Bagian 2 : Semangkuk Canda Darinya

Start from the beginning
                                    

"Siap, Nyonya. Kalau gitu, gue tidur dulu, ya. Lo juga tidur. Jangan lupa mimpiin gue, lho, biar tidurnya nyenyak. Bye, Alien jelek kesayangan Gavriel." Dan sambungan pun terputus.

Aku meletakkan ponselku. Dan akupun menatap langit-langit kamar. Senyumku tanpa sadar terkembang. Ah, selalu begini setiap aku mendengar suaranya.

Aku lantas menggeleng cepat. Tapi tetap saja, suara Gavriel tidak juga hilang dari pikiranku.
Lama-kelamaan, aku merasakan kelopak mataku mulai memberat. Dan tak lama kemudian, aku pun masuk ke dalam dunia mimpiku.

***

"Selamat pagi, Mrs. Athaya!" Suara dari sahabatku, Thalia, langsung memasuki telingaku saat aku baru saja membuka pintu kelas.

"Pa-gi," balasku sedikit terbata-bata.

Thalia berlari menghampiriku. "Gimana semalem?" tanyanya. Dia menghalangi jalanku.

"Apanya yang semalem?" aku balas bertanya.

"Itu lho... Semalem." Thalia mengerlingkan sebelah matanya ke arahku.

"Wah... Semalem abis ngapain, Leen?" Kali ini, terdengar sahutan dari Kintan. "Wah, wah, wah..."

Oh, ya ampun. Kenapa aku di kelilingi oleh orang-orang yang super aneh seperti mereka ini?

"A-apaan, sih?" Aku menggelengkan kepalaku cepat. "Apaan yang semalem-semalem itu? Gue nggak ngapa-ngapain, kok."

"Eh?" Thalia dan Kintan saling bertatapan selama beberapa detik. "Tapi kata Gavriel, kalian---"

Aku pun sontak menatap Gavriel yang berdiri di belakangku dengan tampang polos. Mataku menatapnya penuh sangsi, seolah meminta pertanggung jawaban darinya.

Gavriel menatapku heran, sedikit menelengkan kepalanya. "Apa?" tanyanya datar.

"Iiih!" Aku memukul lengannya beberapa kali. "Lo ngomong apa ke Thalia sama Kintan, heh? Jangan ngomong yang aneh-aneh napa, sih!"

Gavriel lantas menahan pergerakan tanganku. Dan kemudian, tawa keluar berderai dari mulutnya. "Apaan, sih? Gue cuma ngomong kalau gue kemaren jalan sama lo," ucapnya yang sontak saja membuat pipiku memanas.

"Negative thinking mulu, sih lo jadi anak," timpal Kintan. "Huhhh... Aileen mulai dewasa nih, ya pikirannya."

"Iiih! Ngeselin, ngeselin, ngeselin! Gavriel ngeselin, ih! Gue kesel sama lo, sumpah!"

Gavriel menggenggam kedua pundakku sementara dia berusaha menahan tawanya. Tak lama, senyum penuh godaan terbit di bibirnya.

"Emang otak lo doang, Ai," ejek Gavriel. Dia berjalan menuju bangkunya, meninggalkanku yang masih berdiri di depan kelas, menjadi bahan tontonan di pagi hari oleh teman sekelasku.

"Awas, ya lo nanti."

"Yah, Gav. Nggak dapet jatah lo nanti malem." Sorak-sorakan terdengar memenuhi seisi kelasku karena celetukan salah satu temanku itu.

"Fokus, woi, fokus. Kita udah kelas 12. Jangan mikirin kawin mulu," lagi-lagi terdengar celetukan dari pojok kelas. Suara sorak-sorakan pun terdengar makin heboh.

Aku berjalan menuju bangkuku yang ada tepat di depan meja guru. Mataku sesekali melirik Gavriel yang masih tampak santai dengan celetukan-celetukan itu.

Between UsWhere stories live. Discover now