2. Warisan masalah

Start from the beginning
                                    

“Jangan bilang ini terlalu cepat, Fel, kau tahu aku benci buang-buang waktu.”

“Kau bahkan salah satu yang paling telat mendatangiku Sab.” Sahut Felisio datar.

“Jadi?” Sabrina memandang Felisio penuh harap.

Felisio memiringkan tubuhnya sejenak untuk meraih sesuatu dari dalam laci meja di sisi tepat tidurnya. Benda itu adalah selembar amplop coklat besar yang terlihat tebal. Pada bagian depannya nama Sabrina tertulis jelas.

Felis menyodorkan benda itu pada gadis yang masih berdiri di depannya. “Ambil.” Desaknya dingin. Dalam sekejap saja wanita itu menyambar apa yang Felis sodorkan dan langsung membuka isinya. Pemuda itu hanya mendengus saat melihat ekspresi kepuasan terpancar dari wajah Sabrina.“Kau selalu orgasme saat melihat dan membayang tumpukan uang, bukan?” ejeknya sinis.

Tanpa tersinggung sama sekali Sabrina justru tersenyum lebar. “Lebih dari itu,” kata gadis berambut ikal bergelombang sepinggang itu. “Ini membuatku merasakan orgasme berkali-kali.”

“Mata duitan!” ketus Felis dengan tatapan menghina.

“Aku layak untuk ini, kau tau..” suara Sabrina terdengar meninggi dalam usahanya untuk membela diri. “Ini untuk kepuasan yang tidak pernah kudapat lagi sejak lima bulan terakhir… dan untuk jari-jariku yang terpaksa harus bekerja lebih berat tiap Ayahmu usai melampiaskan hajatnya…”

Felisio terkekeh pelan mendengar gerutuan itu. “Well, aku bisa bilang apa.” Katanya seraya mengangkat bahu. “Diakan pilihanmu.”

Sabrina mengangguk sambil mengacungkan amplopnya. “Aku tidak menyesali itu sekarang.”

“Aku benar-benar berharap seperti itu, Sab.” Timpal Felis cepat. “Sekarang silahkan pergi, aku tidak ingin ada yang menggosipkan kita. Terlalu cepat bagiku untuk meniduri janda Ayah tiriku saat ini”Sabrina mengangguk. Ini bukan kali pertama dia menyelinap pada dini hari ke kamar Felisio. Hanya saja pada hari-hari biasa rumah ini tidak seramai sekarang.

“Sampai jumpa lagi Fel, lain kali kalau kau butuh ‘teman’ hubungi aku.” Sabrina memberi kode dengan jemarinya.

Malas-malasan Felisio mengangguk. Dia yakin dia tidak lagi membutuhkan Sabrina kedepannya. Hanya saja untuk menolak mentah-mentah dia tidak ingin melakukannya. Bagaimanapun Seorang Sabrina Amelia pernah menjadi bagian dalam sejarah kehidupannya. Baru saja pintu kamarnya ditutup oleh Sabrina, panggilan dari ponselnya mengejutkan Felis. Dia mengernyit saat melihat kalau itu adalah panggilan dari Umar, orang kepercayaannya. Felis segera mengangkat panggilan itu pada detik yang sama.

“Bos!” suara itu adalah suara Umar. “Ketemu.”

Bibir Felis tertarik separuh, dengan satu gerakan ringan dia bangkit dari tempat tidurnya. “Aku kesana. Sekarang juga.” Ujarnya sambil mengakhiri panggilan itu.

……………..

Dok… dok… dok… dok… dok. Gedoran itu terdengar berulang kali dari pintu depan. Maemunah yang semula terlelap dalam tidurnya yang nyenyak membuka matanya perlahan. Suara gedoran berulang terdengar kembali.

Adoooohhh… siapa sih? Kagak ade kerjaan bener nih orang, pagi-pagi bute dah gedar-gedor rumah orang.” Maemunah menggerutu sambill beringsut bangkit dari tempat tidurnya. Melirik pada suami yang masih pulas-pulasnya tertidur lengkap dengan suara dengkurannya yang cetar membahana benar-benar membuatnya kesal.

“Ya Oloh, dulu perasaan gue kawinnya sama manusia, kenape sekarang laki gue jadi mirip kebo gini, ya?” lagi-lagi wanita usia tiga puluhan itu mengomel. Kemudian sambil menguap dia mengulurkan tangannya memegangi pinggang suaminya dan mulai mengguncangnya perlahan.“Bang… Abaaaangg… bangun Baaangg…” suruhnya diantara kecemasan yang mulai datang saat lagi-lagi suara gedoran subuh dini hari itu terdengar.

My Lovely LoliWhere stories live. Discover now