Sadar

60 2 0
                                    

Keesokan harinya tepat pukul 5 pagi, Heksa telah bersiap dengan kopernya di teras rumah. Tiba-tiba, kakinya berjalan menuntun ke halaman belakang rumah, terlihat punggung Deka disana. Pertemuan itu menjadi pertemuan berharga sebelum mereka berangkat meninggalkan tanah air.

Keduanya membawa sebuah bingkisan untuk diberikan pada sahabatnya itu. Mereka berjanji baru akan membuka isi bingkisan tersebut setibanya di tujuan masing-masing.

Lamunan gadis beranjak dewasa yang berjalan mengitari kolam air mancur itu tiba-tiba buyar setelah mendengar jam tangannya berdering menandakan pukul 12 siang. Gadis itu segera beranjak dari tempatnya bergegas kembali ke rumahnya menuju ayunan di halaman belakang.

Telah terlihat punggung seorang pria di sana, berdiri menatap langit.
“Deka ?” sapa gadis itu ramah.
“Hek...Heksaa” pria itu tersenyum ramah pada gadis di depannya.

Mereka berlari mendekat, berpelukan, kemudian menangis terharu tak percaya mereka masih ingat hari ini. Hari ini, 1 Januari 2021, hari yang mereka janjikan untuk bertemu saat malam hari sebelum keberangkatan mereka, tepatnya 3 tahun lalu.

Mereka saling pandang. Seolah tanpa instruksi, mereka berlarimenuju tanah di bawah ayunan dan segera menggalinya. Heksa mengambil amplop berwarna merah, amplop yang berisi perasaan mengganjal di hati Deka, begitupun sebaliknya. Mereka kemudian duduk di rerumputan sambil membaca amplop milik sahabatnya.

Setelah membaca isi surat, baik Heksa maupun Deka kaget karena inti dari isi surat mereka sama. Mereka memiliki rasa yang tak biasa dalam persahabatan, tak mengerti rasa apakah itu. Mereka tidak mengerti apakah harus memperjuangkan atau membuang jauh perasaan itu. Itulah mengapa selama SMA saat itu, persahabatan mereka sedikit merenggang.

Mereka beranggapan apabila mereka menjauh, maka perasaan itu akan hilang. Sayangnya ternyata tidak, bukan perasaan hilang yang terjadi, namun rasa rindu yang semakin menjadi-jadi.

Mata mereka berkaca-kaca. Mereka berdiri dari posisi semula, saling mendekat, kemudian berpelukan. Kemudian mereka saling menatap.
“I love you more” ucap Deka.
“I love you most” sahut Heksa.
Mereka saling tersenyum, kembali duduk di rerumputan. Heksa menyandarkan kepalanya di bahu Deka. Deka tersenyum sambil memeluk sahabatnya itu. Mereka menatap indahnya langit. Indahnya langit semakin indah disaat mereka menatapnya bersama.

Sejak saat itu, mereka memberi nama ayunan yang sering mereka sebut ayunan halaman belakang rumah itu menjadi ayunan Deksa, singkatan dari nama mereka, yaitu Deka dan Heksa.

"Tak ada persahabatan yang sempurna, kecuali mereka saling mempertahankannya. Mungkin tak selamanya sahabat ada di sisi kita. Mereka akan pergi, pergi untuk mengejar cita-cita. Namun bukan pergi untuk melupakan, melainkan pergi untuk kembali, kembali merengkuh persahabatan. Karena tanpa persahabatan, mereka tak akan mampu menjalani hidup. Bak segumpal kertas teronggok di perapian, siap menjadi abu, terbang tak tentu arah, tak tahu harus mendarat dimana."
~Deksa, Deka dan Heksa~

End~

AYUNAN DEKSAWhere stories live. Discover now