17. Kaki Lembut Bagaikan Bunga Salju

1.3K 23 0
                                    

Lewat sesaat kemudian, dari bawah bukit berkumandang suara irama musik yang amat merdu.

Irama musik itu membawakan lagu yang riang dan gembira, seakan sama sekali tidak ada kemurungan dan kesedihan, pelbagai kegembiraan duniawi seperti menikmati rembulan ditengah kebun bunga, menonton wanita cantik di muka ranjang nyaris terangkum di balik irama musik tersebut.

Kendatipun semua orang yang hadir masing-masing mempunyai persoalan pribadi, namun setelah mendengar irama musik itu, pikiran dan perasaan seolah menjadi lega dan lapang kembali.

Menanti irama lagu itu makin lama semakin bertambah nyaring, makin lama semakin mendekat, suasana malam yang sepi dengan hujan gerimis yang basah pun seolah olah telah berubah menjadi suasana yang cerah dengan bulan sedang purnama, aneka bunga memancarkan bau harum...

Pada saat itulah dari balik irama musik berkumandang pula suara tertawa yang merdu dengan suara pembicaraan yang ramai bagaikan burung nuri sedang berkicau.

Enam-tujuh orang nona berbaju indah dengan membawa payung bambu dan seruling, sambil tertawa sembari meniup seruling bergerak mendekat dengan langkah yang lemah gemulai.

Pakaian yang mereka kenakan adalah gaun pendek yang sangat longgar, bagian bawahnya tidak bergaun panjang melainkan hanya mengenakan celana ketat sebatas dengkul hingga bagian betisnya yang putih mulus terlihat jelas.

Kaki mereka yang putih mulus bagai salju pun tidak ditutupi dengan kaus maupun sepatu melainkan hanya mengenakan bakiak yang serasi warnanya dengan warna pakaian mereka.

Bukan hanya irama musik dan suara tertawa mereka saja yang merdu, wajah mereka pun nampak cantik jelita bak bidadari dari kahyangan.

Di tengah kerumunan gadis gadis itu terlihat pula sebuah bangku berbentuk tandu yang dilengkapi dengan penutup dibagian atasnya diusung berapa orang, tandu itu tampaknya memang dirancang secara khusus hingga bisa terhindar dari sengatan matahari maupun curahan hujan.

Empat orang gadis berdandan serupa menggotong tandu itu dengan senyuman menghiasi wajah mereka, biar sedang menggotong sebuah tandu namun mereka seakan tak menggunakan sedikit tenaga pun.

Di atas tandu itu duduk seorang manusia yang sangat aneh.

Dia mengenakan pakaian blacu yang sangat longgar, wajahnya cerah bagai bulan purnama. Meskipun sekilas pandang dia seakan sedang duduk diatas tandu itu, tapi bila diperhatikan lebih seksama maka akan terlihat kalau sepasang kakinya tetap menginjak tanah.

Ternyata tandu itu hanya wujudnya saja sebagai sebuah tandu namun dalam kenyataan sama sekali tidak berfungsi, sebab walaupun orang itu kelihatannya sedang ditandu, padahal dia sedang berjalan dengan kaki sendiri.

Tidak heran kalau kawanan gadis penggotong tandu itu nampak begitu ringan dan santai, sementara orang itupun berwajah penuh senyuman cerah, bagaikan seorang saudagar kaya yang baru berhasil meraih keuntungan jutaan tahil emas.

Manusia aneh itu memiliki kening yang sangat lebar, sepasang alis matanya tebal dengan matanya yang berbinar, kesemuanya ini membuat dia nampak cerdas dan berwibawa.

Kendatipun sebagian besar jago yang hadir disitu banyak pengalaman dalam dunia persilatan, tidak urung mereka tertegun juga setelah menyaksikan kehadiran manusia aneh itu.

"Aaah, akhirnya kau datang juga" terdengar suara merdu berkumandang dari balik rumah.

Manusia berpakaian blaco itu tertawa tergelak, sahutnya:

"Hahahaha... setelah menerima pemberitahuan yang dibawa kucing hujin, cayhe segera melakukan perjalanan siang malam untuk menyusul kemari."

Dengan langkah lebar dia langsung berjalan menuju ke arah rumah gubuk, terhadap kawanan jago yang hadir disitu, jangan lagi menyapa, melirik sekejap pun tidak.

Pendekar Panji Sakti - Gu LongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang