28 Juli....
Dia masih terus berlarian menembus hutan, tanpa memperdulikan suara derap kaki yang terus mengikutinya dari belakang, meninggalkan rekan-rekan yang hampir kesulitan menyamai langkahnya.
Tidak ada penjagaan lain lagi setelah lima penjaga yang sempat berkelahi dengannya. Setidaknya untuk saat ini.
Beberapa agen yang sudah bergerak terlebih dahulu juga sudah memberi laporan jika mereka berhasil melumpuhkan beberapa orang penjaga bersenjata di beberapa titik.
Matanya menangkap sebuah bangunan tua yang dia yakini sebagai tempat yang sedang dicarinya. Bangunan itu tidak terawat, seluruh sisi temboknya hampir tertutupi oleh lumut tanah, ditambah dengan beberapa tanaman lainnya yang merambat disekitar atap, membuatnya hampir terlihat seperti pohon besar yang sudah berusia puluhan tahun. Tempat yang sangat sempurna untuk dijadikan markas persembunyian.
Dengan sangat hati-hati dia berjalan mendekat, bersandar dipohon disamping rumah, berusaha menyembunyikan diri dari 2 orang penjaga berbadan besar di depan pintu masuk, dan yakin jika masih akan ada banyak orang lagi didalam sana. Dia mempertajam penglihatannya, mengedarkan matanya ke sekeliling, mencari jalan lain yang mungkin saja bisa di temukan.
Nihil. Jelas pintu itu adalah akses keluar masuk satu-satunya.
Sedikit memberikan arahan kepada orang-orang dibelakangnya dengan isyarat tangan, mengokang senjata digenggaman agar siap digunakan, menghitung dalam hati, dan langsung berlari keluar dari persembunyiannya seraya menembak dengan akurat kedua penjaga itu dalam hitungan detik.
Seperti dugaannya, beberapa penjaga lain keluar dari dalam bangunan itu. Sekitar 10 orang, yang tentunya belum semua. Orang seperti pria itu tidak mungkin melarikan diri hanya dengan membawa beberapa pengawal saja. Meski terlihat bagaimana lebam dan balutan luka di beberapa bagian tubuh mereka. Dia tahu luka dari siapa itu. Dan kenyataan itu membuatnya seketika mengumpat kesal, cukup sadar diri jika orang tua hanya menghadapi semuanya sendirian.
Dengan bermodalkan tekad, sedetik kemudian mereka sudah saling menerjang, menyerang dengan pukulan dan tembakan. Beberapa rekannya datang memberi bantuan, cukup menciptakan peluang untuknya dengan sigap berlari masuk, menyusuri beberapa ruangan dan akhirnya memutuskan untuk menaiki sebuah tangga yang ditemuinya di sudut tembok setelah tidak menemukan apa yang dicarinya.
Baru beberapa anak tangga yang di naikinya, suara tembakan yang terdengar dari lantai atas membuatnya membeku seketika. Tidak mungkin dari salah satu agen, karena dia satu-satunya orang baru berhasil masuk sejauh ini. Dan firasatnya mengatakan jika sesuatu yang buruk tengah terjadi.
Dengan sangat hati-hati dia melanjutkan langkahnya, berusaha memelankan ketukan sepatunya pada tangga kayu yang hampir rapuh ini. Kosong, gelap dan pengap. Tidak ada satupun mahluk berwujud manusia yang ditemukannya disana. Kemudian samar-samar dia mendengar suara tawa dari salah satu ruangan dengan segaris cahaya yang menyembul keluar dari cela pintu yang tidak tertutup rapat.
Perlahan dan penuh perhitungan, dia melangkah mendekat dan memutuskan untuk mengintip dari cela kecil itu, mencari tahu apa yang terjadi di dalam. Dan pemandangan yang di lihatnya membuatnya seketika membeku, merasakan ketakutan yang melilit perutnya tanpa ampun.
Seorang pria paruh baya yang tengah tertawa lebar sembari memegang sebuah pistol, duduk dibalik meja kayu dengan lampu temaram yang menggantung diatasnya, satu-satunya penerangan diruangan itu. Seseorang itulah yang tengah diburunya. Sialan!!
Beberapa orang bertubuh besar berdiri disekitar pria tersebut, menghadap ke tengah ruangan, mengelilingi tubuh seorang wanita yang tengah terbaring lemah dengan genangan darah di sekelilingnya.
Matanya membulat sempurna. Tubuh itu, tubuh seseorang yang sangat dikenalnya. Tubuh seseorang yang tengah mengerang menahan kesakitan itu, tubuh seseorang yang sangat berarti untuknya.
Tangannya terkepal. Hampir berlari masuk jika saja tidak ada tangan lain yang mencoba menahan lengannya. Dia mengerang pelan, menoleh sekilas pada pemilik tangan itu yang langsung membisikkan kata tenang padanya, membuatnya dengan susah payah kembali memfokuskan pandangannya kedepan, bukannya mendobrak masuk kedalam sana. Kaki kanan, lengan atas dan perut bagian kiri dari tubuh wanita itu berdarah, yang diyakininya berasal dari tembakan peluru dari pistol pria tua tersebut. Tiga tembakan, dan sudah bisa dipastikan betapa buruknya keadaan wanita itu sekarang.
Dia menatap marah pada pria tua yang masih saja tertawa tanpa rasa bersalah sedikitpun. Pria yang baru saja berdiri dari kursinya, melangkah maju mendekati tubuh itu, dan menendangnya keras-keras tanpa iba, yang seketika membuat darahnya naik sampai ubun-ubun. Cukup sudah. Si brengsek sialan itu, dia tidak akan pernah melepaskannya.
***
YOU ARE READING
Saving The Last For You (END)
FanfictionCho Kyuhyun, seorang detektif kepolisian jenius yang mempunyai banyak prestasi, dengan tiba-tiba harus terjebak dalamsebuah perjodohan yang membuatnya menikahi gadis cantik, pemberani, kata raya namun penuh misteri. Hidup berbulan-bulan bersama memb...
