Kenapa Ardhan Menulis Catatan ini (curhatan dini hari di bawah pohon cermai)

2.7K 224 15
                                    

Minggu, 1 Januari 2017.


Namaku Ardhan. Kalau kamu tanya panjangnya, aku akan menulis Ardhan Putra sebagai jawaban buat kamu. Kalau kamu nanya lagi berapa umurku, untuk sekarang, aku akan jawab delapan belas. Dan kalau kamu masih ingin nanya lagi tentang apapun itu mengenai Ardhan Putra, saranku adalah baca saja tulisanku sampai habis. Karena aku bukan cowok kutu buku yang doyan baca, apalagi nulis. Aku nulis ini saja sebenarnya malas bukan main.

Oke, sesuai niat awal, aku akan menuliskan semua yang kutahu, kuingat, dan kurasakan ke April, pacarku. Dua jam lalu, April sedang duduk di sampingku sembari makan jagung bakar khas malam tahun baru, kemudian dia bersandar di bahuku lalu mengatakan, "Ardhan, kamu tadi bilang kalau 2016 itu tahun paling berkesan bagi kamu, kan?" Aku cuma meliriknya sedikit, lalu mengangguk asal sebagai jawaban. "Kalau gitu, untuk tahun 2017 aku boleh minta satu permintaan?"

Kali ini, aku meliriknya lagi, kemudian tersenyum tipis sambil mengusap rambut panjangnya. "April, sejak kapan kamu minta izin dulu kalau pengin sesuatu? Kamu itu cewek, tapi sukanya grudak-gruduk kayak tikus."

"Sejak barusan," jawab April sambil tersenyum dengan bibirnya yang belepotan saus, dia kemudian menggigit jagungnya lagi. Dia itu, bisa nggak sih, berlagak anggun sedikit di depan pacar?

"Oke, aku bakal nurutin permintaan kamu. Tapi satu aja, ya." Setelah aku mengucapkan kalimat itu, April langsung melompat senang. Dia melempar jagung bakarnya dan memelukku erat, sampai-sampai dia nggak sadar kalau saus yang menempel di bibirnya itu, sekarang beralih mengotori kausku. Untung warna kausku hitam, Pril.

"Kamu lupa kalo aku nggak suka dipeluk?" keluhku, tapi tak urung aku juga membalas pelukannya.

Dia melepas pelukan kami. "Inget kok, kamu nggak suka dipeluk kecuali-"

"Jadi, permintaannya apa?" Ku potong kalimatnya itu, dia langsung cemberut. Melihat itu, langsung saja aku suapi mulutnya dengan jagung bakar milikku, dan dengan nurut dia melahapnya. Masalah selesai. Untung pacarku hobinya makan.

Perlahan, aku perhatikan April yang sedang mengunyah janggung di mulutnya, dia menelannya kemudian mulai menjelaskan apa yang dia minta dariku.

"Ardhan, kamu itu jadi pacar tapi jarang ngomong, aku mana bisa tau."

Aku mengernyit. Dia itu kalau ngomong suka setengah-setengah. "Tau apa?"

"Yah, tau semuanya. Gimana perasaan kamu ke aku, secantik apa aku di banding cewek-cewek di kampus kamu, apa aku jelek kalau lagi makan, bagian mana dariku yang masih harus aku ubah, dan masih banyak yang lain lagi. Kalo aku sebutin satu-satu, mungkin lusa pagi baru selesai."

"Perasaan aku ke kamu? April, kamu itu pacar aku, nggak usah ditanya juga udah jelas jawabannya."

"Aku kan maunya kamu yang jelasin. Aku itu pengertian, aku tau kamu orangnya males ngomong, jadi aku mau semua yang kamu rasain ke aku itu, kamu tulis. Dalam satu buku catatan, biar bisa aku bawa dan baca di busway pas berangkat kuliah."

Mendengar permintaannya, jelas aku kaget. Mataku yang bulat jadi lebih bulat lagi, bibirku juga tidak mungkin tetap rapat saat mendengarnya, ekspresiku pasti tak karuan. Aku tak peduli, April juga sering jelek kalau lagi ngambek. "April, kalau kamu sebutin satu-satu aja bisa sampe lusa, gimana kalau aku tulis? Jadi ensiklopedia bisa-bisa," kataku.

"Terserah kamu sih, kalau nggak mau nurutin permintan aku." Duh, wajahnya saat mengatakan kalimat itu benar-benar. April-ku lima menit lagi bakal nangis kalau sampai aku tidak menuruti dia.

"Kalo muka kamu udah gitu, aku mana bisa nolak."

Dia langsung tersenyum lebar, matanya berbinar. "Muka aku udah cantik, ya?"

Aku memasang senyum terpaksa sembari mengusap rambutnya, kemudian aku mengangguk. Anggukan yang sama terpaksanya dengan senyumku. "Aku bakal tulis semuanya, cuma untuk tahun 2017, ya. 2018 dan tahun-tahun berikutnya, aku nggak mau lagi lho, nurutin permintaan kamu, Pril."

Voila! Karena kalimatku yang satu itu, bukannya tidur, aku malah menulis sekarang. Jam satu pagi begini, dingin-dingin, April itu memang benar-benar pengertian. Memang sih, suasananya tidak sepi, di langit kembang api masih sahut-sahutan, berhubung tahun baru. Tapi tetap saja aku ngantuk!

Walaupun begitu, aku tetap akan menuliskan semua yang kuingat tentang kamu, Pril. Tentang kita. Catatan ini tidak sepanjang yang kau minta, tapi bagaimana kamu di mataku, semuanya akan kutulis di buku ini.

Mungkin, karena tulisan ini kamu akan tau, bahwa rasa sayangku padamu, jauh lebih besar dari yang kau kira.

***

A Letter for AprilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang