12. Untuk Pertama Kalinya

20.3K 1.8K 152
                                    


     Dengan langkah panjang dan tegas, dengan cepat Alden sampai pada Nada yang dengan ragu telah berdiri dari duduknya. Dia tidak tau jika rautnya membuat Nada mengkerut takut. Yang ada di benaknya hanyalah satu, pengkhianantan.

Memang belum jelas apa yang tengah dilakukan mereka, selain menyanyi dan tertawa bersama. Tapi itu saja sudah cukup untuk menyalakan api kemarahan yang membakar Alden dari dalam. Pengkhianatan. Alden baru sadar, jika Nada melakukannya, dia pasti hancur, lebih dari yang sanggup di bayangkannya.

Dicengkramnya tangan Nada dan diseretnya wanita itu untuk mengikutinya.

"Tunggu sebentar." Kalven berdiri, mengikuti langkah Alden yang berderap dalam amarah. "Kau tidak perlu marah begitu, kami hanya..."

Alden berhenti sesaat hanya untuk berbalik dan menunjuk Kalven. Tanpa kata. Tapi dengan tegas menyuruh adiknya itu untuk diam dan tidak ikut campur lagi. Sebelum berbalik dan membawa Nada bersamanya, meninggalkan Kalven yang terpaku. Kaku. Dengan kesadaran penuh, kakak-nya belum memaafkannya.

Dalam cengkramannya, Nada mencoba melepaskan diri, tapi sedikitpun Alden tidak memberikan kesempatan. Tidak peduli pada permohonan Nada untuk melepaskan lengan wanita itu yang sakit. Bahkan jika patah sekalipun, Alden akan terus berjalan dan menyeretnya. Sampai kamar mereka, barulah Alden melepaskan Nada dengan sebuah hentakan kasar.

Mata mereka bertemu, dan Alden tidak bisa lagi mehanan dirinya. Diraihnya pundak Nada, diguncangnya kasar. "Apa yang telah kau lakukan?! Bukankah sudah jelas peringatanku?! Kenapa kau malah tertawa bersama dengannya?!"

Nada berontak, mencoba melepaskan diri dari guncangan yang membuatnya mual. "Hentikan..." Pintanya lirih. "Tolong hentikan."

Alden menghentikan guncangannya, tapi tidak dengan cengkraman yang akan segera meremukan tulang bahu Nada. "Aku mempercayaimu, Nada! Tapi apa yang sudah kau lakukan?!"

"Memangnya apa yang aku lakukan? aku hanya berbincang sebentar dengannya!"

"Berbicang katamu? Berbincang?!" alden melepaskan cengkraman dengan sentakan. Membuat keseimbangan Nada goyah dan terdorong beberapa langkah ke belakang. "Kalian bernyanyi! Kalian tertawa!"

"Hanya itu... aku..."

"Berhenti mengelak!" terikan Alden bukan hanya memotong kata-kata Nada, tapi juga membuat wanita itu bergetar. "Kau mengkhianatiku, Nada!"

"Aku tidak..."

"Kau mengkhianatiku!!!"

"Berhentilah berteriak dan dengarkan aku!!!" pekikan Nada membuat Alden tertegun. Menatap Nada masih dengan mata marahnya. Namun bukannya mengambil kesempatan itu untuk membela dirinya, Nada malah berpaling. Mencoba menahan tangis dan amarahnya.

Melihat Nada yang seolah-olah lelah, Alden tersentak mundur. Wanita yang ada di hadapannya ini Nada. Wanita yang kaku namun begitu baik dan hangat. Wanita polos yang jujur. Wanita ini Nada, bukan Deeva. Kenapa dia sampai hati memperlakukannya seolah Nada tertangkap basah di atas tempat tidur Kalven?

Ya, mereka bernyanyi, mereka tertawa, tapi kenapa itu begitu mengganggu Alden sampai sebegitunya? Apa setelah sekian lama, Alden belum juga melupakan pengkhianatan Deeva? Tapi ini Nada... bukan Deeva. Alden harus bisa bersikap berbeda. Dan jelas, dulu dia mencinta Deeva sehingga wajar rasanya merasa begitu marah. Tapi Nada... Alden tidak... tidak mengerti. Tidak mungkin Alden mencintainya. Lalu apa yang menyulut amarah primitif dalam diri Alden? Kenapa rasanya dia akan hancur jika Nada menghianatinya?

"Aku... melakukannya lagi." Katanya penuh sesal. "Aku sudah berjanji, tapi aku melakukannya lagi. Maafkan aku, Nada, aku..." Nada mengelak dari sentuhannya, membuat Alden mengepalkan tangannya dan menurunkanya kembali di sisi tubuhnya.

A Prince For Rented #1stTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang