Aku menjalani hari-hari setelah malam itu dengan sedikit perasaan yang mengganjal. Bagaimana tidak? Aku semakin merasa aneh karena setiap kali aku mencoba untuk melihat Ara di sekolah, cowok itu justru menghindar.
Seperti beberapa hari yang lalu, saat kami bahkan tak sengaja berpapasan di jalan. Dia malah membuang muka dan melaluiku begitu saja. Sebenarnya, apa yang terjadi? Kenapa dia begitu dingin saat siang hari?
Setiap kali bertemu atau berpandangan denganku, dia seperti melihat hantu.
Tapi, saat malam, dia akan mengirimiku pesan yang hanya berisi tentang menanyakan bahasa Makassar.
Aneh, karena aku sebenarnya bukan orang asli, dan bukan kapasitasku untuk mengajari atau memberinya arahan. Bisa dibilang, aku hanya menguasai bahasa Makassar sehari-hari, dalam pengucapannya pun aku masih tidak bisa beriringan dengan dialog.
Tetapi, entah mengapa, saat mendapat pesannya setiap malam. Aku jadi merasa tidak kesepian, aku seperti merasakan ada hal-hal baru di tengah kejenuhanku mengejerjakan tugas atau belajar untuk seleksi tahap awal beasiswa. Jadi, aku tetap meladeni pesannya.
Seperti malam ini ketika ponselku bergetar. Kala melihat nama yang terpampang pada layar, entah mengapa jempolku seketika antusias untuk membuka.
From : Ara
Lun, bahasa Makassarnya 'lapar' apa?
Sempat mengernyit, lalu berpikir sebentar. Lalu, memutuskan membalasnya.
To : Ara
Cippuru'.
Tak sampai sepuluh detik, ponselku bergetar lagi.
From : Ara
Oh, I see. Kalau begitu artinya cippuru' ka apa?
Tak butuh waktu lama bagiku untuk membalasnya.
To : Ara
Saya lapar
Lima detik kemudian muncul balasan.
From : Ara
Sama. Saya juga sedang lapar. Bisa kita makan malam bersama?
Membaca balasannya membuatku melebarkan mata. Sebenarnya aku bukan terkejut karena isis pesannnya, lebih karena terkejut dengan reaksi tubuhku, terlebih pada bagian pipi yang mulai memanas.
Aku sampai mondar-mandir dulu seperti sebuah seterika hanya untuk memikirkan harus membalas apa. Sampai akhirnya aku duduk di ranjang dan mulai menulis balasan.
To : Ara
Aku nggak bisa keluar malem.
Tak sepuluh detik balasan darinya muncul lagi.
From : Ara
Lima menit waktu kamu untuk memikirkan alasan penolakan cuman bisa bikin saya ketawa. Pertama, saya sudah lihat kamu keluar malam dua kali. Kedua, ini belum terlalu malam. Ketiga, saya tahu rumah kamu. Dan, saya juga bahkan berani untuk minta ijin sama orang tua kamu.
Membaca balasan itu membuat mataku makin terbelalak. Anak ini sinting. Aku menggigit bibir bawah, sembari mengetik balasan.
To : Ara
Aku lagi males banget keluar rumah.
Aku menunggu balasannya dengan gugup. Balasannya datang sedikit lebih lama. Selang dua menit.
From : Ara
Kalau saya bilang : ada hal yang sekaligus ingin saya ceritakan sama kamu. Apa kamu masih akan menolak?
YOU ARE READING
SOUTHERN ECLIPSE
Teen Fiction"Lun, akan saya ceritakan padamu tentang sebuah kisah." "Tentang apa?" "Tentang Bulan dan Matahari yang tak ingin terpisah." "Nggak minat. Nggak suka endingnya." "Memangnya apa?" "Sesuai dengan puisi yang kamu tulis, kan? Pada akhirnya, semesta hany...