7. Preparing for the wedding.

68 5 1
                                    

Sebenarnya ini bukanlah sesuatu yang ku inginkan. Ini terlalu..... Terlalu lama, mungkin? Awalnya aku ingin acara pernikahan ku berlangsung satu bulan setelah Jeselyn menerima cincin itu dari ku. Tapi nyatanya(?)

Aku harus menunggu satu tahun lagi. Menunggu kami lulus dari sekolah.
Menunggu kami melepas kedudukan sebagai siswa di sekolah menjadi seorang Mahasiswa.

Itu terlalu lama! Sungguh!

Apalagi jika aku harus menyembunyikan acara lamaran rendahan di trotoar waktu itu. Taehyung hyung bilang, itu akan membuat ku di cap menjadi seorang yang telah melakukan kesalahan besar pada wanita. Padahal, tidak ada kesalahan apa pun yang aku perbuat pada wanita yang telah menjadi milik ku itu. Sebagai kekasih. Dirinya baik-baik saja. Seperti saat ini, jauh melebihi baik-baik saja ia malah meningkatkan nafsu makannya akhir-akhir ini.

"Apa perut mu sebesar bola dunia? Kau sudah makan 2 ramyun." Ujar ku berusaha menghentikannya makan. Tapi ia malah tidak mendengar, melainkan menengok pada seseorang yang duduk di sebelahnya saat ini.

"Hyung! Selesaikan permainan ini! Aku yang akan bayar semuanya!" Putus ku. Dan perang dunia sesi ke-3 pun berhenti sebentar.

"Jinjja?!" Semua yang duduk di meja menghentikan aktivitasnya untuk menatap kepada ku yang kali ini menatap tajam pada Jeselyn.

"Ne!"

Jeselyn melipat kedua tangannya di depan dada, menggumamkan sedikit kata-kata yang ku ketahui umpatan kasar para pedagang di pasar. Aku tau, ucapan ku pasti seolah mengalahkan dirinya dari perlombaan makan ramyun bersama Taehyung hyung, dan yang lainnya. Mereka Jaehyun, Mark, Jinsil dan Minsoo.

Kami berada disini karena Jeselyn yang tiba-tiba jalan melewati ku begitu saja tanpa berbicara apa-apa. Dan ketika aku tanya mengapa ia begitu, ia hanya menjawab seadanya.

"Aku ingin taruhan dengan mereka, di kedai ramyun depan." Sembari menunjuk Minsoo dan Jinsil yang jalan mendahului Jeselyn.

Alhasil, demi memastikan keselamatan Jeselyn aku pun terpaksa ikut dengan Taehyung hyung sekalian ke kedai yang lebih pantas di sebut cafe karena telah di renovasi. Kami disana bertaruh, memakan ramyun paling pedas terbanyak. Yang kalah harus membayar pesanan.

Awalnya kami memesan ramyun level 10 dengan menyatakan yang kalah adalah Jeselyn dan Taehyung hyung secara bersamaan. Dan kami sepakat untuk mengadukan Jeselyn dengan Taehyung untuk bertanding makan Ramyun level 8. Ah, ralat. Aku tidak sepakat! Aku dipaksa sepakat karena Minsoo mengancam ku akan mencoret-coret mobil putih ku dengan pilox warna-warni. Tapi, itu bukan berarti aku lebih cinta mobil dsripada Jeselyn. Yeah, mereka terlanjur memesan ramyun saat aku berdebat dengan Minsoo.

"Minum ini! Susu akan menghilangkan rasa pedas di mulut mu." Aku mengulurkan susu kemasan setelah melihat wajah merah Jeselyn yang berlagak tak kepedasan sama sekali.

Sementara Taehyung, ia telah mengambil 2 gelas lemon tea milik Mark dan Jinsil.

"Kau harusnya pesan lagi! Itu milikku tau!" Oceh Jinsil.

"Dasar, senior menyebalkan." Dengus Jaehyun. Taehyung tidak terima, ada rasa pedas yang membakar mulutnya ia berusaha berbicara.  "Mwoga?!"

"Stop! Lebih baik kita pergi dari sini ok? Semua menatap kita!" Mark berbisik di akhir kalimat. Sekarang kami semua sadar telah menjadi perhatian pengunjung kedai ramyun ini.

Beberapa menit kemudian, kami pulang. Dompet ku sudah menipis saat aku memulai langkah untuk meninggalkan kasir. Mereka memperlakukan ku seperti ATM berjalan hari ini.

Tinggallah aku dan Jeselyn berdua dalam mobil yang berbau khas. Aku sesekali menengok untuk melihat apa yang sedang Jeselyn lakukan, lalu tersenyum. Jeselyn hanya menyenderkan kepalanya pada kaca dan sesekali mendaratkan dagunya saat kaca sudah diturunkan hingga ke bawah. Ia juga pernah bernyanyi dengan suara kecil dengan jari yang diketukkan pada pahanya mengikuti setiap irama di lagu yang ia nyanyikan. Sangat manis.

Dengan pelan aku sengaja menyalakan lagu. Lagu kesukaan Jeselyn yang entah mengapa bisa aku sukai juga. Biasanya, selera kita selalu bertolak belakang seperti misalnya Jeselyn menyukai lagu A aku suka lagu B, Jeselyn menyukai dingin dan aku menyukai hangat, Jeselyn ingin ini dan aku ingin itu.

"Kita mau kemana?" Jeselyn membuka suara, tangannya terulur untuk memutar tombol untuk menambah volume lagu.

"Entah, aku juga tidak punya tujuan."

"Em... Bagaimana jika kita ke butik?" Ia berujar semangat.

"Sabar Jeselyn. Jangan terburu-buru. Aku tau kau ingin cepat-cepat menjadi istri ku."

Wajahnya terlihat berubah menjadi cemberut. Menatap ku sinis sebelum ia menatap keluar dengan tangan yang menjadi tumpuan dagunya menikmati udara dingin di luar karena kaca yang benar-benar ia turunkan.

"Okay! Kita berangkat!" Seru ku menghela nafas. Sedikit melirik pada Jeselyn untuk melihat reaksinya. Dan akhirnya ia kembali membalik ke arah ku dengan binar mata beningnya.

"Jeongmal?!"

"Ne, Jeselyn-ah~~~"

"Yeay!!!"

---

Akhirnya, kita sampai di tempat yang mana rata-rata pengunjung disini memakai jas resmi dan pakaian bebas yang sedikit ditaburi bulir-bulir parfume mahal terkesan seperti parfume permanent. Mungkin itu pertama kali yang kami berdua lihat. Aku sedikit ragu saat melihat penampilan ku dan Doyoung yang masih memakai seragam sekolah, bau mobil yang menguak daripada parfume dan juga dilihat dari penampilan kita, rasanya sangat aneh jika seorang pelajar datang mengunjungi sebuah butik besar khusus baju pengantin di pusat kota. Beberapa orang melirik ke arah kita untuk bergunjing entah apa pada pasangannya.

Aku diam.

Lalu kami jalan, membelah dua bagian butik. Membuat beberapa pengunjung seolah tertawa mengejek atas apa yang kita lakukan. Bukan aku, tapi Doyoung! Ah, tapi berbalik dengan para pengunjung, ternyata para pekerja disini langsung tersenyum ramah menghampiri kami dan dengan sopannya mengambil tas yang beratnya bisa menurunkan tinggi badan jika dipakai 30 tahun berturut turut. Mereka mempersilahkan kami untuk masuk ke ruangan di sisi kanan, kemudian meninggalkan kita berdua yang masih diam melihat betapa banyaknya koleksi gaun dan jas yang terlihat mewah.

"Aku tidak menyangka kau berani membawa ku ke butik keluarga mu." Ujar ku begitu saja tanpa berpikir. Karena semua terasa sia-sia saat kami telah sampai disini.

"Ayah dan Ibu ku akan senang melihat kedatangan mu." Ujar Doyoung dan ia mulai jalan ke arah lemari kaca besar yang berisi berbagai macam model gaun dalam bentuk foto. Di depannya, telah terpajang gaun sesuai foto yang disorot lampu dari atas. Sangat mewah.

"Kau terlihat cantik jika memakai ini." Doyoung tiba-tiba menekan foto itu yang ternyata itu adalah sebuah tombol. Lalu setelah Doyoung menekannya, kaca yang melindungi patung bergaun itu  terbuka diikuti patung yang bergerak maju kedepan lalu turun hingga sekarang gaun itu bisa tersentuh secara cuma-cuma. "Daebak!" Aku berujar tak sadar lagi.

Tak cukup sampai disitu, di sekitar kaki patung itu sudah tertata rapih beberapa accesories lengkap dengan high heels.

"Oh my God. "

~~~

Just Like A DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang