Bagian 3 : Antara Masa Lalu dan Masa Kini

792 91 28
                                    

"Hai, Leen."

Suara itu memasuki liang pendengaranku. Suara yang amat sangat aku kenal.

"De-Devyn?" cicitku.

Aku menolehkan kepalaku, menatap Thalia dan Kintan yang sama-sama mengendikkan bahunya.

"Hai," sapa Devyn sekali lagi.

Aku melempar pandanganku ke sekitar. Demi apapun, jarakku dengan Devyn yang tidak terlalu jauh membuat sesuatu di dalam dadaku berdetak sedikit lebih cepat.

"Ummm..." Devyn mengusap tengkuknya. Dia terlihat gugup. "Apa... apa kabar?"

Kalau boleh jujur, aku sama gugupnya dengan Devyn.

"B-baik," balasku. Aku memaksakan seulas senyuman. "Lo sendiri apa kabar?"

Devyn tersenyum lembut. "Jadi, kita nggak ngomong pake aku-kamu lagi?" tanyanya. Dia menangkup kedua tanganku, kemudian berkata, "aku kangen sama kamu."

"Halah. Bullshit!" teriak Kintan tiba-tiba.

Aku hanya menatap datar ke arah Kintan. Sementara Devyn tidak tampak terganggu sedikit pun.

"Please, Leen. Apa semuanya nggak bisa kayak dulu lagi?" tanya Devyn pelan. Suara terdengar lirih.

"Hello... Sadar diri, Mas. Lo dulu udah nyakitin Aileen 'kan?" lagi-lagi, Kintan asal bicara seenaknya.

Devyn menatapku penuh sesal. "Kalau soal itu, maaf," ujarnya. Dia kemudian menatapku penuh harap. "Kamu... mau 'kan maafin aku?"

"Gue---"

Baru saja aku ingin bicara, seseorang sudah memeluk pinggangku posesif. Aku menolehkan kepalaku dan menatapi Gavriel berdiri di sebelahku dengan lengan yang melingkar di pinggangku.

Gavriel tersenyum ke arahku sesaat. Lalu, dia menatap Devyn tajam. "Wah... lo ngapain, nih megang-megang tangan cewek gue?" Tangan Gavriel langsung menarik tanganku yang ada di genggaman Devyn.

"Gavriel..." aku memanggil namanya, berusaha menenangkan dia.

Devyn hanya terdiam di tempatnya. Dia menatapku penuh harap, seolah mengharapkan hatiku luluh lagi padanya.

"Yuk, Ai. Kita pergi aja. Gue tau lo belum makan dari tadi," ucap Gavriel lembut. Dia tersenyum sinis ke arah Devyn. "Gue duluan, Dev."

Dan Gavriel pun sedikit menarikku. Bahkan, hal itu membuat aku melupakan Thalia dan Kintan yang sejak tadi bersamaku.

"Gav, sakit," aku berusaha melepaskan tarikannya pada tanganku.

Gavriel berhenti berjalan. Dia berdiri di hadapanku, kemudian mengelus pergelangan tanganku lembut.

"Maaf, ya," ujarnya. "Gara-gara ngeliat cowok itu, gue jadi kasar gini."

Kemudian Gavriel menggiringku menuju kantin. "Lo belum makan 'kan? Yuk, ah. Gue juga belum, nih. Keburu bel masuk."

Aku tersenyum tipis. Tanganku mengelus tangan Gavriel yang ada di pundakku.

Maaf, Gav.

Dan kemudian, aku sudah duduk di kantin dengan Gavriel di hadapanku.

Aku mengaduk makananku asal. Sejujurnya, aku tidak bisa fokus sama sekali.

Ini semua karena Devyn. Lengkapnya Devyn Altario Jilian. Cowok yang merupakan teman sekelasku di kelas 10 dulu.

Dia gebetanku. Atau lebih tepatnya, mantan gebetanku.

Between UsWhere stories live. Discover now