One

134 14 15
                                    

Jangan biarkan mimpi buruk itu memegang kendali atas tubuh mu, atau mimpi itu akan menjadi kenyataan

***

Pancaran sinar matahari yang menelusup masuk lewat jendela kamar ku pagi itu sukses membuat kedua kelopak mata terbuka dengan sangat terpaksa. Teriakan nyaring mama dari luar kamar sudah berkoar koar sejak jarum jam baru menunjukkan pukul 6 pagi.

Setelah mengingat ingat aku baru sadar, hari ini ada tes matematika. Aduh bodoh sekali aku ini! Bahkan tadi malam tidak sempat belajar karena keasikan menonton anime

Dengan terburu buru aku bergegas menuju kamar mandi, lalu setelah itu segera turun ke bawah untuk sarapan.

"Pagi semuanya" Ucap ku kepada semua orang yang ada di meja makan

"Apa kau tidak sadar sudah jam berapa ini?" Celetuk mama dengan nada sarkastik

Aku hanya cemberut menanggapi nya, tidak menghiraukan mama yang wajah nya sudah seperti ingin menelan ku hidup hidup. Sebenarnya tidak se sadis itu sih hehe!

"Tami, cepat habiskan sarapan mu! Lalu kita berangkat" Ujar papa

Aku hanya mengangguk dan mulai menikmati roti dengan selai green tea kesukaan ku, di meja makan hanya ada tiga orang karena memang aku anak tunggal

"Pa, apa kau tidak ingin memberitahu Tami?" Ucap mama kepada papa

Setelah itu papa mengangguk lalu menatapku "Lusa saat liburan kita akan kerumah nenek"

Aku tersedak mendengar ucapan papa, demi apapun aku tidak pernah suka dirumah nenek! Lebih baik aku mati saja!

Setelah meminum air digelas aku menggeleng cepat cepat "Aku tidak mau ikut Pa! Kalau begitu kalian saja yang kesana"

"Tidak bisa Tami! Apa kau tidak kasihan dengan nenek? Sementara kau akan tinggal disana sampai mama dan papa pulang dari Lombok" Jelas Papa sambil menatapku tegas

Aku berusaha menyanggah dengan alasan alasan ku yang lain "Kalau begitu, kalian pergi saja. Lagipula aku sudah besar, tidak apa apa jika ditinggal sendiri"

Papa tetap menggeleng diikuti dengan Mama yang memelototi ku "kau akan tetap kerumah nenek"

Aku menunduk lesu dan menghela nafas dengan pasrah, matilah aku!

***

Aku memasuki sekolah ku dengan langkah sedikit malas karena bel belum berbunyi, sepanjang perjalanan aku memberikan senyum kepada siapapun yang ku kenal, termasuk kepada laki laki yang tampan sekalipun, hehe!

Di kelas, aku menghampiri Shizu yang sedang asik dengan buku yang saking tebal nya bisa untuk ku jadikan bantal. Aku tak tahu judul bukunya karena memang aku bukan tipe orang yang senang dengan bacaan-bacaan berat seperti itu

"Buku apa yang sedang kau baca itu?" Tanya ku kepada Shizu sambil menaruh tas ku dikursi

"Jika kuberitahu pun, kau tidak akan mengerti" Jawabnya tanpa mengalihkan pandangan dari buku yang sedang dibaca

"Cih, sombong sekali!" Balasku kesal ingin rasanya mencakar cakar muka datar Shizu

Shizu tak mengiraukan ku dan kembali membaca buku nya dengan tenang.
Aku sangat bosan hingga menguap berkali kali, tak pernah rasa nya aku mengantuk di dalam kelas.

Otak ku kembali mengulang perintah dari papa tadi, kalau aku memang jadi kerumah nenek maka hidupku tidak akan tenang disana. Bukan apa apa, tetapi jika mama dan papa keluar kota itu membutuhkan waktu paling lambat satu bulan. Mereka sih senang, tapi aku yang akan sengsara

Kalian mau tahu kenapa? Sebenarnya, jika aku menceritakan hal ini pun kalian tidak akan percaya dan menganggapku orang gila karena terlalu takut oleh hal yang semestinya mustahil. Tapi aku tidak berbohong, itu memang benar adanya. Terserah kalian mau percaya atau tidak, aku tidak peduli. Yang kuperdulikan satu satunya dalam hal ini adalah keselamatan ku sendiri

"Apa kau sangat tidak bersemangat hidup hari ini? Wajah mu terlihat seperti zombie saja"

Ouch itu sangat menyakitkan

"Bisa tidak kalau bicara jangan terlalu jujur?" Celetuk ku kepada Shizu yang masih memasang wajah datar nya dihadapan ku

Shizu mengendikkan bahu "Aku selalu diajarkan untuk jujur, apa itu salah?"

Aku berdecak sebal menanggapi jawaban nya yang ditelingaku saat ini terdengar sangat menyebalkan "Bukan begitu, tetapi tidak usah dijelaskan juga wajahku yang seperti zombie"

"Itu memang kenyataan" Sahut Shizu

Uh! Rasanya saat ini aku ingin memecahkan kepala nya dengan batu saja, tidak perduli jika ia temanku atau bukan. Tetapi untung saja aku masih waras

"Apa kau sudah belajar untuk tes matematika? Kulihat dari tadi kau hanya membaca buku mu yang membosankan itu"  Ucap ku mengalihkan pembicaraan

"Aku tidak sepertimu yang selalu belajar dengan kilat"

Ya ya ya! Aku tau itu Shizu, jadi tolong jangan diingatkan. Bodoh nya aku menanyakan hal seperti itu dengan orang yang jelas jelas IQ nya hampir mendekati Einstein, Eh memang kapan aku terlihat tidak bodoh? Atau setidaknya seperti orang nornal?

"Baiklah baiklah, aku tidak akan menanyakan hal apapun lagi kepadamu"

Shizu hanya menanggapi ucapanku barusan dengan datar

***

Aku memejamkan mata dengan tenang sambil membentuk bintang besar di kasur ku. Ya, hari ini adalah hari paling menyebalkan. Pertama, menuruti ucapan papa yang tidak kusukai sama sekali. Kedua, menghadapi Shizu dengan muka datar nya yang menyebalkan. Ketiga, rasanya kepalaku ingin pecah mengerjakan soal matematika tadi. Beruntung sekolah ku setelah ini libur selama satu bulan

Saat aku sedang dalam posisi yang sangat nyaman seperti saat ini, bayangan itu kembali menghantuiku bagaikan kaset rusak yang terus dipaksa diputar didalam otak ku.

Nafasku memburu,Jantungku seolah dipacu adrenalin, memejamkan mata kuat kuat dan menutup kedua telinga kurasa itu adalah hal yang terbaik untuk saat ini.

Darah dimana mana, bayangan tentang pembunuhan, arwah arwah jahat yang berusaha ingin mencekik ku. Ya tuhan! Aku benar benar ketakutan

"I wanna kill you....."

"You must die........"

Suara itu, suara yang selama 1 tahun ini terkadang menghantui malam malam ku. Ku kira itu hanyalah bayangan konyol anak berusia 15 tahun saja. Tetapi kenapa sekarang semua nya terasa nyata? Seolah olah aku sedang berperan didalam skenario jahat itu.

"PERGI KAU DARISINI! SIAPAPUN ITU!" Teriak ku sambil menatap sekeliling dengan rasa ketakutan yang sudah menggerayangi jiwa serta tubuhku

Lagi dan lagi bayangan itu terus muncul, kali ini bayangan seseorang yang selalu membawa pisau berkarat nya kemanapun, pisau itu penuh darah. Wajah orang itu sudah hancur tak berbentuk, guratan luka memenuhi sekujur tubuhnya. Kepala nya hampir putus dan terus terusan mengeluarkan darah

Aku semakin berteriak histeris, air mata sudah tumpah ruah dari mataku. Barang barang disekitarku terus aku lemparakan demi meredam rasa takut ku.

Tuhan! Lebih baik aku mati saja daripada terus terusan mendapat mimpi buruk seperti ini.

Tak lama, pintu terbuka. Sekilas aku bisa melihat wajah khawatir Mama yang memeluk ku disusul Papa yang juga berusaha menenang kan ku. Lalu setelah itu, semuanya menjadi gelap.

TBC

I Wanna Kill You....Where stories live. Discover now