Part 4

743 153 12
                                    

"Mendingan kakak sekarang kasih tau aku. Sebenernya aku sakit apa?" tanya Maxime setelah sadar dari pingsannya dan mendapati dirinya berada di rumah sakit dengan selang infuse di tangannya. Sedang sang kakak seperti menyembunyikan sesuatu darinya.

"Mendingan loe istirahat aja dulu... kata dokter loe butuh banyak istirahat" ucap Lecsia sembari sok sibuk benahin makanan di meja. "Apa loe mau makan dulu? Kakak ambilin ya...?"

"KAK LECSIII....!!" Teriak Maxime. Membuat Lecsim terkejut dan langsung menatap ke arah sang adik. Keduanya bertatapan sebelum Lecsie mengalihkan pandangannya karna tak bisa menahan sakit di hatinya.

Maxime berusaha mencabut infuse di tangannya. Lecsia yang melihat itu segera menghampiri ranjang Maxime dan mencegah tangan Maxime mencabut selang infusenya, tapi ternyata itu hanya trik Maxime agar dia bisa memegangi tangan sang kakak agar tidak melarikan diri.

"Maxime tanya sekali lagi... aku sakit apa kak?" Maxime menekan setiap kata yang dia ucapkan.

Lucsia yang kedua tangannya di pegangin Maxime tak dapat menghindar.

"Kamu sakit... tumor otak" jawab Lecsia lirih. Tapi cukup keras menghantam dada Maxime. Tanpa sadar Maxime melepaskan tangan Lecsia.

"Kamu pasti bakal sembuh... kakak bakal bawa kamu ke luar negri. Kakak denger di Belanda ada rumah sakit yang bagus, kita akan ke sana" Lecsia memeluk tubuh Maxime erat, di biarkannya air matanya yang mengalir deras.

Maxime masih tediam dengan keterkejutannya. Tiba-tiba bayangan Yuki melintas di otaknya.

"Apa Yuki tau aku di rumah sakit?" tanya Maxime. Lecsia melepas pelukannya dan mengeleng.

"Aku bilang padanya kamu pergi bersama ayah"

Maxime hanya mengangguk sebelum kembali merebahkan tubuhnya.

"Kak... aku ingin sendiri" ucap Maxime tanpa melihat sang kakak.

Sesaat Lecsia menatap sang adik "Baiklah... tapi jika kamu butuh sesuatu kakak ada di depan. Atau kamu pencet tombol ini" tunjuk Lecsia pada tombol di samping tempat tidur Maxime. Maxime hanya mengangguk.

"Ma... apa mama bener-bener sayang sama Maxime hingga mama pengen cepet-cepet ketemu Maxime?" lirih Maxime saat sang kakak telah meninggalkan kamarnya.

"Tapi ma... masih banyak hal yang pengen Maxime lakuin" Kali ini Maxime tak bisa membendung air matanya. "Maxime masih pengen lulus kuliah, masih pengen buat rumah kayak yang pernah kita cita-citain, Maxime masih pengen sama Yuki. Maxime udah janji buat dia selalu ketawa. Maxime ujah janji bakal selalu ngerayaan ulang tahunnya setiap tahun..."

Maxime mulai terisak dengan keras. Rasa sakit di kepalanya menambah pilu di hatinya. Di tariknya rambutnya dengan keras agar rasa sakit itu bisa berkurang. Tapi rasa sakit itu semakin bertambah dan mulai mengambil kesadarannya.

"MAXIMEEE..." dan itulah kata terakhir sebelum Maxime merasa semuanya menjadi gelap.




Yuki kembali menekan nomer hp Maxime, tapi hp itu masih tidak aktif. Andai sekarang yang di pegangnya bukan hp kesayangannya pastilah hp itu udah di lemparnya untuk pelampiasan rasa kesal. Gimana gak kesal kalo dua hari ini si Maki kesayangan raib bagai di telan bumi tanpa sepucukpun kabar. Bahkan saat malam kemarin Yuki datang ke rumah Maki. Rumah itu tertutup rapat pertanda di tinggal sang penghuni.

"Ni anak kemana sih?" gumam Yuki kesal.

"Kamu melakukan kebiasaan itu lagi..."

Yuki yang terkejut langsung menoleh ke sampingnya.

"Kak Al..."

"Kamu masih kesel sama Maki ya...?" tanya Al membarengi langkah Yuki. Yuki mengangguk.

"Dia gak biasanya pergi tanpa ngasih kabar sama sekali"

"Mungkin aja dia gak sempet" hibur Al. Sekali lagi Yuki mengangguk.

Al menatap Yuki yang terlihat tidak semangat, tapi dia sendiri tidak tau gimana caranya dia menghibur Yuki. Bukan tampa alasan orang-oang menyebutnya Prince es karna selain dia gak bisa mengekspresikan dirinya, Al terlalu kaku dengan wanita dan gak tau gimana menghadapi wanita. Hah... bukan salahnya juga sih... karna pada dasarnya wanita adalah makhluk paring rumit di muka bumi.




Hampir 2jam Maxime menatap langit dari balik jendela kamar inapnya.

"Apa kau ingin makan sesuatu?" tanya Lecsia membuyarkan lamunan Maxime. Maxime mengalihkan pandangannya pada sang kakak. Di tatapnya bawah mata sang kakak yang membengkak menandakan bahwa dia terlalu banyak menangis dan kurang tidur.

Maxime menggeleng. "Kak... lebih baik kakak pulang dan istirahat"

"Kakak gak papa kok..." Lucsia tersenyum kecil.

"Kakak dah gak mandi dua hari, apa kakak gak sadar kakak bau banget. Udah... Maxime gak papa kok. Kakak pulang mandi terus istirahat, oiya jangan lupa aku titip bawain hpku ya kak..."

Lucsia menatap Maxime yang tersenyum ke arahnya. "Tapi kamu janji kalo ada apa-apa langsung suruh suster buat hubungin kakak..."

Maxime mengangguk sebelum menatap kepergian sang kakak. Maxime membali mengarahkan pandangannya pada langit di luar jendela kamarnya.




"Kak Al bener gak mampir dulu?" tanya Yuki sekali lagi. Al kembali mengeleng.

"Mungkin saat moodmu lagi bagus aku akan dengan senang hati datang ke rumahmu" Yuki yang mendengar itu hanya meringis.

"Maaf..."

"Iya gak papa... ya udah aku balik dulu ya..." Yuki mengangguk dan membiarkan Al kembali melajukan motornya meninggalkan rumah besar Yuki.

Yuki baru memasuki rumahnya saat hpnya bergetar. Matanya melebar mendapati siapa yang menghubunginya.

"LOE KEMANA AJA HAHHHH....?" Terik Yuki setelah menerima pangilan itu.

Maxime menjauhkan hp yang di genggamnya dari telinganya.

"Loe bisa buat gendang telinga orang pecah tau..."

"Habisnya siapa suruh gak ngasih kabar apa-apa sama gue" kesal Yuki.

"Iya maaf... sekarang gue lagi ada di Singapure. Di ajakin bokap gue lihat perusahannya yang baru. Dan dari sini susah banget ngubungin loe" bohong Maxime.

"Syukur deh kalo loe dah baikan sama bokap loe, gue sempet aneh aja waktu kak Lecsia bilang loe lagi pergi sama bokap loe"

"Hem..."

"Terus kapan loe balik?"

"Mungkin dua atau tiga hari lagi"

"Gue bakal beneran marah sama loe kalo loe gak bawain gue oleh-oleh dari sana" ancam Yuki.

Maxime tersenyum kecil. "Oke unyu"

"Ih apa sih mangil gue unyu"

"Loe aja masih mangil gue Maki. Jelas-jelas nama gue Maxime"
"Sama aja... Maki sama Maxime"

Yuki mendengar tawa Maki dari sebrang telpon. Jantungnya kembali berdetak cepat. Ah... dia benar-benar merindukan pria itu.


LOVE - ARTI CINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang