Seberkas cahaya

1.7K 220 19
                                    

Suga terdiam tanpa sepatah katapun. Dalam kegundahan ia masih terus bepikir, bagaimana ia akan menjelaskan pada sang eomma. Ia bukan kakak yang baik, tak bisa menjaga adiknya dengan baik. "Harusnya aku yang pergi Ji, bukan kau". Gumamnya sedari tadi.

Jimin berhenti dari langkahnya, ia menatap tak suka melihat wajah datar itu bersedih, hatinya seperti ingin menangis pula melihat keadaannya. Tubuh kecil itu ingin sekali ia rengkuh. Mungkin Jimin belum pernah merasakan perasaan kehilangan semacam ini, namun hanya dengan melihat kesayangannya yang seperti ini saja hatinya sudah seperti tersayat.

"Hyung, mari kita pulang". Bahkan ucapan Jimin tak diindahkannya.

Jimin tak hilang akal, ia mendekat mengusap surai hitam milik Suga. "ayo pulang bersamaku hyung". Jimin kembali berucap lembut.

Suga menggeleng. Jimin mengerutkan keningnya mencoba untuk membujuk sang hyung kembali.
"ayolah hyung?, kau tak mungkin tidur di depan kamar mayat bukan?".

Suga menimang-nimang ucapan Jimin yang ada benarnya.
"Jim". Lirihannya membuat Jimin terlonjak.

"iya hyung, kenapa?". Sedikit lebih Jimin paham bahwa saat ini otak Suga tak bisa berpikir jernih. Bahkan ia pikir mugkin terlalu banyak hal yang pasti dipikirkanya.
"ada apa katakan padaku hyung?"

Suga menatap sendu manik Jimin, mataya yang tengah berhenti mengeluarkan air mata, kini nampak kembali sendu dengan hiasan buliran bening yang siap meluncur.

"aku harus mengatakan apa pada eomma, aku kakak yang buruk Jim, aku...aku". jimin merengkuh bahu kecil Suga dalam dekapan dadanya.

"stttt....jangan mengucapkan hal buruk tentang dirimu hyung, dimataku kau namja paling baik dan pengertian yang pernah aku kenal. Jangan pernah merendahkan dirimu lagi okey". Suga hanya terdiam dalam dada bidang Jimin.

Jimin membawa Suga kerumah besarnya. Nampak ia kini menggendong namja pucat yang tengah tertidur nyaman dalam pundaknya.

"aku pulang". Dengan langkah hati-hati Jimin melangkah masuk.

"Tumben kau telat saaa.....yang". Nyonya park nampak memandangi sang putra yang tengah membawa namja asing dlama pundaknya.

Tanpa memberi penjelasan lebih lanjut, Jimin meninggalkan eommanya menuju kamar tidur.

Setelah dirasa selesai, ia melangkah dengan hati-hati keluar dari kamar tidurnya.

Sang eomma tengah melipat kedua tangannya menyilang di atas dada.

"Park Jimin". Jimin merinding merasakan aura aneh yang kini menyelubungi sang eomma.

"Aku tahu, mari kita bicara di bawah".

.

.

"Dia siapa?". Jimin menghela nafas panjang sebelum introgasi ini berjalan panjang.

"Dia Min Suga".

Sang eomma tersenyum dan berkhayal sejenak.

"Jadi dia yang bernama Suga, pintar juga nih anak pilih-pilih. Kerjain sedikit tak apa kan?".

"Ehemmm, lalu kenapa kau membawanya kerumah bocah. Bahkan menidurkannya di kamarmu. Apa yang telah kau lakukan padanya huh?". Jimin mengehal napas kembali.

"Eomma aku hanya menolongnya, kumohon jangan mengusirnya arra!!". Sang eomma masih menimang-nimang keputusannya.

"Beri satu alasan kenapa aku harus menerimanya". Jimin menatap jengaha eommanya..

"Aku mencintainya. Apa itu cukup". Sang ibu hanya tersenyum. "Baiklah, ia boleh tinggal". Setelahnya nyonya Park beranjak meninggalkan Jimin yang keheranan melihat tingkah sang eomma.


.
.

Pagi hari yang kelam bagi Suga. Ia harus melihat sang adik untuk terahir kali sebelum ia pergi selama-lamanya. Bersama kedua orang tuanya ia menunduk terisak pedih. Sungguh pemandangan yang jarang sekali Jimin lihat. Namja kesayangannya yang biasnya hanya diam dengan wajah datar kini menangis hebat. Lihatlah lingkar hitam dibawah kelopak matanya.

Suga bahkan hanya terdiam memandangi kedua orang tuanya. Sungguh berat ia rasakan sebagai seorang hyung yang gagal dalam tanggung jawabnya. Beberapa teman kerjanya menyalami bergantian untuk turut berduka.

.

.

.

Sore menjelang malam ruangan yang tadinya ramai menjadi sepi. Atmosfir kini berubah kelam, Jimin masih setia menyambut beberapa tamu yang masih berada disana, meski ia bukan dari pihak keluarga, Jimin rasa ia perlu menggantikan ehemmmm calon masa depannya.

Setelah dirasa tak ada lagi seorang pun disana ia mendekat kearah Suga yang nampak terlelap disudut ruangan. Ia tersenyum senang memandangi wajah polos Suga. Tanpa Jimin sadari nyonya Min mendekat kearah mereka berdua.

"bisa kau pindahkan Suga kekamarnya, kurasa ia telalu memaksakan diri". Jimin mengangguk paham setelahnya menggendong Suga ala bridal style menuju kamarnya.

.

.

.

Jimin nampak sedikit canggung, pasalnya sekarang dirinya berhadapan dengan mmmmmm calon mertua mungkin lebih tepatnya. Beberapa kali ia meremas jemarinya untuk mengurangi kegugupannya. "siapa namamu tadi". Tuan Min kini memandang Jimin penuh selidik.

" Park Jimin imnida". Nyonya Min tersenyum jemarinya mengusap pipi Jimin seperti yang dilakukan eommanya. "apa kau kekasih Suga". Jimin menggeleng pelan. "kurasa masih calon hehehee...". kedua orang tua Suga nampak mengeleng dengan tawa mengembang. "apa kau mencintainya?". Jimin mengangguk mantap tanpa ragu. "dia itu terlalu keras kepala, kami tak pernah menyalahkannya atas kejadian yang menimpa Jihoon, karena kami tau diapun pasti terluka". Jimin menatap wajah sendu eomma Suga.

"aku harap kau bisa menjelaskan padanya bahwa ini bukan sepenuhnya kesalahan Suga". Jimin merasa senang kedua orang tua Suga mengandalkannya. Berarti hubungannya disambut baik oleh meraka, tanda lampu hijau sudah didepan mata.

Jimin pamit setelah kurang lebih satu jam berbincang dengan kedua orang tua Suga. Kini tinggal sepasang suami istri yang tengah memijit pelipisnya merasakan kepalanya yang berdenyut.

"apa Suga telah bertemu keluarganya?". Tuan Min mendekap sang istri yang akan menangis.

"kurasa sudah, kau tau chagi aku mendengar bahwa tuan Kim mengatakan hal kasar didepan Suga, bahkan ia bersyukur putranya tak mengalami hal serius". Sang istri mendongak menatap suaminya yang menghela napas panjang. "bahkan mungkin bocah itu lebih sakit dari kita chagi, kurasa aku akan memukul pria itu jika berani kembali mengolok putra kita". Nyonya Min hanya mengangguk semakin terisak. "kita harus melindunginya chagi, hanya dia putra yang kita punya sekarang". Dekapan tuan Min semakin mengerat.

"akan kulakukan apapun untuk putraku". Nyoya Min nampak tersnyum senang. Ia tak pernah membeda-bedakan kedua putranya, meski Suga bukan darah dagingnya, ia menyayangi keduanya. Ia pun tak akan tinggal diam ketika melihat putranya yang dihina orang, bahkan mungkin kalau saja saat itu ia tengah berada disana, mungkin ia dengan berani akan menyiram namja yang notabene adalah ayah kandung putrnya, ia tak peduli bahwa ia adalah dokter yang disegani disana, ia juga tak peduli keyataan bahwa ia adalah ayah kandung putranya, yang ia pikirkan hanya perasaan putranya yang terluka. Memang benar Suga tak pernah mengatakan apapun keluh kesahnya, ia terlalu kuat untuk menyimpan segalaya sendiri. Nyonya Min bangga memiliki putra seorang Min suga.

tbc. . . .

mugkin ff ini akan fast update, karena ku pikir aku akan menyelesaikan cerita ini terlebih dahulu... . . .

mungkin yang akan tamat dulu yang ini.

btw ada yang suka anime Kuroku kah??

aku berencana ngeremake tuh anime tapi tetep dg tokoh utama minyoon

ehehehehehehehehehe

terima kasih sudah baca...

next chap langsung wait beberapa detik lagi. . 

K.I.N.A.N

be Happy (MINYOON ft. Taegi)Where stories live. Discover now