New Year

9 0 0
                                    

  Kami sampai di sebuah supermarket yang mungkin tidak pantas juga disebut supermarket karena lahannya cukup luas, tapi tidak pantas juga disebut mall, karena lahannya kecil sekali untuk mall. Entahlah, mungkin karena aku terlalu banyak berbelanja di Indomaret waktu di Indonesia, jadi menurutku supermarket ini besar. Ya, lumayan miris memang kehidupanku waktu di Indonesia dulu hahaha. Sebetulnya keluargaku bisa dibilang berkelebihan dalam hal finansial, tapi semenjak ditinggal orang tuaku aku harus bisa mengatur pengeluaran keluarga. Memang sih, warisannya banyak sekali, tapi untuk saat ini baik aku maupun kedua adikku belum ada yang bekerja. Jadi, kita akan selalu fokus pada pengeluaran tanpa ada pemasukan. Jadi, aku harus bisa mengatur pengeluaran dengan sebaik-baiknya agar warisan itu tidak habis.
  Kami—aku, Vivian, Endrick, dan Taemin—turun dari van hitam itu. Taemin berjalan menuju pintu masuk swalayan diikuti aku, kedua adikku, dan 2 bodyguard Taemin. Kami masuk ke dalam supermarket itu. Sementara kami mencari-cari bahan apa yang kami perlu, 2 bodyguard Taemin langsung menuju posnya masing-masing. Yang seorang menuju ujung supermarket sebelah kanan, yang satunya menuju ujung supermarket sebelah kiri.
  "Mereka memang harus ikut terus, ya?" tanyaku pada Taemin sembari menunjuk 2 bodyguard itu.
  Taemin tertawa kecil. "Sebenarnya aku juga gak mau, Jess. Tapi, managerku bilang bahwa aku harus tetap berjaga-jaga. Malahan tadinya mereka ingin mengikutiku selama aku belanja, tapi karena kupaksa akhirnya mereka menunggu di ujung-ujung supermarket saja,"
  Aku cukup kaget mendengarnya. "Memangnya harus seperti itu ya? Bukankah ini wilayah rumahmu? Memangnya masih ada sasaeng sampai sini?" tanyaku.
  "Ini memang wilayah rumahku, buktinya sudah tidak ada lagi dari mereka yang meminta tanda tanganku. Mereka hanya menyapaku ramah karena mereka sudah sering berpapasan denganku. Jadi, kemungkinan ada sasaeng sepertinya kecil. Tapi, Jess, managerku yang memaksaku, jadi karena aku menghormatinya, aku menurutinya saja meskipun aku masih sedikit risi dijaga ketat kemana-mana seperti ini," kata Taemin sambil mengambil barang-barang yang diminta mamanya—alias tanteku.
  Aku manggut-manggut. Susah juga jadi idol.
  Seakan bisa membaca pikiranku, Taemin berkata "Jadi idol memang susah. Mereka orang-orang di luar sana pikir ini gampang tapi kadang di satu sisi kamu bisa merasa tertekan menjadi idol. Tapi, kuncinya kamu hanya perlu ceria aja, Jess. Kamu nanti pasti merasakan gimana jadi idol,"
  Aku tertawa kecil. "Belum tentu juga aku debut. Siapa tahu aku berhenti di tengah jalan,"
  Taemim tertawa sambil menggeleng. "Nggak, aku yakin, sekali kamu terjun ke dalam sana, kamu pasti betah karena menari itu passionmu, kan?"
  Aku mengangguk.
  "Setiap hari melakukan hal yang kamu suka itu enak lho, walaupun memang sedikit berat,"
  "Iya, sih."
  Taemin berjalan mencari bahan-bahan yang lain, diikuti aku dan kedua adikku.
  "Adikmu mau beli apa, Jess?" tanya Taemin padaku.
  "Kalian mau beli apa?" aku menyampaikan pertanyaan Taemin pada kedua adikku.
  "Susu pisang," kata mereka.
  "Mereka mau susu pisang," kataku pada Taemin.
  "Oh, gak usah. Kalo itu di rumah aku juga ada," kata Taemin.
  "Oh, katanya nanti di rumah juga ada," aku berpaling pada Vivian dan Endrick yang langsung memberi ok sign padaku dan Taemin.
  Kami lanjut berbelanja sampai kira-kira 30 menit lamanya, akhirnya kami berjalan menuju kasir.
  "Oh, Taemin! Rasanya sudah lama sekali saya gak lihat kamu!" kata ibu-ibu penjaga kasir sambil tersenyum pada Taemin dan menghitung barang belanjaan kami.
  "Ah, saya memang akhir-akhir ini sedang sibuk," kata Taemin setelah membungkuk pada ibu kasir. Ya, sudah kubilang sebelumnya bahwa meskipun idol, Taemin tetap menghormati orang lain khususnya yang lebih tua darinya.
  "Oh," ibu kasir itu manggut-manggut lalu berpaling padaku. "Neoeui yeojachingu?"
  Taemin tertawa kecil. "Aniyo. Dia sepupuku."
  Aku membungkuk memberi hormat. "Annyeonghaseyo! Jeoneun Jessica ibnida!"
  "Ah, annyeonghaseyo!" ibu itu menganggukkan kepalanya sambil tersenyum. "Kamu bukan asli sini ya?"
  "Ah, ye. Jaega Indonesia-eseo waseoyo," aku tersenyum.
  "Oh, saya suka Indonesia! Pemandangan di sana indah-indah, ya?"
  "Ya, begitulah,"
  Ibu itu kini berpaling pada kedua adikku.
  "Ah, ini adikku. Vivian dan Endrick," kedua adikku membungkukkan badannya.
  Ibu itu tersenyum lalu memberikan plastik belanjaan kami.
  "Kalau begitu, kami permisi dulu," Taemin membungkukkan badannya setelah membayar belanjaannya.
  Kami kembali masuk ke dalam van hitam yang menjemput kami di bandara tadi, diikuti dua bodyguard Taemin yang ikut masuk. Setelah semua penumpang masuk ke dalam, van-pun berjalan menuju kediaman Lee.
  Setelah menunggu beberapa menit, kami akhirnya sampai di kediaman Lee. Kami berempat turun dari van itu. Taemin tersenyum pada supirnya. "Gamsahabnida," ia membungkuk—diikuti olehku dan kedua adikku.
  "Hyung, gomawoyo," kini dia membungkuk pada bodyguardnya.
  Setelah berpamitan, van itu pergi membawa bodyguard-bodyguard Taemin.
  Taemin membuka pagar dan menaiki tangga menuju pintu depan—lagi, diikuti olehku dan adikku. Sesampainya di depan pintu, aku mendapati ada banyak sepatu di depannya.
  "Temanmu sudah datang oppa?" tanyaku.
  "Ne," jawab Taemin.
  "Uwaa," aku tersenyum sambil berpaling pada Vivian. "De, ada Shinee lho!!"
  "Hah?! Seriusan?!" tanya Vivian setengah kaget.
  "Beneran!!" kataku.
  "Oh My God Oh My God Oh My God!!" Vivian sedikit berteriak.
  Taemin tertawa. "Kurasa adikmu benar-benar ngefans dengan Minho!"
  "Memang," aku tertawa. "Lebih baik kita masuk sekarang,"
  Taemin mengangguk lalu membuka pintu depan dan memasukinya—diikuti kami, tentu saja.
  "Kami pulang," kata Taemin.
  "Oh kamu sudah pulang? Mana Jess?" terdengar suara Tante Alexa—tanteku—dari dalam ruang keluarga.
  "Ini Jess," Taemin merangkulku maju ke depan.
  "Tante!!" aku menyapa tanteku itu—dalam bahasa indonesia, meskipun sudah lama tinggal di Korea, bahasa indonesia tanteku masih lancar—sambil melambaikan tangan.
  "Jess! Ya ampun tante kangen!" Tante Alexa merangkulku.
  "Ya elah, Tan. Baru juga natal kemarin kita ketemu!" aku tertawa kecil.
  "Iya, sih." Tante Alexa celingak-celinguk. "Mana adikmu?"
  "Tuh," aku menunjuk kedua adikku dengan dagu.
  Vivian dan Endrick menghampiri Tante Alexa dan menyapanya.
  "Eh, Tan, Tan! Ada Shinee, ya?" tanyaku.
  "Iya tuh, ada di balkon!"
  Berhubung aku dan Tante Alexa berbicara dalam bahasa indonesia, Vivian yang entah dari kapan menguping langsung angkat bicara. "Ih aku mau ketemuuuu!!"
  "Oh, kamu suka Shinee, Vi?" tanya Tante Alexa.
  "Iya, aku suka Minho!" jawab Vivian antusias.
  "Oh, ya, anak itu memang yang paling tampan. Daripada Taemin saja, Minho lebih tampan," Tante Alexa tertawa.
  "Naega wae, eomma?" Taemin sedikit melotot.
  "Oh, kamu memgerti oppa?" tanyaku.
  "Yah, saat ibumu orang indonesia, berarti kau juga harus bisa sedikit bahasa indonesia," katanya.
  Aku manggut-manggut.
  "Ayo kalau gitu kita ke balkon!" ajak Tante Alexa.
  Kami berjalan menuju balkon dan mendapati 4 cowok ganteng sedang berbincang-bincang di sana. Oh my goodness, rasanya tampan sekali saat dari dekat begini. Ya, meskipun aku dan salah satu personil Shinee adalah sepupu, tapi seumur hidupku aku belum pernah bertemu langsung dengan Shinee. Ya, mereka memang terlalu sibuk. Biasalah, artis papan atas.
  "Nah, biar Taemin aja yang kenalin ke kalian, ya!" kata Tante Alexa.
  "Arasseo," Taemin mendekati teman-temannya. "Hyung! Kenalkan, ini sepupuku Jessica," ia menunjukku lalu berpaling pada kedua adikku. "Dan ini adiknya Vivian dan Endrick,"
  Aku, Vivian, dan Endrick membungkukkan badan. "Annyeonghaseyo!!"
  "Ah, annyeonghaseyo!" mereka semua menyapa kami.
  Taemin maju mendekati cowok tampan di ujung kiri yang kukenal dengan nama Onew. "Ini Jinki oppa,"
  "Ini Jonghyun oppa," dia bergeser ke sebelah cowok tampan satu lagi.
  "Ini Kibum oppa," dia bergeser lagi ke sebelah cowok tampan yang super fashionable, yang kukenal dengan nama Key.
  "Yang terakhir ini Minho oppa," Taemin bergeser ke sebelah cowok yang menurutku paling tampan kedua—setelah Taemin—di grup itu. Maaf ya, bukannya aku membanggakan sepupuku sendiri, tapi menurut tipeku, Taemin adalah yang tertampan di grup ini. Ya, tentu saja pendapatku berbeda dengan Vivian yang sudah memandangi Minho dengan tatapan oh-my-god-kenapa-oppa-ganteng-banget itu.
  "Hyung! Vivian ini ngefans banget sama hyung!" kata Taemin pada Minho.
  "Ah, jinjja?" Minho tersenyum. "Iriwa, Vi! Kita main bareng!"
  Vivian—tanpa basa-basi lagi—langsung berjalan mendekati Minho dan entah kenapa mereka bisa langsung akrab. Vivian bermain bersama Taemin dan Minho.
  Endrick-pun sudah main bersama Onew dan Jonghyun. Mereka memang cepat akrab, aku salut dengan mereka.
  Sementara itu, aku menghampiri Key oppa dan berbincang dengannya. Karena dia bisa berbahasa inggris, itu memudahkanku untuk bisa membicarakan sesuatu yang lebih asyik. Kami berbicara banyak mulai dari fashion hingga obrolan gak penting seperti pasta gigi apa yang kami pakai.
  Kami berbincang dan bermain bersama sambil menunggu tahun baru.
  "Wah, 1 minute left," kata Key.
  "Oh, really? Time flies," kataku.
  Kami kembali berbincang-bincang di balkon itu. Ada aku bersama kedua adikku, Taemin dengan groupnya Shinee, serta Tante Alexa dan Om Lee—ayah Taemin—yang baru muncul di balkon.
  Hingga tiba 10 detik menjelang tahun baru, kami semua menghitung mundur dari sepuluh hingga satu. Tepat sepersekian detik setelah kami mengatakan "satu", kembang api-pun berlomba-lomba memenuhi langit malam Seoul yang indah. Ada banyak kembang api dari berbagai penjuru kota. Kembang api warna-warni itu menemani pergantian tahunku. Aku memandangi kembang api itu. "Ma, Pa, gak kerasa udah tahun baru lagi, ya. Sekarang udah tahun 2018 dan aku janji aku bakal berusaha keras di tahun ini supaya aku bisa bahagiain Vivian dan Endrick, juga Mama dan Papa di sana. Mulai tahun ini aku, Vivian, dan Endrick bakal tinggal bareng Tante Alexa. Kami bakal baik-baik aja di sini. Omong-omong, aku seneng banget rasanya bisa rayain tahun baru bareng keluargaku yang tersisa. Langit malam di Seoul indah banget. Tapi sayang, pasti bakalan lebih asyik kalau Mama sama Papa di sini." aku berbicara dalam hati sambil tersenyum kecil dan mataku mulai berkaca-kaca. "Mulai tahun ini, aku bakal lebih giat lagi raih cita-cita yang udah kudambain dari SMA ini supaya Mama dan Papa bisa bangga sama aku di sana,"
  "Kamu kenapa?" tanya Taemim sambil merangkulku.
  "Hah?" Aku menoleh padanya. "Gwaenchanha, aku cuman senang aja bisa rayain tahun baru sama-sama kalian,"
  Taemin tersenyum. "Kamu tau, Jess? Meski orang tuamu sudah pergi, tapi kamu masih punya keluarga. Kamu masih punya kami,"
  "Gomawo, oppa!" Aku membalas senyumannya. "Kalau begitu, untuk tahun ini tolong bantu aku mencapai cita-citaku ya,"
  "Jangankan soal cita-citamu," Taemin tertawa kecil. "Untuk hal kecil seperti mengantarmu belanja saja aku akan bantu,"
  Aku tertawa. "Kau kan tidak punya waktu,"
  "Iya, sih," Taemin tertawa. "Tapi jika kamu benar-benar membutuhkanku, aku pasti akan meluangkan waktu untuk menolongmu, Jess. Nal mideo,"
  Aku tersenyum. "Ne, arrasseo,"
  Jadi begitulah aku menghabiskan detik-detik terakhir 2017 dan mengawali detik-detik pertama di tahun 2018. Aku cukup senang juga aku mempunyai keluarga yang masih teramat sangat peduli denganku. Kuharap 2018 akan menjadi tahun yang luar biasa.

Finally, I Found You!Where stories live. Discover now