BTS 7

5.5K 411 10
                                    

Sasa merenung ia bertopang dagu di meja kerjanya. Ucapan Syafa tadi di sekolah masih terngiang-ngiang di memorynya. Jujur ia kaget mendengar penuturan anak kecil nan lugu seperti Syafa. Ia sayang sekali dengan anak itu, Syafa sudah seperti anaknya sendiri, ia juga merasa senang bila berdekatan dengan Syafa. Hanya saja masih ada yang mengganjal di hatinya.

Secara tidak langsung ia mengelak keinginan dari gadis kecil itu. Bagaimana bisa? Ia sendiri saja sudah bertunangan dengan lelaki yang selama ini sudah berbuat banyak untuk keluarganya? Ia tak mungkin menyakiti hati Afriza. Walaupun rasa cinta itu belum hadir di hati Sasa, namun ia tetap menghargai Afriza sebagai calon suaminya nanti.

Secara bersamaan ponselnya berdering. Sasa menghela napas panjang, barusaja di pikirkan orangnya sudah menelpon.

"Wa'alaikumsalam." jawab Sasa datar.

"Sa, besok aku ada urusan penting di luar kota! Kamu jaga diri kamu baik-baik yah. Aku gak bisa jemput kamu. Maaf ya!" ujar Afriza yang membuat Sasa senang. Entah mengapa?

"Ya udah gak apa-apa kok, kamu emangnya mau ke daerah mana?" tanya Sasa yang jujur dihatinya mulai terselip rasa khawatir.

"Aku ke Lombok ada urusan bisnis di sana. Cuma dua minggu kok! Kamu jaga diri dan hati baik-baik ya untuk aku!" ucap Afriza di sebrang sana.

"Oh ya uda kamu hati-hati di sana!"
pesan Sasa yang membuat Afriza tersenyum getir di ujung telepon.

"Ya udah bobo gih, udah malem. Sampai ketemu di dua minggu yang akan datang. Sayang kamu!"

"Sayang kamu juga." balas Sasa.

Akhirnya telepon terputus setelah keduanya mengucap salam. Di hati Sasa ada rasa khawatir dan senang. Entahlah semunya bercampur menjadi satu? Ia khawatir dengan Afriza, tapi dia juga senang karena untuk sesaat ia tak melihat wajah kecewa Afriza. Apalagi setelah kejadian tadi siang di sekolah bersama Syafa, si gadis kecil yang entah mengapa membuatnya nyaman dan betah bersamanya!

Padahal dia sebelumnya tak pernah seperti ini dengan murid-murid lainnya dulu, hanya Syafalah anak kecil yang beda, menurut Sasa. Dia juga seperti memiliki ikatan batin yang kuat dengan Syafa. Entah apa itu? Ia juga tidak tahu!

Sasa menaruh ponselnya di meja, lalu beranjak menuju kasur. Ia akan istirahat. Sesuai pesan terakhir Afriza padanya barusan. Dan akhirnya Sasa memejamkan matanya setelah mematikan lampu kamar. Ia pun terlelap begitu damai.

***

Keesokan harinya Syafa masih betah berada dibalik selimut tebalnya. Ia tak kunjung bangun padahal sudah dibangunkan oleh Bik Atun, beberapa kali. Dan kini Fatirlah yang mengambil alih membangunkan gadis mungilnya itu.

Fatir mengusap lembut rambut Syafa, "Sayang! Bangun dong udah pagi, Syafa harus sekolah sayang."
begitu lembut Fatir membangunkan Syafa, si gadis kecil nan lucu.

Syafa menggeliat lalu perlahan membuka mata indahnya, "Ayah, Syafa gak mau sekolah!" cerca Syafa lalu menarik selimutnya menutupi wajahnya lagi. Ia tak mau menatap Ayahnya!

"Loh kenapa sayang? Anak Ayah kenapa, kok gak mau sekolah?" tanya Fatir yang membuat Syafa kesal.

Syafa mendengus.

"AYAH DAN IBU SASA JAHAT! KALIAN MENOLAK KEINGINAN SYAFA. SYAFA GAK MAU SEKOLAH."

Fatir terkejut mendengar pekikan putrinya, menolak keinginan Syafa? Apa maksudnya? Fatir benar-benar tak mengerti!

"Sayang! Ayah gak pernah nolak keinginan Syafa, emang apa mau Syafa? Biar Ayah penuhi."

Mendengar penuturan Fatir, Syafa langsung membuka selimutnya dengan senyum manis khasnya.
"Ayah dan Ibu Sasa harus menikah! Karena Syafa mau Ibu Sasa jadi Ibu beneran untuk Syafa. Syafa mau Ibu Sasa!" ucap Syafa semangat dan begitu lantang.

Bahagia Tanpa Syarat  (Complated)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang