SEKILAS CERPEN

36 32 11
                                    

"MAKNA SENYUMAN"
By: AlyaMaharani

Namanya Adista Floren. Salah satu siswi terpintar dan tercantik disekolah Garuda Bangsa. Pagi ini ia berangkat sekolah di antar oleh supir pribadinya. Selain pintar dan cantik,ia juga kaya raya dan baik hati. Sungguh sempurna dan membuat banyak orang senang berteman dengan gadis remaja satu ini.

Adista melangkah menuju kelas IX C. Sepanjang perjalanan,tak henti-hentinya ia disapa oleh teman-teman lain dikoridor sekolah. Adista membalas sapaan mereka semua dan menyunggingkan senyum terbaiknya. Begitu sampai diruangan kelas, Ningsih teman sebangku Adista menyambutnya dengan tatapan tajam dan wajah yang ditekuk. Selalu saja begitu. Seolah mengatakan bahwa ia merasa iri dengan ketenaran yang dimiliki Adista selama ini.

"Hai,Ning! Pagi..", sapa gadis cantik itu seraya meletakkan ranselnya dikursi.

"Juga!", balas Ningsih acuh. Ia memalingkan wajahnya ke arah lain.

"Senyum dong sekali-kali. Cemburut mulu,ntar cepat tua lho..", canda Adista sambil sedikit terkekeh.

Bukannya tersenyum, Ningsih malah semakin bersikap tak peduli. Bahkan dia merasa tersinggung mendengar ucapan teman sebangkunya itu. Tak lama kemudian, bel masuk pun berbunyi. Adista,Ningsih dan teman-teman yang lain segera bersiap menerima pelajaran.

Waktu berlalu dengan sangat cepat. Siang hari sepulang sekolah, orangtua Adista mengajaknya makan disalah satu cafe langganan mereka. Begitu tiba, Adista segera memesan menu favoritnya yaitu nasi goreng spesial dan jus alpokat. Saat sedang melahap makanan itu,Adista melihat dua orang pria memasuki ruangan cafe. Pria yang pertama berusia sekitar setengah abad,sedangkan yang satunya lagi terlihat masih berumur dua puluh tahunan. Pakaian yang mereka kenakan terlihat compang-camping,bahkan wajah keduanya pun dipenuhi debu jalanan.

Adista berpikir bahwa mereka pastilah seorang bapak dan anak yang sedang mencari pekerjaan dicafe ini.

"Apa-apaaan dua orang pengemis itu? Dekil sekali!!"

Seseorang yang berada dimeja belakang Adista tiba-tiba saja menyahut tajam. Membuat gadis itu tersedak keget dari makanan yang sedang dilahapnya dan segera menoleh. Mencari tahu siapa seseorang yang teganya berkata sehina itu.

"Iya,Ma! Udah dekil,bau lagi! Cepat pergi sana!", cela seorang gadis yang sekiranya sebaya Adista dan ternyata putri dari ibu-ibu yang berkata tercela juga tadi.

Adista lantas merasa sangat marah. Tak pernah ia mendengar seseorang merendahkan orang lain sampai seperti itu. Kemudian dua orang pria tadi mengantri dimeja kasir untuk memesan sesuatu. Mereka menghiraukan orang lain yang berkata pedas bahkan menatap mereka tajam secara terang-terangan. Semua yang ikut mengantri disana menutup hidung mereka, seolah mengatakan bahwa kehadiran seorang bapak dan anaknya itu membawa bau yang menyengat.

"Pesan teh dinginnya satu,mbak", ucap si pria muda saat mendapat giliran.

Adista yang memang duduk tak jauh dari sana dapat mendengar suara itu. Dan ia merasa kasihan,setelah menunggu lama untuk mengantri ternyata mereka hanya memesan teh dingin untuk diminum. Mungkin karena cuaca diluar sana sangat panas membuat mereka memutuskan untuk berteduh diruangan cafe yang terdapat pendinginnya. Bahkan setelah tiba pesanannya, mereka menikmati segarnya air dingin berdua. Uang receh untuk membayar minuman itu pun mereka kumpulkan dan diberikan pada sang kasir. Sungguh pemandangan yang sangat ironis.

"Ma, Pa.. Adis ingin menghampiri mereka sebentar,ya?", pinta gadis itu seraya menyudahi makannya.

"Mereka siapa,Nak?", tanya Mama Adista.

A I K OWhere stories live. Discover now