Chapter 1 - First met

7 2 1
                                    


Termenung.

Satu kata yang menggambarkan semua tentang dirinya. Beberapa tahun ini, hidupnya terasa telah mati, pun dengan seluruh hatinya. Yang tersisa sekarang hanyalah sebuah raga, bagai sebuah cangkang tak berisi. Dirinya merasa seperti sebuah mesin, mesin yang menunggu tertelan waktu sebelum akhinya berujung di tempat rongsokan.

Vier berdiri kaku di dekat jendela besar ruangannya dengan pandangan kosong menatap lurus ke depan tanpa ekspresi. Tangannya menggenggam sebuah foto seorang wanita cantik yang merupakan cinta pertamanya. Dadanya terasa sesak, memikirkan sang pujaan yang telah tiada karena kesalahan dirinya sendiri.

Seandainya saat itu dia tak ceroboh, seandainya dia bisa lebih berhati-hati, seandainya dia bisa kembali mengulang waktu, akan diperbaikinya semua yang menyimpang. Seandainya...

Pandangannya menggelap menahan rasa ngilu.. Berkali-kali menghela napas, berharap dapat meredakan rasa sakit walau secuil. Semenjak kejadian itu, Vier menjadi tak bisa terlelap di malam-malamnya dengan tenang. Suara tangisan dan jeritan selalu terngiang-ngiang, berputar-putar di kepala sekaligus menghantui setiap mimpi yang biasanya selalu indah.

Kini tak ada lagi keceriaan, tak ada lagi kebahagiaan penuh cinta yang dulu selalu memenuhi dada. Benakknya dipenuhi rasa bersalah yang begitu pekat dan menyesakkan, membuatnya tak kuasa memikul hingga mencoba mengakhiri hidup berkali-kali walau selalu berhasil digagalkan.

Sebagai anak tunggal Vier kini harus menjalani kehidupannya seorang diri. Kedua orang tuanya telah tewas semenjak usianya beranjak 18 tahun. Semenjak itu, dirinya harus memikul beban untuk mengambil alih semua kendali atas ayahnya, termasuk semua harta warisan.

Yah... setidaknya di dunia ini masih ada kedua sahabat yang senantiasa menemani tatkala dia membutuhkan, datang menghibur dan berusaha membantu menuntun kehidupannya yang hampa. Setidaknya untuk sampai saat ini...

Vier merapatkan foto itu dalam dada, memeluk erat-erat seolah ingin berusaha menjaganya tetap aman di dalam hati, menutupnya rapat-rapat, mengunci dan membuangnya sejauh mungkin. Getaran dari kantongnya menarik paksa vier kembali dalam kehidupan yang kelabu. Tangannya tergerak untuk melihat siapa yang telah mengiriminya pesan dikala sore hari saat orang-orang berpulangan menyudahi aktivitas.

Alisnya mengerut melihat isi pesan itu. Hampir saja melupakan janji dengan kedua sahabatnya sore ini akibat terus tenggelam dalam kesuraman. Dipejamkannya sekali lagi matanya dengan hembusan napas yang panjang. Didekatkannya foto itu lalu mengecupnya dalam-dalam sebelum kemudian bergegas pergi meninggalkan kantornya.

***

"Gila! Itu orang ganteng banget!"

"Mau dong gue jadi pacarnya, jadi selingkuhan juga rela."

Para pengunjung yang berbisik-bisik ke arahnya membuat telinga Vier memanas. Dirinya memang sudah biasa menjadi pusat perhatian kemanapun langkahnya pergi. Tapi tetap saja, hal itu selalu berhasil membuatnya merasa terganggu dan risi. Atasan kemejanya kini telah digulung sesiku, rambut pendek gelapnya tampak acak-acakan membuatnya tampak lebih mempesona. Dasinya telah ditanggalkan sebelumnya bersamaan dengan jas yang di taruh dalam mobil.

Matanya menyipit tajam, berjalan ke segala penjuru memperhatikan setiap jengkal isi kafe yang dipenuhi banyak tanaman hias iti. Pandangannya berhenti tepat di dekat jendela besar yang memperlihatkan pemandangan luar dan memutuskan menenggelamkan diri dalam sofa yang empuk. Kedua pria yang sudah menempati meja itu sebelumnya, seketika menghentikan obrolannya dan menatap Vier dengan alis terangkat.

"Kau terlambat." Cecar Agler.

"Terlalu larut dalam masa lalu eh?" Juvenal terkikik geli sedang Vier membalas menatap dengan kening berkerut. "Bukan urusanmu." Jawabnya ketus.

Yayımlanan bölümlerin sonuna geldiniz.

⏰ Son güncelleme: Jan 05, 2017 ⏰

Yeni bölümlerden haberdar olmak için bu hikayeyi Kütüphanenize ekleyin!

Awakening HeartsHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin