dua

169 2 0
                                    

Dewa mengerang. Kakinya terasa pegal. Ia sudah berdiri di samping mobil selama lebih dari satu jam. Apa saja sih yang saudara kembarnya itu lakukan? Apakah dia akan beralasan dia latihan basket? Yang Dewa tahu pasti sebuah kebohongan besar. Lapangan, baik indoor maupun outdoor sudah sepi. Hanya tersisa anak cheers yang sedang asik bergosip. Dewa menerka-nerka, dan kemudian satu ide muncul di kepalanya. Ya. Pasti saudaranya sedang di sana. Dewa berjalan menuju kantin, kedua tangannya ia masukkan ke dalam celana. Tasnya yang ringan dibiarkan menggelayut di satu bahu.

Seakan dijatuhi batu berat dari angkasa, seseorang berlari kencang dan loncat ke punggung Dewa, membuatnya yang tidak siaga jatuh terjerembap ke tanah.

"KOK TUMBEN SIH LO LEMES?"

Dewa ingin mengumpat keras-keras, dan sekalian saja menghantam rahang siapapun yang membuatnya jatuh. Namun, setelah mendengar teriakan yang melengking dan memekakkan barusan, Dewa hanya bisa menggeretakkan gigi. Aturan pertama dari Ayah dan Ibu: laki-laki yang mukul perempuan itu payah.

"EH, BANGUN! Kok malah tiduran di tanah?" sesaat setelah beban itu hilang dari punggungnya, teriakan itu terdengar lagi.

Dewa bangkit berdiri, masih belum bersuara. Ia membersihkan telapak tangan, seragamnya dan tas yang terkena pasir.

"Ih, diem aja! Lo kenapa sih?"

Dewa menatap gadis mungil di hadapannya. Tingginya hanya sebahu Dewa. Rambutnya diikat sembarangan, bahkan beberapa helai sudah mencuat di sana sini. Senyum gadis itu terkembang lebar, yang membuat wajahnya terlihat menggelikan.

"Lo siapa?" akhirnya, Dewa bersuara.

Gadis itu mengerutkan kening. Alisnya hampir menyatu. "Lo kenapa? Salah makan? Barusan makan mie pake hidung? Ini gue...Tara," kedua lengan gadis itu terbuka, jari telunjuknya menunjuk diri sendiri.

Dewa terdiam. Tara? Tara yang mana? Dewa memang sering melupakan nama anak-anak kelas lain. Namun, ia biasanya ingat muka dari orang tersebut. Tapi, gadis ini, Dewa yakin ia belum pernah melihat mahkluk menyebalkan ini.

"Lo ken—"

"Tara? Lo ngapain?"

Baik Dewa maupun gadis itu menoleh ke arah sumber suara. Ternyata manusia yang sedari tadi ditunggu Dewa.

"Hah? Kok ada dua?" gadis itu bergumam.

Nala mendekat lalu terbahak. "Bukan ada dua. Ini gue, Nala. Ini kembaran gue, De—"

Dewa mendelik ke arah Nala. Menyebabkan cowok itu mengangkat kedua alisnya seakan bersuara: "Hah kenapa, sih?"

"LOH LO PUNYA KEMBARAN?"

***

Bima mengerjapkan kedua matanya. Rasanya brightness laptop-nya terlalu terang. Karena, semakin lama ia melihat, gelombang pusing menyerang kepala. Bima menurunkan brightness yang sebenarnya sudah rendah. Bima berbisik dalam hati, seakan sedang menguatkan diri sendiri, satu video lagi, Bim. Satu lagi.

Kursornya menekan satu judul video.

"Hai, Guys!! Ketemu lagi sama aku, AMBEAUTY!"

Demi Tuhan dan segala nikmat yang Ia berikan, Bima sudah berulang kali melihat senyum gadis itu di video-videonya yang lain. Namun, masih saja ia terpesona.

"Ok, jadi, di Senin yang gabut ini, eh, aku sih yang gabut, kalau kalian nggak tahu. Soalnya malas masuk kuliah akunya, hehehe.."

Bima tertawa kecil.

05:05Where stories live. Discover now