Bab 6. Siapa Dia?

2.1K 129 12
                                    

"Pagi, Pak! Tiheula-nya Pak," kataku kepada seorang bapak delman berkepala tiga

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Pagi, Pak! Tiheula-nya Pak," kataku kepada seorang bapak delman berkepala tiga.

Dia yang mengenaliku karena sering menyapa setiap hari pun membalas sama dengan hari-hari sebelumnya, " sok mangga, Neng."

Mentari masih nampak malu memperlihat kegagahannya, tetapi masyarakat Lebak Geulis sudah lebih dulu mengais rezeki untuk sesuap nasi. Hal itu dibuktikan dengan bapak delman tadi dan sebuah mobil bak terbuka mengangkut sayur-mayur hasil panenan desa kami untuk diangkut ke pasar.

Pedal sepeda sudah kugoes. Kutaruh tas berwarna merah dengan gantungan panda pemberian almarhumah di keranjang depan. Kulirik sekilas arloji biruku yang sudah menunjukan hampir setengah enam pagi. Huft, masih ada tiga puluh menit lagi, dan semoga tidak macet.

"Selamat pagiii dunia tipu-tipu! Selamat pagi juga buat anak penipu, dadah!!!"

Itu suara adik tiriku. Dia berkata seperti itu tentu saja kepadaku, bukan untuk pepohonan getah yang sedang bergetah. Dia juga berkata-lebih tepatnya memaki-sambil menaiki mobil pemberian ayahku.

Akan tetapi, mengapa dia tega sekali berbicara bahwa aku anak penipu? Kalau dia penipu, kata apa yang pantas untuk dirinya yang sering menindas-atau semacamnya- kepada ayah kandungku yang uangnya dieksploitasi oleh dirinya?
Sepertinya tidak ada satu katapun yang tepat untuk menggambarkan dirinya.

Tak gubris perkatannya yang nyaris seperti sampah, aku pun mempercepat kayuhan sepedaku. Dan ternyata hanya perlu memakan tujuh menit dibandingkan waktu biasanya yang sampai sepuluh menit.

Kriinggg!!!

Para siswa-siswi yang masih ada di depan-termasuk diriku- mempercepat langkah untuk segera memasuki gerbang. Terdengar Mang Udin yang menyapa diriku dan kubalas senyum hangat.

"Sherin, kamu ada di kelas saya 'kan? Cepat masuk sana!" titah Bu Yuli yang mengagetkanku. Terkenal dengan julukannya yang killer, diriku pun mempercepat langkah menuju gedung B yang ada di paling belakang sebelum kolam renang.

Langkahku terhenti. Rasa mual menyerang perutku ketika mencium aroma anyir di dekat pohon beringin. Tatkala menengok, seluruh pohon beringin yang tumbuh di luar batas sekolah itu dipenuhi dengan aura hitam yang bersumber dari satu sosok.

"To-tolong saya! Hen-hentikan se-"

Tak kuhiraukan apa yang ia ucapkan, aku pun memutuskan untuk melangkah lebih jauh. Hukuman dan rotan Bu Yuli lebih menakutkan dibandingkan hantu siswi berwajah hancur itu. Begitu pikirku yang mendengar dari kakak kelas.

Kusapu pandangan ke segala sudut kelas yang terdaftar namaku di kertas dekat jendela. Ternyata aku tak sekelas dengan Carlina. Dan yang lebih parahnya lagi, hanya tersisa satu bangku kosong di depan dekat meja guru. Itupun diriku mengharuskan duduk bersama ..... Orang itu!

POSSESSED AT SCHOOL [KERASUKAN] #SpookyStoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang