Part 1 (Love at the first sight)

48.7K 2.4K 26
                                    

Dengan sedikit tergesa gesa Fara turun dari mobil yang dikendarainya sambil menenteng map dan menghisap rokoknya. Diusapnya peluh yang membasahi pelipis dan lehernya. Cuaca di Jakarta begitu menyengat siang ini, membuat kulit putihnya memerah. Fara menggulung dan mengikat tinggi rambut coklatnya yang tergerai panjang. Kemudian Dipakainya kemeja kotak kotak yang tersampir dibahunya untuk menutupi tubuhnya yang hanya dibaluti kaus polos ketat.

" Universitas Islam Jakarta"

Suara Fara terdengar jernih saat membaca papan nama besar yang terpampang dihadapannya. Sesaat kemudian dia langsung melangkah masuk ke gerbang kampus megah yang memang sudah sering dikunjunginya ini.

" Siang mbak Fara..."

Sapa pak Jon, satpam kampus. Fara tersenyum dan mengangguk kecil melihat lelaki tinggi besar yang seumuran dengan ayahnya itu. Kemudian dia berlalu melewati pos satpam tempat pak Jon berjaga. Langkah Fara terlihat santai menuju bagian rektorat kampus. Meskipun penghuni kampus yang sedang bersantai di halaman ataupun yang lalu lalang disekitar area parkiran sedang memperhatikannya. Tak dihiraukannya beberapa pasang mata yang melihatnya sinis. Karena Fara memang sudah tahu kenapa mahasiswa disini menatapnya seperti itu. " Kalau mau mengunjungi kampus ayah, tolong berjilbab dan berpakaian sopan. Kamu tahukan tak ada satupun perempuan yang membuka aurat disana?". Fara tersenyum miris. Perkataan ayahnya kembali terngiang ditelinga Fara. Ya, ayahnya memang sering mewanti-wanti Fara seperti itu. Sebagai Rektor di Universitas Islam, ayahnya tidak mau dianggap remeh karena mempunyai anak seperti Fara. Gadis selengekan yang identik dengan pakaian tidak sopannya. Kaus atau kemeja ketat. Celana jeans ketat yang membentuk paha atau jeans robek di bagian lutut. Puntung rokok yang dibuang sembarangan. Dan rambut pirang yang kadang di gerai atau diikat.

Tok-Tok-Tok!!

Setelah mengetuk pintu beberapa kali, tanpa rasa segan Fara pun masuk kedalam ruangan megah bercat putih. Matanya meneliti ke setiap sisi ruangan yang didominasi oleh lemari-lemari kaca. Di dalamnya berisi arsip dan buku-buku. Kemudian matanya beralih ke meja yang berada di sudut ruangan besar ini. Di atas meja itu terpampang papan nama seseorang yang sudah sangat dia kenal. Prof. H. Helmi Ali Akbar. Fara tersenyum sambil terus mengunyah permen karet yang baru dia makan ketika hendak masuk ke ruangan rektor yang tak lain adalah ruangan ayahnya. Diapun duduk di sofa empuk yang berada ditengah-tengah ruangan. Merentangkan kedua tangannya di kepala sofa sambil mengeluarkan selembar kertas yang berada dalam map yang dia pegang.

Ceklek!!

Bunyi dentingan pintu membuat Fara menoleh ke arah sumber suara yang terletak di dekat jendela besar ruangan. Tepatnya ke arah pintu toilet yang sedang dibuka oleh seorang lelaki berumur 58 tahun. Lelaki gagah yang memakai kemeja putih dan dasi dongkernya itu membuka kecamatanya dan melangkah ke arah sofa. Dia menghela nafas saat mendapati putrinya tiba-tiba saja berada disini.

" Ada apa?"

Tanya lelaki itu sambil duduk di sofa terpisah dengan nada datar.

" Doaku terjawab. Dan cemoohan ayah selama ini terbalas dengan selembar kertas yang ku pegang."

Fara memberikan selembar kertas itu pada ayahnya sambil berulas senyum kemenangan. Dahi ayahnya membetuk kerutan. Dipakainya kembali kecamata yang sempat dia lepas.

" Surat kontrak dengan penerbit. Hmm..Bagus. Dan lebih bagus lagi kalau kamu berhenti merokok. Ruangan ini jadi tercemar."

Ayah nya bedercak santai. Di letakannya selembar kertas berharga itu diatas meja tanpa pengahargaan yang berarti. Ditatapnya paras timur tengah putrinya. Melihat Fara, dia bagaikan melihat cerminan dirinya sendiri. Putri nya itu begitu mirip dengannya. Mungkin karena itulah mereka selalu bertentangan dalam hal apapun.

POOR LOVEWhere stories live. Discover now