernah.

Fajrin menyimpan motornya di garasi, dan segara naik ke kamar. Membaringkan tubuh lelahnya di atas kasur. Merentangkan tangannya agar udara bisa sedikit menyegarkan tubuhnya.

Saat Fajrin memejamkan matanya, ponselnya berbunyi. Fajrin malas untuk membukanya. Namun, ia memaksakannya.

Irza menelpon.

"Hallo Za."

"Hallo kak. Kakak ada di mana?"

"Di rumah nih. Hahh."

"Kakak kenapa? Sakit bukan?"

"Gak. Cuma kelelahan," Fajrin tak ingin Irza mengkawatirkannya.

"Aku ke sana ya!"

"Kamu udah sembuh total belum?"

"Udah. Lagian, besok aku mau sekolah kok."

"Bagus dong. Kamu nginep aja. Temenin kakak. Ibu belum pulang"

"Baiklah."

"Aku jemput ya."

"Gak usah kak. Supir bakal nganterin aku."

"Sip. Sayang, jangan lama-lama!"

Setengah jam kemudian, Irza sudah tiba di depan rumah Fajrin. Pak Maman membawakan tas Irza ke dalam rumah dan kembali pamit pergi.

Irza memberikan senyum pada Fajrin. Fajrin membalas senyumnya dengan sebuah senyuman singkat. Irza merasa sangat aneh melihat Fajrin seperti ini. Fajrin membawakan tas Irza ke kamarnya.

Setibanya di kamar, Fajrin meletakkan tas Irza di kasur. Dan dengan cepat mendorong Irza ke dinding. Menjerat Irza ke dalam dadanya. Pelukan memang membuat semua perasaan menjadi lebih baik.

Tangan yang lebih besar melingkar di pinggang dan tengkuk Irza. Irza terdiam, dan membalas peluk Fajrin dengan erat. Angin merapi menghembus antara keduanya.

Hati Fajrin yang lebam karena hari yang gila, perlahan sembuh dan menghilang. Irza adalah obat bagi Fajrin.

"Irzaku, kenapa kau begitu lama. Kau tak tahu bagaimana aku sangat merindukanmu," Fajrin mengembuskan napasnya sambil menenggelamkan wajahnya ke leher Irza.

"Maafkan aku. Aku juga merindukanmu. Sebernarnya, apa yang terjadi padamu?" Tak perlu ditebak lagi, Irza tahu bahwa Fajrin memiliki masalah.

"Tidak ada. I'm fine,"

"Jangan berbohong. Hati dan perasaan kita saling terhubung. Aku bisa merasakan beban yang memberatkanmu!"

Fajrin melepaskan pelukannya, dan langsung membaringkan tubuhnya di atas kasur. Ia mendesah.

"Orang itu brengsek. Aku tidak akan pernah memaafkannya.

"Siapa?"

Fajrin mengambil sebatang rokok dari tasnya, menyulutnya ke dalam mulut dengan cepat. Asap tipis mengepul di atmosfer kamar ini. Saat perjalan pulang, Fajrin berhenti di sebuah mini market untuk membeli rokok. Sudah dua tahun sejak SMP ia tidak merasakan rokok. Saat sedang kesal, dulu Fajrin biasa merokok untuk menghilangkan kekesalannya. Namun, ia segera sadar setelah masuk SMA, dan sekarang keinginan itu datang kembali.

Blind Of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang