GONE

3.2K 351 66
                                    

"Ternyata beneran kamu."

Ethan baru memasangkan salah satu earphone pada telinga saat seseorang mengacak-acak rambutnya. Ketika menoleh ke samping, dia mendapati seorang wanita dengan piyama biru muda dan rambut kucir kuda mengambil tempat duduk di kursi kosong. Salah satu sudut bibir wanita itu terangkat saat pandangan mereka berserobok.

"Belum tidur?" tanya Ethan sambil memilih lagu dalam playlist ponselnya.

"Penginnya gitu. Tapi lihat saudara kembar gelisah dari kemarin siang, mana mungkin aku tenang." Sang lawan bicara mengambil jeda dengan desah. "'Kan tempo hari aku bilang, kalau kamu pengin curhat sambil nangis, ceritalah, Tan. Enggak usah gengsi sama aku."

Fokus Ethan terbelah antara mendengarkan lagu dan celotehan Dev; kakak perempuan atau lebih tepatnya saudari kembarnya yang lahir empat menit lebih awal. Dev baru pindah ke Bandung tiga hari lalu karena ikut suaminya. Dev dan suami lalu mengajak Ethan untuk tinggal sementara di rumah mereka sebelum Ethan pergi ke Jakarta untuk mempersiapkan studi S2-nya.

Dev juga salah satu orang yang mengetahui hubungannya dengan Winona dulu; dari awal sampai berpisah sembilan bulan lalu.

"Kalau kamu begadang sampai pukul dua pagi, pasti ada alasannya," Dev terus mengompori.

Ethan mengamati kolam berisi koi berukuran raksasa, lalu menoleh ke belakang; ke pintu kaca yang memantulkan bayangan dirinya dan Dev. Si kembar Aryadi yang sejak kecil menjadi kebanggaan orangtuanya. Nyaris tidak pernah meninggalkan cela; contoh bagi anak-anak dari keluarga lain.

Apa istilah kekiniannya? Family goals.

**

Tanpa Ethan sadari, Dev mengambil salah satu earphone-nya untuk mendengarkan lagu yang membuat saudara kembarnya enggan bicara. Salah satu alis Dev naik saat menyadari suara penyanyi yang melantunkan tembang sendu itu dan menyerap setiap kata yang terucap.

"Sesedih ini, ya, kamu?" gumam Dev. "Yang berubah hanya tak lagi kumilikmu."

Ethan sempat terkejut, tetapi kembali menyandarkan punggungnya pada kursi. "Iya, lagunya sedih."

"Tan, sebenarnya apa yang bikin kamu mundur? Masa' alasan kamu cuma enggak berjodoh? Kalau aku jadi kamu, aku bakal kejar Winona meski ada cowok baru." Dev makin gemas menghadapi kebisuan Ethan. "Aku kembaranmu; aku bisa mendeteksi hal-hal yang enggak bisa Mama endus dari kamu."

Ethan sebenarnya ingin melempar ledekan kepada Dev, tetapi intonasi suara wanita itu terlalu serius untuk diajak bercanda. Maka, Ethan melepas earphone agar konsentrasinya menyatu penuh. Dev, melihat reaksi tersebut, mencabut earphone dari telinganya untuk menyimak cerita Ethan.

"Memang ada satu hal yang tidak aku katakan kepada Winona," Ethan membuka pembicaraan. "Dia tidak tahu kalau selama ini aku menuntut kesempurnaan dari hubungan kami."

Kali ini, mata Dev membelalak lebar, tetapi dia berusaha menahan komentar dari mulutnya.

"Tanpa menyalahkan kondisi keluarga, tapi...." Ethan kembali mengerling ke arah pintu kaca. "Pernah tidak kita menghadapi kegagalan besar selama dua puluh tujuh tahun terakhir? Satu momen yang membuat kita terpojok sampai bingung harus melakukan apa?"

Hening selama beberapa detik sampai Dev memberi jawaban dengan gelengan kepala.

Ethan mengangguk. "Orang-orang bilang keluarga kita sempurna karena, selama yang aku perhatikan, tidak ada cela atau kegagalan yang harus dihadapi. Lalu tanpa disadari, hal itu juga mempengaruhi caraku memperlakukan sebuah hubungan... termasuk dengan Winona."

GONEWhere stories live. Discover now